Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pita Limjaroenrat, pemimpin partai reformis yang menang telak dalam pemilu Thailand, pada Kamis 18 Mei 2023 mengumumkan delapan partai telah setuju untuk membentuk pemerintahan koalisi Thailand dengan dia sebagai perdana menteri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Partai Move Forward Pita Limjaroenrat mengatakan dalam konferensi pers bahwa koalisi yang diusulkan akan memiliki 313 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, mayoritas dari 500 kursi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Pesan utama dari konferensi pers hari ini adalah untuk meyakinkan publik bahwa koalisi saya telah terbentuk dengan kuat,” kata Pita, seorang pengusaha lulusan Universitas Harvard. “Ada momentum, ada kemajuan dan kami juga memiliki peta jalan yang sangat jelas mulai hari ini hingga saya menjadi perdana menteri.”
Terlepas dari dukungan yang luar biasa, ada ketakutan di antara pendukung koalisi bahwa lawan militer Pita dapat menggunakan Senat, yang anggotanya ditunjuk militer, untuk memblokirnya dari jabatan.
Di bawah konstitusi Thailand yang dirancang di bawah kekuasaan militer setelah kudeta 2014, majelis rendah dan Senat, dengan 250 kursi, harus bersepakat untuk memilih perdana menteri baru. Semua senator ditunjuk oleh para jenderal yang mengambil alih kekuasaan setelah kudeta.
Karena pemungutan suara bersama, pemenang pemilihan Minggu tidak pasti akan mengambil alih kekuasaan.
Aliansi pada Kamis menambahkan dua anggota partai lagi dan tiga kursi. Namun, tampaknya jumlah ini masih kurang dari 376 suara yang dibutuhkan dari total 750 anggota legislatif bikameral untuk memilih perdana menteri baru untuk membentuk pemerintahan.
Pemilih muda sangat tertarik dengan kebijakan Move Forward, termasuk usulan amendemen hukum lese-majeste Thailand yang keras, di mana mengkritik monarki dapat dihukum hingga 15 tahun penjara.
Sekitar 200 orang telah didakwa dalam beberapa tahun terakhir, banyak dari mereka bagian dari gerakan protes yang dipimpin pemuda.
Para kritikus mengatakan undang-undang itu sering disalahgunakan untuk menghukum para pengkritik pemerintah. Konservatif yang menganggap institusi kerajaan itu sakral sangat menentang amendemen apa pun.
Pita, 42 tahun, mendapat pukulan pada Rabu ketika partai yang berada di tempat ketiga, Partai Bhumjaithai, mengatakan tidak akan mendukung perdana menteri mana pun yang mendukung perubahan atau penghapusan undang-undang yang penghinaan monarki. Bhumjaithai berpotensi mengubah situasi dengan perolehan 70 kursinya.
Ditanya tentang deklarasi Bhumjaithai, Pita berkata, “Itu urusan mereka. Kedelapan partai memiliki posisi dan kejelasan.”
Publik Lelah dengan Kudeta
Pemimpin Partai Move Forward, Pita Limjaroenrat berbicara kepada media usai pertemuan dengan mitra koalisi di Bangkok, Thailand, 18 Mei 2023. REUTERS/Athit Perawongmetha
Pita mengatakan rencananya untuk menjabat, termasuk tim untuk menyelesaikan perbedaan di antara para pihak dan "memastikan ada kelanjutan kekuasaan, meminimalkan risiko serta mengurangi faktor destabilisasi yang dapat merusak negara atau ekonomi atau pasar keuangan".
Agenda progresif Move Forward bergema dengan kebosanan publik selama sembilan tahun di bawah pemerintahan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, yang memimpin kudeta 2014 sebagai panglima militer.
Partai itu menikmati lonjakan dukungan sebelum pemilihan pada Minggu, mendorongnya menjadi partai terbesar di badan legislatif dengan 151 kursi. Partai Persatuan Bangsa Thailand pimpinan Prayuth hanya merebut 23 kursi DPR.
Move Forward menyisihkan partai oposisi lain, Pheu Thai, yang bersekutu dengan mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra yang populer, yang digulingkan dalam kudeta 2006.
Pemimpin Pheu Thai Cholanan Srikaew menjanjikan dukungan untuk Pita sebagai perdana menteri dan untuk Move Forward untuk membentuk pemerintahan baru.
Semua senator memilih Prayuth sebagai perdana menteri setelah pemilihan 2019, memungkinkan dia untuk tetap menjabat meskipun Pheu Thai menang dalam pemilihan tersebut.
Beberapa senator telah mengatakan mereka tidak akan mendukung Pita sebagai perdana menteri karena mereka menentang perubahan apa pun pada undang-undang lese-majeste, yang dikenal sebagai Pasal 112.
“Saya tegaskan kami ingin melindungi monarki tetapi juga tidak mengizinkan 112 digunakan untuk merugikan orang lain,” kata Sudarat Keyuraphan, pemimpin Partai Thai Sang Thai, yang merupakan bagian dari koalisi Pita.
Dia mengatakan setiap partai dalam koalisi memiliki sikap hukum yang berbeda. “Kita harus membicarakan pasal ini serta semua kebijakan lainnya,” katanya.
Pita mengatakan para pihak akan menandatangani nota kesepahaman minggu depan untuk menciptakan pemahaman bersama tentang bagaimana mereka akan bekerja sama sebagai pemerintah.
Dia juga menepis kasus tertunda yang diajukan ke komisi pemilihan yang berusaha mendiskualifikasi dia atas saham yang diduga dia pegang di sebuah perusahaan media.
"Saya tidak khawatir. … Saya mengerti ada banyak dimensi dalam politik,” kata Pita. "Sebagai figur publik, saya bisa menerima penyelidikan."
REUTERS | AL JAZEERA