Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TATKALA prasangka sudah menyelimuti, dunia akademis pun tak lagi netral. Siapa yang berbeda pendapat mesti didepak. Inilah yang menimpa Norman Finkelstein, 54 tahun, dosen di DePaul University, Chicago, Amerika Serikat.
Pekan lalu, para pemimpin dan guru besar universitas Katolik terbesar di Amerika itu memutuskan tak mengangkat Finkelstein sebagai dosen tetap. Artinya, dalam beberapa bulan, Finkelstein mesti hengkang dari kampus itu. Ia juga masuk daftar hitam, tak boleh lagi berbicara di depan kelas.
Itu bukan karena Finkelstein tak cakap sebagai akademisi. Kuliah-kuliahnya di departemen ilmu politik selalu dijejali mahasiswa. Lima bukunya—antara lain Beyond Chutzpah: On the Misuse of Anti-Semitism and the Abuse of History dan The Holocaust Industry: Reflections on the Exploitation of Jewish Suffering—laris manis. Sang dosen ditendang karena dianggap melukai perasaan orang Yahudi. Mehrene Larudee, dosen hubungan internasional yang gigih membela Finkelstein, ikut dipecat.
Keputusan ini diambil lewat perdebatan panjang di kalangan guru besar universitas Katolik dan komunitas Yahudi Amerika. Salah satu penentang terbesar Finkelstein adalah Alan Dershowitz. Guru besar ilmu hukum Harvard University inilah yang melobi para guru besar, alumnus, dan pemimpin DePaul supaya memecat Finkelstein. Menurut Dershowitz, koleganya itu adalah ahli ilmu politik yang ”paling banyak dosa akademiknya, penuh kebohongan dan penyimpangan.”
Tulisan-tulisan Finkelstein selama ini memang banyak membahas Yahudi, Israel, dan holocaust. Menurutnya, orang Yahudi memanfaatkan holocaust untuk mengeruk keuntungan ekonomi dan politik di masa kini. Ia juga rajin mengkritik kebijakan politik Israel yang menyengsarakan Palestina—yang oleh penentangnya dianggap sebagai dukungan bagi kelompok teroris anti-Yahudi.
Sebenarnya Finkelstein sendiri orang Yahudi asli. Ayah dan ibunya lahir dan besar di Warsawa, Polandia. Keduanya adalah korban yang masih hidup saat keluar dari kamp konsentrasi Nazi di Warsawa dan Auschwitz semasa Perang Dunia II. Pengalaman orang tuanya inilah yang membuat Norman muda tertarik menulis tentang kaumnya sendiri.
Dari Polandia, keluarga Finkelstein bedol desa ke Kota New York, Amerika. Finkelstein menyelesaikan studi magister dan doktor ilmu politiknya di Princeton University. Disertasi doktornya bertema Zionisme—tulisan ilmiah pertamanya yang memicu kontroversi dan konflik di kalangan kampus. Sebelum tiba di DePaul, ia telah mengajar di Rutgers University, New York University, dan Brooklyn College.
Tulisan-tulisannya bagai membakar orang Yahudi. Media-media Israel bak berlomba mengutuk Finkelstein. Menurut Israel National News, ”Finkelstein membangun karier dengan cara memfitnah korban holocaust, menuduh orang Yahudi sebagai pembohong, dan mendukung teroris anti-Yahudi.”
Koran lain di Israel mendukung pemecatan itu. Mereka malah mempertanyakan mengapa orang seperti Finkelstein dulunya bisa masuk institusi kampus yang terkait dengan gereja dan berkomitmen penuh pada standar etika Katolik.
Kalangan akademisi tersentak dengan keputusan pemberhentian Finkelstein, yang dianggap sebagai ancaman bagi kebebasan intelektual. Pendukung Finkelstein antara lain ahli politik terkemuka Noam Chomsky, sejarawan holocaust Raul Hilberg, dan sejarawan Israel, Avi Shlaim.
Dukungan juga datang dari para mahasiswa. Rabu pekan lalu, mereka menggelar aksi demonstrasi di depan gedung pemimpin DePaul dengan membawa petisi yang diteken 700 mahasiswa. Mereka menentang pemberhentian Finkelstein dan Larudee serta mendukung kebebasan akademis di lingkungan kampus. Pihak universitas tak goyah: ”Kami tak akan mengevaluasi keputusan ini,” kata Presiden DePaul University Dennis Holtschneider.
Finkelstein tampaknya tak terlalu galau. ”Mereka mungkin bisa melarang saya mengajar, tapi tak bisa menghentikan saya mengungkap kebenaran.” Ia memetik pelajaran berharga dari pengalaman ayah-ibunya yang lolos dari maut di kamp penyiksaan Nazi pada saat yang lain tewas. ”Jika mereka bisa bertahan, saya pasti bisa!”
Andari Karina Anom (Israel National News, New York Times, The Guardian)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo