Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Wakil Presiden Filipina Sara Duterte terancam dimakzulkan.
Sara diduga telah melakukan korupsi dan dituduh hendak membunuh Presiden “Bongbong” Marcos.
Perjalanan politik Sara mirip dengan kemunculan Gibran Rakabuming Raka.
WAKIL Presiden Filipina Sara Zimmerman Duterte-Carpio kini seperti pemimpin dalam pelarian. Perempuan 46 tahun itu tak lagi bekerja di kantor resminya di Cybergate Plaza, Manila, tapi di kantor-kantor satelit yang dia dirikan di kota-kota lain. Saat menanggapi tuduhan ancaman pembunuhan terhadap Presiden Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr, dia menggelar konferensi pers di kantor satelitnya di Kota Zamboanga, Mindanao, jauh di selatan negeri itu—hampir dua jam perjalanan udara dari Ibu Kota Manila—pada Rabu, 27 November 2024. Kantor kecil ini terjepit di antara jejeran rumah toko di sepanjang Jalan Veterans.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami sudah mencapai titik yang tidak bisa kembali,” kata Sara mengenai perseteruannya dengan Bongbong dalam konferensi pers yang disiarkan berbagai media. “Mereka benar-benar ingin menyingkirkan saya dari jabatan saya,” ucap putri mantan presiden Rodrigo Duterte itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sara sekarang bagai telur di ujung tanduk. Dia sedang diselidiki oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam kasus korupsi. DPR juga mempertanyakan pendirian kantor satelitnya yang menghabiskan separuh anggaran wakil presiden 2023 dan 2024 tapi tak tercantum dalam mata anggaran yang disetujui Kongres.
Sara juga dituduh menyewa orang untuk membunuh Presiden. “Saya telah berbicara dengan seseorang dan saya berkata, 'Jika saya terbunuh, bunuh saja Bongbong, (Ibu Negara) Liza Araneta, dan (Ketua DPR) Martin Romualdez.' Ini tidak bercanda,” ujarnya dalam siaran pers pada Sabtu, 23 November 2024. “Saya bilang, ‘Jangan berhenti sampai kau membunuh mereka’, dan dia berkata, ‘Ya’.”
Sara mengklaim Romualdez ingin dia mati dan pembunuhan itu akan dilakukan di luar kompleks DPR. Romualdez membantah tuduhan itu. Romualdez adalah sepupu Bongbong dan berminat mencalonkan diri pada pemilihan presiden 2028, yang artinya akan bersaing dengan Sara, yang juga berencana maju sebagai calon presiden.
Dalam hukum Filipina, pernyataan Sara itu dapat dianggap sebagai tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara dan denda. Pernyataan itu telah membuat gusar Presiden Bongbong. “Ada penggunaan kata-kata kasar dan ancaman untuk membunuh sebagian dari kami secara sembrono,” ucapnya dua hari kemudian. “Saya akan melawan mereka,” ujarnya.
Komando Pasukan Keamanan Presiden telah memperkuat protokol keamanan Presiden dan keluarganya. “Kami menganggap ini sebagai masalah keamanan nasional dan akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk memastikan keselamatan Presiden,” kata mereka dalam pernyataan yang disiarkan Kantor Kepresidenan.
Ancaman Sara itu disampaikan setelah Kepala Staf Wakil Presiden Zuleika Lopez ditahan polisi pada Rabu, 20 November 2024, karena menghalangi penyelidikan Komisi DPR untuk Pemerintahan yang Baik dan Akuntabilitas Publik terhadap dugaan korupsi Sara. Selama menjadi wakil presiden dan Menteri Pendidikan, Sara diduga telah mencairkan dana rahasia sebesar 612,5 juta peso atau sekitar Rp 167,6 miliar. Penyelidikan ini dapat berujung pemakzulan Sara.
Situasi saat ini adalah puncak perseteruan Marcos dengan Duterte—dua dinasti politik terbesar di Filipina. Keduanya sebenarnya pernah bersekutu dalam pemilihan umum 2022 dengan mengajukan Bongbong sebagai calon presiden dan Sara sebagai calon wakil presiden. Mereka menang besar, tapi kemudian koalisi itu pecah.
Kepala Departemen Ilmu Politik De La Salle University, Filipina, Ronald D. Holmes mengatakan aliansi Sara dan Bongbong selama pemilihan umum itu pada dasarnya pragmatis untuk meraih kemenangan. Setelah pemilu, minat Sara untuk memimpin Departemen Pertahanan—keinginan yang telah dia sampaikan kepada Bongbong selama kampanye—tidak dikabulkan. Sebaliknya, Holmes menjelaskan, Sara justru ditugasi di Departemen Pendidikan.
Dinasti politik Marcos dan Duterte telah mendominasi politik Filipina, terutama karena nama besar Rodrigo Duterte dan Ferdinand Marcos, bapak Bongbong dan diktator yang dijatuhkan melalui gerakan rakyat pada 1986. Namun, menurut Holmes, posisi wakil presiden membuat Sara kurang berkuasa. “Secara konstitusional wakil presiden tidak memegang kewenangan formal kecuali didelegasikan secara khusus oleh presiden,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada Tempo pada Senin, 2 Desember 2024.
Holmes memperkirakan konflik Sara-Bongbong akan terus berlanjut tanpa resolusi. Dia merujuk pada sikap Bongbong yang akan menghadapi ancaman apa pun dari Sara. Di sisi lain, para pendukung Sara telah mengintensifkan seruan agar Bongbong mengundurkan diri, meskipun keluarga Duterte belum mampu memobilisasi dukungan akar rumput yang substansial untuk itu. Holmes memperkirakan perpecahan politik yang terjadi di kalangan elite politik ini akan makin parah setelah pemilihan paruh waktu pada 2025 hingga pemilihan presiden 2028.
Richard Javad Heydarian, pakar politik dan hubungan internasional University of the Philippines Diliman, menunjukkan kemiripan situasi Filipina dengan Indonesia. Dia membandingkan kepemimpinan Bongbong-Sara dengan Presiden RI Prabowo Subianto-Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Joko Widodo dan Duterte, dia mengungkapkan, sama-sama ingin melanjutkan kekuasaan lewat keturunan mereka melalui kerja sama dengan dinasti politik lain yang juga kuat. Sebagaimana Duterte memasangkan Sara dengan Bongbong, Jokowi mendorong putranya, Gibran, mendampingi Prabowo. Heydarian menyebut kondisi Indonesia jauh lebih kontroversial karena melibatkan campur tangan putusan Mahkamah Konstitusi, yang membuat Gibran, yang sebenarnya usianya belum mencukupi untuk menjadi calon wakil presiden, dapat maju.
Gibran, Heydarian menambahkan, pernah menjadi Wali Kota Surakarta seperti Jokowi dan Sara pernah menjabat Wali Kota Davao, kursi yang sebelumnya dipegang Duterte. “Sara menjadi politikus provinsi yang melambung ke puncak kekuasaan berkat nama ayahnya dan berkat koalisi dengan keluarga Marcos,” kata penulis buku The Rise of Duterte: A Populist Revolt against Elite Democracy itu kepada Tempo.
Menurut Heydarian, mulanya keluarga Duterte berpikir Bongbong hanya akan menjadi pemimpin seremonial, sedangkan kekuasaan sebenarnya berada di tangan Sara. Namun keadaan berbalik ketika Bongbong menunjukkan kekuasaannya. “Dia menolak menunjuk Sara sebagai Menteri Pertahanan dan mulai dengan cepat mencabut beberapa kebijakan Duterte yang paling kontroversial, termasuk perang terhadap narkotik,” ujarnya.
Rodrigo Duterte menjadi sasaran penyelidikan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dalam kasus pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran hak asasi manusia dalam program pemberantasan narkotik di masa pemerintahannya. Duterte menentang penyelidikan ICC dan bahkan di masa pemerintahannya Filipina mundur dari keanggotaan Statuta Roma, yang menjadi dasar ICC. Namun Bongbong malah mengizinkan penyelidik ICC masuk ke negeri itu dan melanjutkan penyelidikan.
Heydarian menyatakan, jika sedikit lebih tegas dan punya bukti soal kasus korupsi yang menjerat keluarga Duterte, Bongbong dapat mendorong pemakzulan Sara. Apalagi jika Bongbong mendorong ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Duterte, hal itu dapat menimbulkan masalah besar bagi dinasti Duterte.
Sejauh ini Bongbong menganggap upaya pemakzulan Sara hanya membuang-buang waktu. Keributan sekarang, dia mengungkapkan, hanya “badai di dalam secangkir teh”.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Iwan Kurniawan berkontribusi dalam tulisan ini.