Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Gerilyawan yang tak bertanah

Sejarah terbentuknya PLO, terdiri dari beberapa kelompok gerilyawan. Yasser Arafat (tokoh al-fatah) diangkat sebagai pimpinan PLO, dan berhasil mempersatukan kembali kekuatan organisasi koalisi tersebut.(ln)

10 Juli 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TENTARA manapun yang kalah akan selalu bisa pulang. Tapi akan ke manakah pasukan PLO yang kalah nanti? Pertanyaan ini tiba-tiba mengingatkan nasib mereka yang dasar -- dan seluruh sejarah mereka, sejak pertemuan 18 tahun yang lalu. Setelah berdebat sengit dalam majelis nasional di Yeusalem Timur, Juni 1964, tokoh-tokoh gerilyawan dari berbagai aliran berhasil memancang tiang koalisi: Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). "Masalah Palestina hanya dapat diselesaikan di Palestina, dan dengan kekerasan senjata," kata Ketua Eksekutif PLO Ahmed Shukeiry yang mengungkapkan piagam perjuangan mereka selepas pertemuan itu. Sejak itu PLO memang tak henti mengganggu Israel dengan kekerasan. Januari 1965, Al Fatah, fraksi inti PLO meledakkan saluran air di Tel Aviv. Tak sampai dua musim PLO, yang disokong 400 pimpinan gerilyawan waktu di Yerusalem Timur, retak di dalam. Tokoh pendukung menuduh Shukeiry ingin memainkan rol sendiri dalam PLO. Padahal waktu pembentukan telah disepakati koalisi akan digerakkan secara kolektif. Awal 1967, Shukeiry, bekas Dubes Arab Saudi di Washington, meletakkan jabatan. Ia digantikan oleh Yahya Hammuda dengan status pejabat ketua. Tahun 1969, Kongres Nasional Palestina memilih Yasser Arafat sebagai pimpinan tertinggi PLO ia, boss Al Fatah, dianggap tokoh yang bisa mempersatukan kembali kekuatan organisasi koalisi itu. Langkah pertama oleh Arafat memang meneftibkan organisasi pendukung yang bentrok di dalam. Antara lain: Front Pembebasan Rakyat Palestina (PFLP) di bawah pimpinan George Habash. Tapi usaha Arafat itu tak lancar. Hingga ia terpaksa membentuk Komando Perjuangan Bersenjata Palestina (PASC). Tujuannya: mengawasi kegiatan semua kelompok gerilyawan dan bertindak sebagai polisi di Libanon, Yordania, dan di kalangan penduduk Palestina. Pasukan inti terdiri dari Al Fatah, Front Demokrasi Pembebasan Rakyat Palestina (PDFLP) di bawah Nayef Hawatmen, dan sejumlah organisasi perjuangan lain. Ide Arafat dengan PASC ternyata jitu. Ia secara berangsur berhasil mengendalikan semua kekuatan-kecuali grup Habash. Setahun kemudian, ketika terjadi bentrokan berdarah antara kelompok gerilyawan dengan tentara Yordania, Habash tak punya pilihan lain kecuali bergabung lagi ke dalam PLO. Juga organisasi lain, seperti Aksi Untuk Pembebasan Palestina (AOLP) di bawah Isam Sartawi, yang ikut-ikutan membelot kembali tunduk pada Arafat. Sukses Arafat mengendalikan PLO banyak ditopang oleh Al Fatah -- memiliki 6.000 prajurit komando bersenjata AK-47. Ia adalah salah seorang pendiri organisasi itu yang didirikan di Kuwait, tahun 1957. Inti perjuangan Al Fatah: Pembebasan Palestina adalah urusan rakyat Palestina, tidak dapat dipercayakan pada negara-negara Arab. Al Fatah, di awal 1960-an, yang tampil dengan gagasan perjuangan bersenjata untuk mengusir Israel, menjadi buah bibir dengan cepat di kalangan anak muda Palestina. Lebih-lebih setelah pertempuran di Karameh. Jumlah anggota Al Fatah terus membengkak. Terakhir Al Fatah dikabarkan menghimpun sekitar 1 juta pengikut -- tersebar di berbagai negara Arab. Pertempuran di Kota Karameh, di tepi Sungai Yordan, Maret 1968, telah menjadi cerita rakyat di Palestina. Inilah cerita Abul Tayeb, veteran 1968, tentang kehebatan gerilyawan Al Fatah: "Hanya memiliki granat tangan, mereka tidak mempedulikan jiwa mereka. Para syuhada itu menghadang kendaraan lapis baja Israel dengan menggenggam granat dan kemudian meledakkannya. Begitu dua-tiga tank lumpuh, tentara Israel itu mundur. Dan kami pun menang." Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser begitu mendengar kemenangan Al Fatah di Karameh langsung mengirim ucapan selamat pada Arafat. Ia kemudian bahkan mengikutsertakan pemimpin PLO sebagai anggota delegasi Mesir mencari bantuan ke Uni Soviet. Tumbuhnya Al Fatah sebagai organisasi yang kukuh tak terlepas dari kepemimpinan kolektif yang erat. Lima serangkai -- Arafat, Khalil Al Wazir, Farouk Kaddoumi, Abu Iyad, dan Khalid Al Hassan -- tetap dipercayai oleh pengikut Al Fatah sampai sekarang. Kaddoumi bahkan juga diterima oleh kelompok gerilyawan lain untuk menjabat Menlu PLO. KEKUATAN inti lain dalam PLO, setelah Al Fatah, adalah Front Pembebasan Rakyat Palestina (PFLP). Organisasi yang dikemudikan oleh Habash ini merupakan peleburan beberapa kelompok gerilyawan kecil. Antara lain: Gerakan Nasionalis Arab (ANM) di bawah Habash, Pemuda Pembalas (YV) pimpinan Hawatmen, Pahlawan Kembali ke Tanah Air (HTR) di bawah Wajih Al-Madani, serta Front Pembebasan Palestina (PLF) dengan tokoh Ahmed Jibril. Lahir akhir 1967, PFLP terkenal sebagai organisasi pejuang garis keras. Doktrinnya: Persatuan melalui perjuangan bersenjata. PFLP dan Al Fatah hanya berbeda dalam mengaitkan perjuangan Palestina dengan negara Arab. PFLP cenderung menghubungkan perjuangan mereka dengan sasaran lebih luas: revolusi di dunia Arab. Tak heran bila PFLP sulit mendapat bantuan tetangga -- terutama Arab Saudi. Belum berusia satu tahun, PFLP retak di dalam. Penyebab utamanya adalah ditahannya Habash di Damaskus. Ia, waktu itu, mengunjungi Suriah untuk mendapatkan izin melancarkan serangan terhadap Israel dari wilayah ini, dan sekalian minta kiriman senjata bagi PFLP. Tapi ternyata Pemerintah Suriah memenjarakan Habash. George Habash, dokter yang dilahirkan di Lydda, Palestina, tahun 1925, kurang disukai banyak negara Arab karena ia menjadi pengikut Marxist-Leninist fanatik. Ia, yang dikabarkan mendapat latihan militer dan bantuan senjata dari Uni Soviet, juga tak pernah dikenal terlibat langsung di front seperti Arafat. Habash, yang berkumis lebat itu, mengendalikan operasi dari Yaman Selatan atau Irak. Waktu Habash meringkuk di penjara Damaskus, Hawatmen, mencoba merebut pimpinan PFLP. Walau Hawatmen didukung oleh banyak suara, ia tak mampu bertahan lama. Hawatmen terlibat pertentangan ideologi dengan Ahmed Jibril dan Ahmed Za'rur -- dua tokoh pendiri PFLP yang kemudian membentuk kelompok baru dengan nama PFLP Command A. Adalah grup Jibril yang membajak pesawat El Al milik Israel ke Aljazair (1969) dan meledakkan pesawat Swissair dalam perjalanan menuju Tel Aviv (1970). PFLP kembali dikuasai Habash, yang melarikan diri dari penjara Damaskus setelah memenangkan bentrok senjata dengan Hawatmen. Atas inisiatif Arafat, yang menengahi pertikaian PFLP, Hawatmen, diperbolehkan membentuk organisasi baru, PDFLP, dan diakui sebagai anggota PLO. Tak hanya PDFLP yang lahir. Tercaut sembilan kelompok baru muncul mendukung PLO sampai tahun 1970. Salah satu di antaranya yang berpengaruh adalah Al Saiqah -- tak diketahui nama pemimpinnya. Kelompok yang dibiayai dan juga dikendalikan dari Damaskus ini dalam tempo satu tahun (1971) telah berkembang pesat, sempat menggeser kedudukan PFLP pimpinan Habash dalam PLO. Pasukan komando Al Saiqah berkekuatan sekitar empat batalyon. Organisasi gerilyawan Palestina itu, yang kebanyakan berpangkalan di perbatasan Israel, akhirnya merepotkan negara yang menampung mereka seperti Yordania, Libanon, dan Suriah. Banyak penduduk sipil di tiga negara itu menjadi korban akibat pembalasan serangan Israel terhadap gerilyawan Palestina. Raja Hussein, di tahun 19701 misalnya, pernah memperingatkan PLO agar kegiatan mereka tidak merugikan rakyat Yordania. Permintaan itu tak digubris mereka. Akhirnya PM Wasfi Tall terpaksa memerintahkan tentara Yordania untuk menggasak gerilyawan yang ada di wilayah Yordania. Perang antar-Arab, September 1970, dianggap para pejuang Palestina sebagai bulan hitam dalam sejarah perjuangan mereka. Sekitar 10.000 pengikut mereka jadi korban. Maka mereka hijrah ke Libanon. Toh Yordania belum aman. Habash, tokoh Palestina yang beragama Kristen, menggunakan teror sebagai pembalasan. Untuk itu dibentuknya pasukan komando dengan nama Black September. Korban pertama mereka adalah PM Tall yang ditembak mati di Hotel Sheraton, Kairo, sewaktu ia menghadiri pertemuan Liga Arab, November 1971. Tak cukup enam bulan setelah pembunuhan Tall, komando Black September beraksi di bandar udara Lod, Tel Aviv. Mereka membajak pesawat Sabena Airline milik maskapai penerbangan Belgia. Mereka menuntut agar gerilyawan yang ditangkap Israel dibebaskan. Pemerintahan PM Golda Meir menolak tuntutan itu dan memerintahkan pasukan antiteroris Israel untuk menyerbu pesawat. Dua dari empat gerilyawan tewas. Black September kembali beroperasi menguber orang Israel. Kali ini sasaran mereka adalah atlet Israel yang ikut Olympiade Munich 1972. Aksi yang dikecam dunia ini menewaskan 11 olahragawan Yahudi. Di pihak gerilyawan terbunuh lima orang dan tiga lagi tertangkap. Seminggu sesudah tragedi Munich, Black September menembak mati dua diplomat Israel di dua kota -- Brussel dan London. TAHUN 1974, PLO mulai mendapat pengakuan dunia internasional. Majelis Umum PBB yang bersidang di New York, 14 Oktober memberikan 105 suara setuju, 4 menentang, dan 20 abstain, untuk PLO. Ini pertama kali sebuah organisasi bukan pemerintah ikut berdebat di forum dunia tersebut. PLO merupakan pemerintahan dalam pengasingan -- meski mereka tidak suka dengan sebutan itu. Mereka punya dewan nasional yang berfungsi seperti parlemen, dan memiliki komite eksekutif yang bekerja mirip kabinet. Juga dilengkapi dengan badan-badan yang mengurusi masalah luar negeri, kesejahteraan sosial, militer, keuangan, dan lainnya. Istilah Arafat untuk ini: "persiapar suatu negara." Liga Arab membantu PLO sekitar US$500 juta seuhun. Pengungsi Palestina yang bekerja di negara-negara Arab menyokong pula. Majalah Middle East Juli, memperkirakan jumlah mereka seluruhnya 4,5 juta. Di luar daerah yang dikuasai Israel, jumlah mereka (terbesar di Yordania) 1,2 juta. SUMBANGAN perorangan untuk PLO juga mengalir. Kontraktor Kamel Abdul Rahman, misalnya, mewariskan US$ 110 juta untuk program sosial PLO tahun 1981. Bahkan seorang wartawan Yahudi-Amerika, Fred Spark, pemenang Hadiah Pulitzer 1951, yang bekerja untuk Chicago Daily News, dalam wasiatnya Maret lalu menghibahkan US$ 30.000 untuk PLO. Dana PLO itu sebagian besar disimpan di bank Swiss, Jerman Barat, dan Meksiko. Sisanya mereka belikan saham di Wall Street, pusat pasar modal di AS. Juga mereka beli tanah pertanian di Sudan, Somalia, Uganda, Zaire, dan Guinea. Dari hasil investasi ini PLO memperoleh separuh dari anggaran tahunan mereka -- US$1 milyar. Sesudah tentara Israel melakukan invasi ke Libanon, awal Juni, kedudukan PLO umpak makin terjepit. Israel menghendaki mereka angkat kaki dari Libanon Arafat sudah setuju. Tapi ke mana? Dengan aksi Israel ini riwayat PLO belum pasti tamat. "Institusi mereka memang telah hancur. Tapi sebagai ide PLO tak akan punah," ramal Prof. Yehoshafat Harkabi guru besar Hubungan Internasional pada Universitas Hebrew, Yerusalem. Harkabi benar. Kebencian orang Palestina terhadap Israel sudah begitu berakar. Di kamp pengungsi Palestina ada syair perjuangan yang selalu dikumandangkan: Aku, saudara, beriman kepada rakyat terlunta dan terbelenggu Maka kuangkat senapan mesin agar generasi di belakangku mengangkat pula Aku jadikan luka-lukaku dan tetes darah: dataran tinggi, kanal, dan lembah. Tragisnya, kini gunung dan lembah Libanon tak memberinya kesempatan lagi. Lebih tragis lagi bila -- seperti diperhitungkan Israel -- PLO tak kuasa lagi mempengaruhi penduduk Tepi Barat Sungai Yordan, yang kini dikuasai Israel. Di sana, simpati kepada PLO demikian besar. Tujuan Israel menghantam Beirut justru untuk melaksanakan idenya tentang "otonomi" wilayah Tepi Barat itu --suatu proses yang berbahaya dan ruwet (lihat hal.19).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus