Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KAPSUL Lianhua Qingwen, yang diproduksi Yiling Pharmaceutical Co, awalnya diketahui sebagai obat influenza. Saat obat tradisional Cina itu mulai dipakai mengobati pasien Covid-19, efektivitasnya menjadi perbincangan. “Lianhua Qingwen terbukti efektif untuk influenza. Namun promosinya untuk pengobatan pasien Covid-19 tetap kontroversial,” demikian penjelasan Ming Liu, peneliti dari Lanzhou University, Cina, dalam jurnal Integrative Medicine Research, Agustus 2020.
Guru besar biokimia dan biologi molekuler Universitas Airlangga, Chairul Anwar Nidom, mengaku belum mengetahui obat Lianhua Qingwen itu tapi pernah mendengar kliennya yang menggunakan. “Mereka mengatakan, saat batuk dan ada gejala flu, mereka menggunakan obat itu. Mereka merasa lebih baik,” ujarnya, Selasa, 5 Januari lalu. Namun Nidom tak tahu persis efektivitasnya karena belum pernah mengujinya.
Lianhua Qingwen yang masuk di Indonesia, menurut Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito, Jumat, 8 Januari lalu, ada dua jenis. Pertama, yang didatangkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atas rekomendasi BPOM. Kedua, yang didaftarkan ke BPOM oleh PT Intra Aries. Menurut Penny, yang didatangkan BNPB penggunaannya dengan pengawasan dokter. Adapun khasiat produk PT Intra Aries adalah membantu meredakan panas dalam yang disertai tenggorokan kering dan membantu meredakan batuk.
Ming Liu, bersama enam peneliti lainnya, mengkaji sejumlah pengujian terhadap Lianhua Qingwen yang dipakai untuk mengobati pasien Covid-19. Hasil kajiannya berjudul “Efficacy and safety of herbal medicine (Lianhua Qingwen) for treating Covid-19: A systematic review and meta-analysis itu”, terbit 21 Agustus 2020.
Ming Liu menemukan, dalam kurun Desember 2019-Juni 2020, setidaknya ada delapan pengujian soal manfaat Lianhua Qingwen dalam pengobatan Covid-19. Tiga tes berupa uji acak terkendali (randomized controlled trial/RCT), tiga studi kasus kontrol, dan dua studi serangkaian kasus. Kajian itu membandingkan pasien yang diobati dengan kombinasi pengobatan konvensional dan Lianhua Qingwen dengan yang hanya diobati menggunakan pengobatan konvensional. Peneliti ini menyimpulkan bahwa Lianhua Qingwen yang dikombinasikan dengan pengobatan konvensional tampaknya lebih efektif untuk mengobati pasien Covid-19 ringan.
Pakar farmakologi dan farmasi klinis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zullies Ikawati, mengatakan kajian Ming Liu menunjukkan sudah adanya uji klinis terhadap obat tradisional ini, yaitu dengan adanya tiga RCT tersebut. “Kalau kita lihat kajiannya, pengobatannya tidak pernah sendirian. Selalu dikombinasikan dengan obat sintetis,” tuturnya, Rabu, 6 Januari lalu. Salah satu yang diuji adalah kombinasinya dengan obat antivirus Arbidol. Hasil kajian itu mengatakan kombinasi tersebut bisa mempersingkat demam atau menghilangkan salah satu gejala Covid-19.
Zullies tak mengetahui persis komposisinya sehingga tidak bisa memastikan apakah Lianhua Qingwen ini bersifat seperti antivirus atau meningkatkan imunitas. Kalau obat tradisional Cina itu sekarang dipakai untuk pasien Covid-19, dia menilai itu sama seperti Oseltamivir (Tamiflu). “Oseltamivir kalau dilihat secara farmakologi tidak punya target untuk SARS-CoV-2. Tapi nyatanya sekarang dipakai untuk pasien Covid-19,” tuturnya. “Karena belum ada pilihan.”
Yiling Pharmaceutical Co, Selasa, 5 September lalu, menyatakan obatnya memang untuk mengobati gejala pasien Covid-19. Hal itu dikatakan saat mereka mendapat sertifikat pendaftaran obat dari otoritas kesehatan di Kuwait. “Ini pertama kalinya Lianhua Qingwen diberikan izin di negara selain Cina untuk mengobati gejala yang disebabkan oleh kasus Covid-19 ringan dan sedang,” demikian pernyataan dalam siaran pers perusahaan yang berkantor pusat di Shijiazhuang, Hebei, Cina, tersebut.
Zullies menambahkan, seperti halnya obat herbal, Lianhua Qingwen selalu dikombinasikan dengan obat sintetis alias berfungsi sebagai adjuvant, pendamping. Sifatnya membantu penyembuhan. Sebab, efek obat herbal itu lambat, tidak langsung. Zat aktifnya biasanya banyak tapi kadarnya kecil-kecil. Ini berbeda dengan obat sintetis yang zat aktifnya tunggal. “Jadi, kalau obat herbal efeknya lambat, malah normal. Kalau efeknya cepat, kemungkinan sudah ditambahi obat sintetis,” ucapnya.
ABDUL MANAN, NUR ALFIYAH (INTEGRATIVE MEDICINE RESEARCH, YILING.CN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo