Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Filipina menghadapi komunis

Presiden corazon aquino berkunjung ke indonesia. antara lain membicarakan hubungan ekonomi. filipina diliputi keresahan politik, terutama ancaman komunis. kehidupan marcos dan imelda di honolulu. (ln)

30 Agustus 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEGITU pintu pesawat terbang itu terbuka, wanita bergaun hijau muda tersebut bergegas turun. Ia tidak berhenti dulu di pintu pesawat, menegakkan badan atau mengangkat kepala, seperti kebanyakan kepala negara yang datang berkunjung. Senyumannya, yang juga terpancar lewat pandangan matanya, terasa tulus, dan tidak dibuat-buat. Sang tamu negara, Presiden Filipina Ny. Corazon Aquino, memang agak mengesankan sebagai seorang ibu biasa yang datang bertandang, yang belum terbiasa dengan berbagai peraturan protokoler. Tatkala berjalan di samping Presiden Soeharto untuk memeriksa barisan kehormatan yang menyambut kedatangannya di bandara Halim Perdanakusumah, Ahad sore pekan lalu, ia tampak sangat berhati-hati. Ketika membelok di tengah inspeksi barisan kehormatan itu, Cory yang seharusnya tetap berjalan di sebelah kiri Presiden Soeharto, berpindah ke sisi kanan. Tampaknya ia kemudian menyadari kesalahannya, namun sembari tetap tersenyum, ia terus melangkah. Wanita ini memang kalem dan mengesankan. Inilah kunjungan Cory yang pertama ke luar negeri sejak ia menjabat presiden, enam bulan lalu. Indonesia merupakan negara pertama yang dikunjunginya, setelah itu baru ia bertandang ke Singapura dan AS. Keberhasilannya menumbangkan rezim Marcos telah mengangkat tinggi pamor Cory. Maka wajar, bila kunjungannya yang pertama ini memperoleh perhatian besar. Pihak Indonesia tampaknya sangat menghargai Cory yang memilih mengunjungi negara tetangganya lebih dulu sebelum ke AS, yang merupakan tujuan utama perlawatannya. Bukan cuma pemerintah dan rakyat Indonesia yang menyambutnya ketika ia datang ke Jakarta. Sekitar 500 orang masyarakat Filipina di Jakarta, Senin malam lalu, mengadakan jamuan makan malam istimewa di Hotel Borobudur untuk sang kepala negara. Cory, Mahalka Namin. Tulisan besar itu menghiasi Ruang Flores Hotel Borobudur. Artinya, Cory, Kami Menyayangimu. Kegembiraan hadirin memang meledak sewaktu Cory, yang malam itu mengenakan terno putih dengan leher rapat -- tidak seperti Imelda Marcos yang gemar memaparkan belahan dadanya -- tampil ke podium. Tepuk tangan membahana. "Saya gembira dan terharu, orang Filipina di manca negara toh bisa menghargai segala hal yang telah kami kerjakan di tanah air," kata Cory. "Kebetulan hari ini, 25 Agustus, persis enam bulan saya menduduki kursi kepresidenan," sambungnya. Lalu Mrs. President -- begitu Cory biasa dipanggil -- menyinggung soal kekuatan rakyat. "Ketika berbicara dengan Presiden Soeharto tadi pagi, saya katakan juga mengenai betapa pentingnya kekuatan rakyat. Dan kami, saya dan Presiden Soeharto, sependapat," katanya. Pagi harinya, di Istana Merdeka memang telah terjadi pembicaraan antara Indonesia dan Filipina. Di luar urusan pentingnya kekuatan rakyat tersebut, banyak hal penting yang dirundingkan kedua belah pihak. Misalnya, seperti diungkapkan Menteri Soedharmono seusai pertemuan, "Pak Harto telah menuturkan pengalaman bagaimana Indonesia menghadapi dan menyelesaikan masalah komunisme. Bagaimanapun, jika diberi kebebasan hidup, komunisme pasti akan membahayakan." Penuturan Presiden itu seperti mengisyaratkan keprihatinan Indonesia terhadap gerakan komunisme di Filipina. Pembicaraan yang berlangsung hampir dua jam itu menyangkut bidang politik ekonomi, dan sosial budaya. Di pihak Indonesia, hadir antara lain Mendikbub Fuad Hassan, Menlu Mochtar, Menkeu Ali Wardhana, dan Dirjen Pariwisata Joop Ave, di samping Menteri Sekretaris Negara Soedharmono dan Menseskab Moerdiono. Sedangkan dari Filipina, ada Wakil Menlu Leticia Shahani, Menteri Perdagangan Jose Concepcion, Panglima Wilayah Selatan Mayjen Jose P. Magno Jr., dan Menteri Sumber Alam Ernesto Maceda. Pada Selasa pagi lalu itu ditandatangani memorandum of understanding menyangkut bidang ekonomi dan SAR. Kedua pihak sepakat meningkatkan kerja sama di bidang industri dan perhubungan, plus kerja sama pertolongan musibah di wilayah perbatasan. Pertemuan sesama anggota Asean ini, menurut Soedharmono, berlangsung dalam suasana akrab. Antara RI-Filipina memang tidak ada masalah yang menonjol. Dan kunjungan Cory yang lebih bersifat kunjungan persahabatan dinilai cukup berhasil. Keberhasilan itu sebagian disebabkan juga oleh penampilan tamu negara yang sederhana dan tetap menawan itu. Pada pembicaraan Senin pagi lalu, misalnya, Cory mengenakan gaun kuning gading, berskarf putih dan sepatu putih -- yang kemudian juga dipakainya pada jamuan makan bersama masyarakat Filipina, malam harinya. "Dia memang begitu, seharian sering mengenakan sepatu yang sama," kata M. Padilla, sekretaris pribadi Cory. "Itu pun sepatu bikinan lokal yang mereknya tidak jelas." Ia memang berbeda dengan Imelda yang memiliki seribu pasang sepatu dan jarang memakai sepatu yang sama beberapa kali. Sebelum dan sesudah pembicaraan di Istana Merdeka, wajah Cory, 53 tahun, tetap cerah meski tanpa make up mencolok. Padahal, seperti kata sekretarisnya, sehari-harinya ia rata-rata tidur hanya 6 jam dan biasa bekerja dari jam 7 pagi sampai 7 malam. Para pegawai di Wisma Negara, tempat Cory menginap (di lantai 5, sebagaimana layaknya seorang kepala negara), juga terkesan oleh kesahajaan tamu kali ini. Salon Ny. Soegandhi, yang disediakan untuk tamu negara di sebuah kamar di lantai satu, tak pernah didatangi Cory. Barangkali seperangkat peralatan make up merek Ultima yang tersedia di kamar tamu juga tak disentuhnya." Mrs. President memang selalu seadanya," kata Mons Romulo, staf RTVM (Radio Televisi Malacanang). "Seringkah, untuk suatu siaran tv beliau bahkan menolak dirias lagi oleh juru rias kami. Untuk tampil ia hanya akan sekadar merapikan rambut dan berbedak." Cory, yang tak suka makanan pedas dan bawang ini, juga tak banyak merepotkan tuan rumah. Kecuali sekadar telur dadar orak-arik untuk sarapan pada Senin pagi, Cory tak memesan apa-apa lagi. Padahal para petugas dapur Wisma Negara, yang kali ini dibantu 13 orang pelayan Istana Bogor, untuk makan pagi menyediakan hidangan internasional biasa. Yaitu, antara lain, croisant roll danish cake, keju, sardin, lidah saus salam, plus hidangan Indonesia nasi goreng istimewa. Minuman yang ditawarkan kopi, teh, cokelat, susu, dan yoghurt Tentu saja, untuk telur dadar orak-arik itu Cory minta tidak dicampuri bawang. Dengan pembawaan seperti itu ia tampak sedikit kikuk dan tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya yang tulus ketika menerima hadiah dari Presiden dan Ibu Tien Soeharto, serta dari Wapres dan Ibu Umar Wirahadikusumah. Pak Harto memberinya rono (sketsel) bergambar Pandawa, buku Bunga-Bunga Bangsa, 30 Tahun Indonesia Merdeka, Istana Presiden, dan koin 10 Tahun Taman Mini. Dari Ibu Tien, Cory, antara lain menerima seperangkat peralatan makan terbuat dari perak. Wapres dan Ibu Umar memberinya tempat buah dari perak dan kain songket berbenang emas. Kepada tuan rumah, Cory membawakan bingkisan berupa kerajinankulit kerang dan Black lips mother of pearl (nama kotak tembakau dan asbak). Cory ternyata juga pintar berbasa-basi. Pada jamuan makan malam kenegaraan, Minggu malam, sekitar tiga jam setelah ia tiba dengan pesawat kepresidenan Filipina Fokker-28, ia dengan takzim mengatakan: "Jamuan ini bukanlah urusan kecil sebagai bukti hubungan baik Indonesia dan Filipina." Ia mengakui betapa Indonesla telah secara konsisten membantu negaranya. "Kami benar-benar menghargai usaha-usaha Indonesia untuk terus memasok beras dan minyak kepada kami selama masa-masa gawat. Dengan rasa terima kasih yang tak terhingga pula kami ucapkan atas kesabarannya meladeni kami sebagai pelanggan satelit Palapa." Jamuan tersebut diakhiri pertunjukan kesenian daerah. Ada tari Gambyong Pare Anom, Manukara, Kupu-Kupu, Rampi Aceh, dan musik angklung. Acara berlangsung sampai menjelang tengah malam. Tak ada tanda-tanda letih di wajah Cory. Esoknya, setelah pagi mengunjungi Makam Pahlawan Kalibata, tengah hari mengadakan pembicaraan, dan sesudah makan siang ke Taman Mini (termasuk menonton film Indonesia Indah di Teater Keong Emas), barulah ia perlu beristirahat. Akibatnya, konperensi pers terpaksa dibatalkan. Sebuah kunjungan yang singkat, memang. Namun, kedatangan Cory selama dua hari di Jakarta telah meninggalkan cukup bekas. Seorang jiran telah bertandang. Dan sebuah persahabatan telah terjalin. Mohamad Cholid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus