Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Pengantar Perang Dingin II

Perang Dingin tak sepenuhnya usai. Rusia sukses menguji rudal balistik baru—suatu penolakan atas rencana penempatan antirudal Amerika di Eropa.

18 Juni 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Presiden Rusia Vladimir Putin membuktikan ancamannya. Rusia mengumumkan keberhasilannya meluncurkan rudal balistik baru, Selasa pekan lalu. Peluru kendali dengan multi-hulu-ledak yang diberi nama RS-24 itu ditembakkan dari wilayah timur laut Arkhangelsk dan menghantam sasarannya sejauh 6.000 kilometer di Semenanjung Kamchatka.

”Jadi, dari sudut pandang pertahanan dan keamanan, Rusia dapat melihat masa depan dengan tenang,” kata Wakil Perdana Menteri Pertama yang juga bekas Menteri Pertahanan, Sergei Ivanov.

Inilah tindakan nyata Presiden Putin setelah ribut dengan Presiden Amerika Serikat George W. Bush menyangkut rencana penempatan roket antirudal balistik Amerika di Polandia dan perangkat radarnya di Republik Cek. Rencana itu membuat berang Putin—karena sama saja dengan menempatkan rudal persis di depan pintu Rusia.

Menurut analis militer Alexander Golt, uji coba rudal Rusia itu adalah bagian tekanan besar pemerintah Rusia untuk mengimbangi kekuatan rudal strategis Amerika. ”Tujuan utama politik militer pemimpin Rusia sekarang adalah memperoleh keseimbangan dengan Amerika Serikat,” katanya.

Putin memang konfrontatif. Ketika kritik pedasnya dia sampaikan terhadap kebijakan luar negeri Amerika pada konferensi keamanan di Muenchen, Jerman, Februari lalu, banyak politisi menggambarkannya sebagai pidato paling anti-Barat yang pernah dilakukan pemimpin Rusia setelah Perang Dingin. ”Hari ini kita menjadi saksi untuk penggunaan kekuatan dalam hubungan internasional yang mencemplungkan dunia ke dalam jurang konflik permanen,” katanya. Menurut Putin, Amerika Serikat telah melangkah keluar dari perbatasan nasionalnya dan dalam segala cara mengancam keamanan negara lain. ”Ini sangat berbahaya,” ujar Putin.

Tapi pikiran Bush dan kawan-kawan berbeda. Mereka membayangkan konflik Iran-Barat, dan rudal Iran tanpa ampun lagi akan menjangkau negara-negara sekutu Amerika di Eropa.

Opini publik di Polandia dan Republik Cek sangat menentang rudal pertahanan itu karena mereka tidak percaya negeri mereka akan menjadi sasaran rudal Iran. Yang lebih mengkhawatirkan, mereka percaya partisipasi negara mereka justru hanya akan menjadi target Rusia. Koalisi Partai Sosial Demokrat di Jerman pun mengecam rencana Amerika itu karena hanya akan meningkatkan suhu perang dingin di Eropa.

Putin memperingatkan, Moskow akan melakukan langkah pembalasan, termasuk kemungkinan menjadikan kembali Eropa sasaran rudal Rusia, jika pemerintah Washington memaksakan rencananya. Menurut Putin, Amerika memanfaatkan situasi yang rumit untuk meluaskan basis militernya di dekat perbatasan Rusia. ”Jika ini bagian strategi nuklir Amerika di Eropa, kami harus meresponsnya,” kata Putin.

Menurut pejabat Rusia, rencana—menggelar roket antirudal—yang kelihatannya seperti proyek kecil itu merupakan awal sesuatu yang lebih besar. Rencana itu dapat dikembangkan untuk melawan rudal Rusia yang setiap saat bisa dihancurkan saat diluncurkan.

Tapi Gedung Putih berkilah, penempatan sistem antirudal di wilayah Eropa Timur itu tidak dimaksudkan untuk mengancam Rusia. Sehingga tidak perlu membuat Putin bereaksi berlebihan. ”Perang Dingin telah berakhir. Rusia bukan musuh kami,” kata Bush.

Menurut Bush, Putin seharusnya tak perlu takut dengan sistem pertahanan rudal Amerika. Apalagi, kata penasihat keamanan Gedung Putih, Steve Hadley, sistem rudal pertahanan Amerika itu tak punya kemampuan berarti terhadap rudal balistik antarbenua Rusia. ”Ini semuanya soal Iran,” katanya.

Ya, Iran dan Korea Utara, yang digolongkan Amerika sebagai negara ”Poros Setan”. Menurut analisis lembaga pemikir keamanan Amerika, Ancaman Inisiatif Nuklir, Iran akan meningkatkan kemampuan rudal balistiknya untuk menghadapi tetangganya, Israel, dan pasukan Amerika yang ditempatkan di Timur Tengah.

Iran juga dipercaya sedang mengembangkan kemampuan rudal balistiknya untuk mencapai Eropa bagian selatan, Afrika Utara, serta Asia Selatan mulai 2005 hingga 2010 dan mungkin mencapai Amerika pada 2015. Sedangkan Korea Utara sudah lama dituduh Amerika punya rudal yang mampu mencapai Alaska dan pantai timur Amerika.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov membantah potensi ancaman rudal Iran dan Korea Utara. Kedua negara itu, tak punya rudal yang harus ditembak jatuh Amerika. ”Kita sedang berbicara tentang sistem antirudal yang ditujukan terhadap sesuatu yang tidak ada. Ini kan lucu,” katanya. Menurut Lavrov, seharusnya negara di Eropa bergabung untuk melawan ancaman yang nyata, bukan ancaman hipotetis.

Tapi, menurut pengamat, pertengkaran Amerika-Rusia ini lebih merupakan keributan politik tinimbang soal militer. Buktinya, Bush dan negara Uni Eropa rajin mengecam praktek demokrasi dan pelanggaran hak asasi di Rusia. ”Reformasi yang dijanjikan untuk menguatkan rakyat telah digelincirkan, dengan menimbulkan masalah pada pembangunan demokrasi (di Rusia),” katanya. Putin memang dikritik negara Barat atas catatan hak asasinya yang jeblok. Komentar Bush ini membuat Vladimir Putin semakin berang. ”Amerika Serikat hari ini adalah pelanggar utama kebebasan dan hak asasi dalam skala global,” ujarnya membalas.

Putin, dengan latar belakang lembaga yang mewakili kekuasaan rezim Uni Soviet, sejatinya bukanlah pemimpin Rusia yang dengan senang hati berdamai dengan negara Barat. Putin pernah menjadi agen rahasia KGB, yang menjadi salah satu pilar kekuasaan rezim Uni Soviet. Tapi, setelah Soviet roboh, ia menjadi presiden menggantikan Boris Yeltsin. Putin menyodorkan realitas baru: Rusia yang mau tak mau mengakomodasi tuntutan negara Barat.

Putin kecewa. Rusia bisa mempertahankan hubungan manis dengan Amerika hingga lima tahun lalu ketika keduanya bersatu melawan terorisme. Tapi kepercayaan Rusia secara bertahap menghilang karena Rusia merasa diakali Amerika. Padahal, di mata Putin, Rusia telah melakukan apa saja untuk Barat dan Amerika. Putin memindahkan pangkalan militer dari Vietnam, menutup stasiun radar di Kuba, dan tidak menentang pembukaan pangkalan militer Amerika di Asia Tengah.

Namun Rusia percaya bahwa semua upaya yang sudah dilakukan untuk Barat dan Amerika hanya menghasilkan revolusi oranye di Ukraina, pertengkaran dengan Georgia, pergolakan di Chechnya. Serta penyusupan aktivis LSM ke negara yang tergabung dalam Federasi Rusia, guna membakar bara separatisme. Keputusan NATO memasukkan negara blok Uni Soviet, bahkan negara bekas Uni Soviet, menimbulkan perasaan ditipu di antara banyak warga Rusia. Banyak juga warga Rusia berpendapat, NATO sebagai institusi Perang Dingin seharusnya sudah dihapus. Kini ada soal penempatan sistem rudal pertahanan Amerika.

”Dia merasa diperalat,” ujar Fyodor Lukyanov, editor jurnal masalah luar negeri Rusia, tentang Putin. Menurut Lukyanov, kini Putin merefleksikan pandangan semua negara yang mengepalkan tangan anti-Amerika. Bekas Presiden Uni Soviet, Mikhail Gorbachev, pun menyalahkan Presiden Bush atas ketegangan hubungan Barat dengan Rusia. ”Rusia sudah siap bersikap membangun, tapi Amerika mencoba mendepak Rusia dari diplomasi global,” katanya.

Ancaman Presiden Vladimir Putin menjadikan Eropa sebagai sasaran rudal menunjukkan permusuhan Rusia-Barat belumlah usai. Permusuhan ini akan menjadi satu bagian permainan diplomasi dunia. Perang Dingin tampaknya tak benar-benar berakhir.

Raihul Fadjri (BBC, NY Times, Reuters, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus