Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PRESIDEN Korea Selatan Moon Jae-in dan Presiden Korea Utara Kim Jong-un tampak akrab saat bertemu di titik perbatasan dua negara di zona demiliterisasi Panmunjom, Jumat dua pekan lalu. Ini lokasi bersejarah karena merupakan tempat penandatanganan gencatan senjata pada 1953 antara Korea Utara, yang dibantu Cina, dan Korea Selatan, yang didukung Amerika Serikat, untuk mengakhiri Perang Korea.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jong-un melintasi perbatasan dan masuk ke sisi Korea Selatan, sehingga menjadikannya sebagai pemimpin Korea Utara pertama yang menginjakkan kaki ke negara tetangganya. Jae-in dan Jong-un tampak berbicara dengan lancar. Meskipun orang Korea Utara dan Selatan berbicara dalam bahasa yang sama, dialek mereka berbeda. Menurut Voice of America, perbedaan terbesar keduanya adalah pada kekayaan kosakata. Bahasa di Korea Utara dinilai tidak banyak berubah selama setengah abad terakhir, sedangkan Korea Selatan telah menambahkan kata-kata baru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Anda sudah datang ke sisi Korea Selatan. Kapan saya ke Korea Utara?" tanya Jae-in. "Mungkin ini saat yang tepat bagi Anda untuk memasuki wilayah Korea Utara," jawab Jong-un, yang lantas menggandeng Jae-in masuk ke daerah Korea Utara. Setelah itu keduanya bergandengan tangan dan kembali ke sisi Korea Selatan untuk menuju Rumah Perdamaian, gedung pertemuan yang terletak tak jauh dari sana.
Seusai pertemuan selama 30 menit, keduanya menandatangani deklarasi yang menyatakan konflik telah "berakhir" dan akan bekerja mewujudkan Semenanjung Korea tanpa nuklir. "Tidak akan ada lagi perang di Semenanjung Korea, maka era baru perdamaian telah dimulai," demikian pernyataan itu. Kim Jong-un menyebut Korea "dihubungkan oleh darah sebagai keluarga dan rekan yang tidak bisa hidup terpisah".
Deklarasi tersebut juga memuat rencana pengurangan risiko militer dan bersepakat "menghentikan semua tindakan bermusuhan terhadap satu sama lain". Perjanjian itu secara khusus menyebutkan penghentian siaran propaganda melalui pengeras suara di perbatasan kedua negara. Jong-un juga mengatakan kesediaannya meninggalkan program nuklirnya jika Amerika mengakhiri sikap permusuhannya dan tidak akan menyerang Korea Utara.
Selasa pekan lalu, Korea Selatan mulai membongkar pengeras suara besar yang digunakan untuk menyiarkan siaran anti-Pyongyang dan lagu-lagu K-pop dari perbatasannya. Propaganda dari Utara di masa lalu biasanya berisi pesan anti-Selatan dan memuji sistem politiknya sendiri. Media Korea Selatan pekan lalu melaporkan bahwa Seoul mendeteksi tanda-tanda Pyongyang mengambil langkah yang sama.
Pertemuan dua pemimpin Korea itu bukan yang pertama sejak dua negara mengakhiri perang. Presiden Korea Selatan Kim Jong-il pernah bertemu dengan Presiden Korea Selatan Kim Dae-jung di Pyongyang pada 2000. Tujuh tahun kemudian, Kim Jong-il bertemu dengan Presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun, juga di Pyongyang. Setelah Kim Jong-il meninggal pada 2011 dan digantikan Kim Jong-un, pertemuan di Panmunjom ini adalah yang pertama di antara dua pemimpin Korea.
Korea Utara di bawah Kim Jong-il juga beberapa kali terlibat perundingan dengan Amerika Serikat. Amerika masih menempatkan 28 ribu tentara di Korea Selatan untuk melindungi sekutunya ini dari ancaman tiba-tiba dari tetangga utaranya yang dicurigai sedang mengembangkan nuklir itu. Jong-il sempat mencapai kata sepakat dengan Amerika pada 2005 untuk menghentikan pengembangan nuklirnya. Mereka pecah kongsi setelah Korea Utara menolak pemeriksaan atas fasilitas nuklirnya pada 2008.
Hubungan segitiga Korea Selatan-Amerika Serikat-Korea Utara terus memburuk akibat perang saraf kedua pihak serta provokasi uji coba rudal balistik Korea Utara dan latihan militer bersama Korea Selatan dan Amerika. Krisis ini berujung pada putusnya hubungan kontak langsung antara Korea Selatan dan Utara pada 10 Februari 2016.
Tanda-tanda perubahan hubungan mulai muncul pada awal 2018 setelah Kim Jong-un dalam pidato tahun barunya menyatakan Korea Utara ingin berpartisipasi dalam Olimpiade Musim Dingin di Pyeongchang, Korea Selatan. Sikap Jong-un ini diikuti oleh pertemuan lanjutan sehingga Korea Utara akhirnya ikut Olimpiade tersebut. Salah satu delegasi Olimpiade adalah Kim Yo-jong, saudara perempuan Kim Jong-un.
Presiden Moon Jae-in lalu menjamu makan siang delegasi Olimpiade Korea Utara di Seoul. Saat itulah wakil Korea Utara menyampaikan pesan Jong-un yang mengusulkan pertemuan dua pemimpin Korea. Undangan itu disambut Seoul dengan mengirim delegasi ke Pyongyang. Delegasi Korea Selatan saat itu adalah Kepala Penasihat Keamanan Nasional Chung Eui-yong dan Kepala Badan Intelijen Korea Selatan Suh Hoon. Keduanya diterima Presiden Jong-un selama 4 jam 12 menit di Azalea Hall, markas Partai Pekerja Korea. "Hasil pertemuannya tak mengecewakan," kata juru bicara Kantor Presiden Moon Jae-in.
Pertemuan tersebut menyepakati pertemuan dua kepala negara dijadwalkan pada akhir April. Kedua pihak akan melakukan pertemuan lanjutan untuk persiapannya. Jong-un juga menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Persiapan panjang dan maraton itulah yang kemudian berbuah pertemuan antara Presiden Moon Jae-in dan Presiden Kim Jong-un di Panmunjom serta keluarnya deklarasi perdamaian.
Selain kesepakatan yang dituangkan dalam deklarasi, Jae-in dan Jong-un sempat berdiskusi empat mata sekitar setengah jam di sela pertemuan itu. Perbincangan yang tertangkap kamera dari jarak jauh itu membuat sejumlah media berspekulasi soal isinya. Menurut media Korea Selatan, Chosun Ilbo, yang meminta bantuan tiga pembaca bibir untuk menerka apa yang dibicarakan, topik utama percakapan keduanya adalah soal hubungan Korea Utara dengan Amerika.
Menurut Chosun Ilbo, Kim Jong-un tampak mengatakan, "Pertemuan Korea Utara-Amerika harus memberikan hasil yang positif, dan saya ingin mengambil langkah demi langkah untuk menyelesaikan masalah." Jong-un juga tampak meminta pendapat Jae-in soal Amerika. Seorang pakar mengatakan sulit untuk menerka dengan tepat apa yang mereka katakan dari jarak jauh. Tapi keduanya banyak berbicara tentang Amerika, yang selama ini mencurigai Korea Utara soal program nuklirnya.
Presiden Kim Jong-un sudah menyampaikan keinginannya untuk bertemu dengan Presiden Trump melalui Kepala Badan Intelijen Korea Selatan Suh Hoon. Undangan itu disampaikan Suh Hoon dan Chung Eui-yong saat keduanya menemui Donald Trump di Washington, 8 Maret lalu. Menurut New York Times, pertemuan Trump dengan Jong-un ini akan menjadi salah satu perjudian diplomatik paling berani dalam beberapa tahun terakhir dan pertemuan itu sebagian besar diatur oleh badan intelijen ketiga negara.
Para pejabat Amerika mengatakan Suh Hoon yang memfasilitasi pertemuan berikutnya dengan Kim Yong-chol, jenderal Korea Utara yang berpengaruh dan memimpin hubungan antar-Korea serta mengendalikan Badan Intelijen Korea Utara. Untuk urusan ini, Trump menugasi Direktur Dinas Rahasia Amerika Serikat (CIA) Mike Pompeo untuk mempersiapkan waktu dan lokasi pertemuannya.
Pompeo, menurut pejabat Gedung Putih, sudah berurusan dengan perwakilan Korea Utara melalui saluran yang menghubungkan CIA dan mitra Korea Utaranya, Biro Umum Pengintaian. Intelijen Amerika dan Korea Utara sudah bertemu beberapa kali di negara ketiga untuk menentukan lokasi pertemuan. Menurut CNN, Korea Utara awalnya menawarkan pertemuannya di Pyongyang, tapi Amerika minta di Ulan Bator, ibu kota Mongolia.
Senin pekan lalu, Donald Trump mengaku menyukai gagasan untuk menggelar pertemuan bersejarah itu di Panmunjom, seperti saat Kim Jong-un bertemu dengan Moon Jae-in. Namun Trump masih mempertimbangkan Singapura sebagai alternatifnya. Menurut Trump, pertemuannya dengan Jong-un mungkin dilaksanakan dalam tiga-empat pekan lagi.
Abdul Manan | Reuters, Time, New York Times, Korea Times, Korea Heralds
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo