Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Dilema Turki di Kobane

Turki akhirnya bersedia turun tangan di Kobane. Konflik laten Kurdi di dalam negeri dan sikap Amerika yang condong membela rezim Assad di Suriah membuat dukungannya tak sepenuh hati.

27 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warga Kobane bisa sedikit berharap setelah lebih dari sebulan kawasan di utara Suriah dekat perbatasan Turki ini dilanda pertempuran hidup-mati antara warga setempat dan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Amerika Serikat sepakat memasok bantuan dan senjata. Turki bersedia membuka gerbangnya untuk memasukkan orang-orang Peshmerga—pasukan Kurdi di Irak utara—ke Kobane. "Kami sama sekali tak berharap Kobane jatuh ke kelompok militan ISIS," kata Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu, Senin pekan lalu.

Cavusoglu juga menegaskan bahwa Turki bekerja sama penuh dengan koalisi internasional yang dipimpin Amerika untuk mengatasi merajalelanya ISIS. Hingga pertengahan Oktober, banyak yang khawatir kota yang sejak 2012 dikuasai milisi Kurdi Unit Perlindungan Rakyat (YPG) itu segera jatuh ke tangan pasukan Abu Bakar al-Baghdadi. "Serangan udara Amerika menguntungkan kami, tapi Negara Islam (nama ISIS kini) membawa tank dan artileri dari timur," ujar Kepala Dewan Pertahanan Kobane, Esmat al-Sheikh.

Para pemimpin Kurdi di Suriah pun berteriak meminta bantuan. Tapi, hingga dua pekan lalu, pemerintah Turki tetap menolak ikut memasok senjata dan relawan. "ISIS mendapat suplai dan pasukan, sementara Turki mencegah Kobane mendapat amunisi. Jadi meskipun ada perlawanan, kalau keadaan tetap seperti ini, pasukan Kurdi hanya akan seperti mobil tanpa bahan bakar," kata Rami Abdelrahman dari Syrian Observatory for Human Rights, organisasi yang memonitor konflik di Suriah.

Panasnya konflik Kobane menjalar ke Turki. Maklum, di Turki ada sekitar 15 juta orang Kurdi atau seperlima dari total penduduk. Warga Kurdi di Diyarbakir, Turki bagian tenggara, misalnya, berdemonstrasi memprotes Presiden Recep Tayyip Erdogan, yang menyatakan Kobane segera jatuh. Namun para pemrotes malah diserang aparat keamanan. Lebih dari 30 orang tewas dalam kekerasan tersebut. "Ini mengingatkan kami pada periode gelap pada 1990-an, ketika militer mengawasi gerakan kami, kemudian memukuli dan menangkapi orang-orang Kurdi," ujar Abdullah Demirbas, mantan wali kota di Diyarbakir.

Amerika Serikat pun turut membujuk Turki, tapi tak membuahkan hasil. Meski jengkel, Amerika tetap bersikap diplomatis. Menurut Menteri Luar Negeri John Kerry, Amerika memahami kesulitan yang dihadapi Ankara. Namun secara moral sulit diterima kalau mereka hanya berdiam diri, tidak membantu kelompok penentang ISIS di Kobane. "Tindakan yang tidak bertanggung jawab, juga secara moral sulit diterima, kita membiarkan masyarakat memerangi ISIS sendirian," katanya.

Namun upaya membujuk terus dilakukan. Presiden Barack Obama menelepon Presiden Erdogan untuk memberi tahu rencana Amerika memasok senjata ke komunitas Kurdi di Suriah. Amerika juga mengirim utusan untuk koalisi anti-ISIS, Jenderal John Allen, ke Ankara. "Kami berbicara dengan pemerintah Turki untuk menjelaskan bahwa ini bukan pergeseran kebijakan Amerika Serikat. Ini momen krisis, sebuah keadaan darurat," ucap Kerry saat berada di Indonesia, pekan lalu.

Akhirnya Turki mengumumkan pergeseran sikap, meskipun belum seperti yang diharapkan. Ankara baru membolehkan pasukan Peshmerga melewati tanahnya untuk menuju Kobane. Sedangkan tuntutan lain Turki juga memberi lampu hijau, di antaranya membuka pintu untuk warga Kurdi Turki menyeberang ke Kobane dan mengirim tentara ke Kobane. Menurut Mevlut Cavusoglu, sangat tidak realistis berharap Turki sendirian melakukan operasi darat.

l l l

Keputusan Ankara yang diumumkan pekan lalu bukan hal mudah. Menurut mantan juru bicara komite hubungan internasional parlemen Turki yang kini menjadi peneliti di Center for American Progress di Washington, Suat Kiniklioglu, ada dua penyebab keengganan Turki turun tangan di Kobane. Pertama, masalah Ankara dengan koalisi pimpinan Amerika yang belum satu suara. "Problem utama adalah perbedaan soal prioritas: Presiden Suriah Bashar al-Assad atau ISIS," katanya. "Ankara ingin tahu apa visi Amerika di Irak dan Suriah." Mantan anggota parlemen ini melanjutkan, Turki menginginkan koalisi anti-ISIS diperluas mandatnya, termasuk penyingkiran Presiden Assad.

Alasan kedua, mereka harus menyokong milisi Kurdi Unit Perlindungan Rakyat (YPG). Kelompok yang berafiliasi dengan Partai Buruh Kurdi (PKK) ini sejak 1984 melakukan pemberontakan terhadap Ankara. Baik Turki, Amerika, maupun Uni Eropa memasukkan YPG ke daftar organisasi teroris. "Bagi kami, PKK sama dengan ISIS," ujar Presiden Erdogan. "Amerika Serikat, teman kami dan sekutu di NATO, salah bila berbicara terbuka dan berharap kami menyetujui sokongan terhadap organisasi teroris."

Selain dua alasan tersebut, Turki sebenarnya khawatir jika komunitas Kurdi berkuasa. "Seperti Negara Islam, PYD (Partai Persatuan Demokratik, yang merupakan sayap politik Unit Perlindungan Rakyat) ingin menguasai wilayah tertentu di Suriah," ucap Cavusoglu.

PYD memang telah menyatakan diri menguasai wilayah Kobane, yang merupakan bagian dari Provinsi Aleppo, pada 2012. Mereka ingin membangun Kurdistan Suriah. Ankara pun khawatir, bila Kurdi Suriah menang, masyarakat Kurdi di Turki akan tertular melakukan hal yang sama. Meskipun begitu, pemimpin PKK yang kini berada di penjara, Abdullah Ocalan, telah menyatakan pihaknya tak lagi menginginkan negara Kurdi yang merdeka dan proses perdamaian masih berjalan.

Bahkan Turki sempat menyatakan kekhawatirannya bila perlengkapan militer bantuan Amerika nantinya akan jatuh di tangan kelompok pemberontak Kurdi di Turki. "Apa pun senjata yang diberikan ke YPG, pejuang Suriah di Kobane, akan berakhir di tangan PKK," kata pejabat senior Turki.

Selain itu, Turki cemas terhadap balas dendam ISIS bila membantu PYD karena diyakini ada sel-sel kelompok Al-Baghdadi di wilayahnya. Dua pekan lalu, seorang anggota milisi ISIS mencoba menculik komandan pemberontak moderat Suriah, Abu Issa, di Kota Suruc. Tindakan ini terjadi tak lama setelah komandan brigade Thuwa Raqqa itu bertemu dengan pejabat Turki yang setuju membantu senjata dan melatih anggota milisi.

Di sisi lain, Turki bimbang, kalau hanya berdiam diri, ISIS menang. Apabila Kobane jatuh ke tangan ISIS, Turki akan menerima luapan pengungsi, yang berarti banjir masalah. Bisa juga ISIS membonceng untuk menyeberang beroperasi di Turki.

Selain itu, Ankara harus kembali berdarah-darah berurusan dengan komunitas Kurdi, yang beberapa tahun terakhir sebenarnya sudah membaik. Pemerintah telah melonggarkan pembatasan atas warga Kurdi, misalnya membolehkan pendidikan bahasa Kurdi, bahkan menawarkan otonomi lebih luas.

Komunitas Kurdi, menurut Saut Kiniklioglu, bisa jadi akan semakin susah dikontrol, terutama faksi-faksi garis kerasnya. "Kalau Kobane jatuh, semua yang telah dipertaruhkan lepas. Itu mungkin akan berarti ber­akhirnya proses damai," ujarnya.

Abdullah Dermibas menegaskan kekhawatiran Kiniklioglu. "Kalau Kobane jatuh, Turki akan memasuki masa kegelapan," katanya. "Dan kami akan terpaksa, sekali lagi, angkat senjata melawan."

Akhirnya Ankara memang sepakat membantu. Namun warga Kobane mengharapkan bantuan tambahan. "Pengiriman senjata tidak cukup untuk memenangi pertempuran. Kami pikir pertempuran Kobane tidak akan berakhir cepat. Pasukan Negara Islam masih kuat dan bertekad menduduki Kobane," ucap juru bicara YPG, Redur Xelil.

Purwani Diyah Prabandari (Foreign Policy, New York Times, The Telegraph, Defence News, Newsweek)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus