SETELAH melewati negosiasi yang alot, persetujuan baru mengenai pangkalan militer Amerika Serikat di Teluk Subic dan Clark, Filipina, akhirnya tercapai juga. Kesepakatan perpanjangan selama dua tahun -- dicapai kedua negara setelah perundingan memakan waktu enam bulan ditandatangani Menteri Luar Negeri Amerika George Shultz dan Menteri Luar Negeri Filipina Raul Manglapus di Washington, Senin pekan ini. Dengan kesepakatan itu, masa sewa pangkalan militer terbesar Amerika di kawasan Pasifik akan berakhir 1991. Berapa sewa yang digaet Filipina untuk perpanjangan itu? Ternyata, Amerika hanya membayar 481 juta dolar per tahun untuk kedua pangkalan itu. Sedangkan harga yang dipasang Filipina sebesar 1,2 milyar dolar per tahun. Pemerintahan Presiden Cory Aquino menaikkan sewa itu karena beban utang luar negeri mereka sudah mencapai 28,95 milyar dolar, dan perlu diangsur. Amerika menganggap "todongan" harga itu terlalu tinggi. Sewa sebelumnya cuma 180 juta dolar per tahun. Sebagai imbuhan, Amerika menawarkan pengurangan sejumlah rintangan perdagangan antara kedua negara dan janji membeli barang-barang produksi Filipina untuk pangkalan-pangkalan militer Amerika di seluruh dunia. Selain itu, Amerika juga menyatakan akan mempercepat pengeluaran bantuan ekonomi bagi Filipina untuk tahun fiskal 1988, yang sempat tertunda karena konflik soal penggunaannya oleh pemerintahan Aquino. Untuk jangka panjang, Amerika merencanakan meningkatkan perekonomian Filipina, antara lain membentuk Mini Marshall Plan, program bantuan yang melibatkan Jepang dan sejumlah negara Barat. Juru bicara istana kepresidenan Filipina, Teodoro Benigno, menyebut janji peningkatan bantuan Amerika itu "akan menciptakan stabilitas dan membantu memecahkan masalah ekonomi Filipina serta mengamankan investasi." Selama ini, kedua pangkalan militer Amerika mempekerjakan 68.000 tenaga lokal, dan merupakan salah satu sumber pemasukan pemerintah Filipina. Nasib pangkalan militer Amerika di Teluk Subic dan Clark setelah 1991 akan dirundingkan lagi nanti. Diduga, negosiasi baru itu akan lebih sulit mengingat mereka yang menentang kehadiran kedua pangkalan itu makin besar. Bahkan untuk perjanjian yang ditandatangani Menlu Manglapus kemarin saja, banyak yang menentang. Buktinya, hanya beberapa jam setelah berita kesepakatan baru disiarkan, patung Jenderal Douglas Mc Arthur di Pulau Leyte, Filipina, yang selama ini dianggap sebagai lambang keeratan hubungan kedua negara, diledakkan oleh orang-orang tak dikenal. Kuat dugaan, peledakan dilakukan oleh kelompok kiri. Reaksi keras juga muncul dari wakil-wakil rakyat di Senat. Wakil Presiden Salvador Laurel, yang kini memimpin koalisi oposisi, bahkan minta pemerintah membeberkan secara rinci seluruh perjanjian pangkalan militer itu sebelum ditandatangani. "Adakah perjanjian pribadi dalam kesepakatan pangkalan militer itu? Atau pemerintah sudah mengikat tangan kita menghadapi negosiasi di masa depan?" kata Laurel. Senator Rene Saguisag, dari kelompok moderat, menyebut perjanjian baru pangkalan militer itu, "akan memberi keuntungan sementara pada pemerintah." Ia memperingatkan perjanjian serupa di masa depan akan melewati tantangan keras untuk mendapat restu Senat. "Kini, paling-paling cuma delapan senator yang menentang perjanjian itu. Tapi, nanti bisa lebih banyak," ujar Saguisag. Untuk meloloskan sebuah perjanjian, dibutuhkan 2/3 dari 24 suara yang ada di Senat. Berbeda dengan politikus sipil, kalangan militer kedua negara menyatakan kelegaan atas kesepakatan baru itu. "Akan sangat membantu stabilitas Filipina dan wilayah sekitarnya," kata Laksamana William Crowe, Panglima Gabungan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Amerika Serikat. Farida Sendjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini