Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KANTOR Sunset Mesa Funeral Directors di Montrose, Colorado, Amerika Serikat, itu tampak sepi pada Senin pekan lalu. Tak terlihat kesibukan yang biasa terjadi di depan gedung satu lantai di kompleks perkantoran Merchant Drive yang tidak jauh dari Montrose Regional Airport itu.
Pemerintah Colorado menutup perusahaan penyalur donor organ tubuh manusia itu pada pertengahan bulan lalu. Badan Penyelidik Federal (FBI) menggeledah kantor jasa kremasi dan pemakaman itu pada awal Februari lalu. Bisnis milik Megan Hess, perancang busana internasional, itu diduga menjual organ manusia. Penggeledahan itu terjadi setelah kantor berita Reuters membongkar jual-beli organ manusia di perusahaan tersebut.
Salah satu kasus yang diangkat Reuters adalah upaya rumah kremasi itu mengambil untung dari mayat yang hendak diperabukan. Kari Escher, mantan karyawan Sunset Mesa, menuturkan bahwa Shirley Koch, ibu Megan Hess, misalnya, mencabuti gigi mayat untuk mengambil emas yang menempel di gigi tersebut. Escher saat itu bertugas membalsam dan memotong-motong mayat sebelum dikremasi. "Dia juga pernah memamerkan koleksi gigi emasnya," ujarnya kepada kantor berita yang bermarkas di London, Inggris, itu.
Menurut Escher, Koch mengaku telah menjual beberapa koleksi dan hasilnya dipakai untuk membawa seluruh keluarganya ke Disneyland di California. Koch enggan menanggapi klaim Escher. "Saya tidak tertarik, terima kasih," kata Koch saat dihubungi Reuters via telepon.
"Sekarang bisnis ini juga menghasilkan uang dari penjualan organ tubuh. Ini tidak etis dan mungkin ilegal jika bukan penipuan," ujar Robert Fells, penasihat umum Perhimpunan Kremasi dan Pemakaman Internasional, asosiasi bisnis pemakaman di negeri itu.
Para reporter Reuters, Brian Grow, John Shiffman, dan tim, mulai menyelidiki kasus ini setahun lalu sebagai bagian dari investigasi mereka mengenai perdagangan organ manusia. FBI mulai menyelidiki bisnis Hess beberapa bulan lalu, tapi menolak berkomentar.
Lee Rasizer, juru bicara Departemen Badan-Badan Regulator Colorado, yang bertugas mengawasi bisnis pemakaman, mengaku menerima sembilan keluhan tentang Sunset Mesa. Salah satu keluhan berasal dari keluarga yang merasa tertipu karena, ketika abu jenazah dianalisis, ternyata itu cuma serbuk semen.
Keluhan lain datang dari keluarga yang kesulitan mendapat abu jenazah. Ketika akhirnya abu itu diterima keluarga almarhum, beratnya kurang dari yang diperkirakan. Mereka juga menemukan sisa jam, paku, dan ritsleting logam di dalam abu jenazah. Padahal, menurut mereka, jenazah tak memakai jam atau celana beritsleting ketika dikirim ke rumah kremasi.
Negeri Abang Sam memang melarang jual-beli organ manusia, kecuali untuk kepentingan penelitian dan pendidikan. Di Colorado dan beberapa negara bagian lain, rumah kremasi boleh menjual barang-barang yang didapat dari mayat, seperti gigi emas. Namun Reuters membuktikan betapa mudahnya membeli organ manusia.
Wartawan Reuters mencoba membeli tulang belakang dari Restore Life, badan yang menjual organ tubuh untuk peneliti, universitas, dan fasilitas medis di Amerika, pada September 2016. Hanya dengan beberapa perbincangan via surat elektronik, sang wartawan dapat membeli organ itu seharga US$ 300 atau sekitar Rp 4 juta. Bahkan wartawan itu bisa membeli dua kepala manusia dengan harga masing-masing sekitar Rp 4 juta.
Angela McArthur, pemimpin program donasi organ di University of Minnesota Medical School, kemudian "mengamankan" organ-organ itu di kampusnya. "Ini seperti dunia Barat yang liar," ujarnya. "Siapa saja dapat memesan spesimen ini dan mengirimnya ke rumah untuk apa pun tujuan mereka."
Presiden Restore Life James Byrd menolak diwawancarai, tapi mengirim surat pernyataan kepada Reuters. "Jelas tim Anda di Thomson Reuters tak peduli terhadap orang-orang yang mencari bantuan dari organisasi kami. Kami menolong banyak orang melalui berbagai penelitian yang dilakukan para periset terkenal di dunia," katanya.
Para pedagang organ ini mendapat mayat dari keluarga miskin yang tak bisa mengkremasi anggota keluarganya. Sebagai imbalan, perusahaan tersebut membiayai seluruh biaya pemakaman. Di Sunset Mesa, biaya kremasi dipatok sebesar Rp 9,5 juta, dan Rp 27,3 juta untuk biaya dasar penguburan. Tapi, jika jenazah disumbangkan, biayanya cuma Rp 2,7 juta. Ongkos itu bertambah Rp 4 juta bila keluarga menginginkan abu jenazahnya.
Menurut Reuters, ada 34 pedagang organ aktif di seluruh Amerika dalam lima tahun terakhir. Sebanyak 25 di antaranya perusahaan yang mengejar laba. Dalam tiga tahun saja, salah satu perusahaan dapat meraup Rp 171 miliar lebih dari bisnis ini.
Selama 2011-2015, broker organ ini menerima sedikitnya 500 ribu mayat dan menjual lebih dari 182 ribu organ tubuh. Seperti komoditas lain, harganya naik-turun. Biasanya, seorang broker menjualnya Rp 41-68 juta, meski kadang harganya bisa mencapai Rp 137 juta. Broker itu kemudian memotong-motong mayat menjadi enam bagian sesuai dengan kebutuhan pemesan. Dokumen internal dari tujuh broker menunjukkan rentang harga organ itu Rp 49 juta untuk badan dengan kaki, Rp 6,8 juta untuk kepala, Rp 4,8 juta untuk kaki, dan Rp 4 juta untuk tulang belakang.
Para pedagang itu bahkan mengekspor organ tersebut. Pada Januari 2016, FBI menangkap broker organ Detroit, Arthur Rathburn, dan istrinya, Elizabeth Rathburn. Arthur mendapat organ itu dari Biological Resource Center, lembaga lokal penjual organ di Arizona. Arthur lalu menyewakan kepala, badan, dan organ lain untuk pelatihan medis di Amerika, Meksiko, Kanada, Italia, Yunani, dan Israel. Pada 2012, polisi menyita dua kotak pendingin berisi delapan kepala yang masih berdarah di bandar udara Detroit yang dialamatkan ke rumah Arthur.
Dokumen pemerintah juga mengungkapkan bahwa pada tahun itu pula gudang Arthur Rathburn diduga menyimpan lebih dari 100 organ manusia yang terinfeksi virus hepatitis dan HIV, keracunan darah, meningitis, serta bakteri yang resistan terhadap antibiotik (MRSA) dan bakteri pemakan daging.
Pengacara Arthur, Byron Pitts, menilai kliennya tak melanggar hukum. "Saya pikir pemerintah telah melangkah terlalu jauh dan saya pikir mereka tidak akan bisa membuktikan tuduhan mereka," katanya. Dalam dokumen hukumnya untuk pengadilan, Pitts menyatakan Undang-Undang Hadiah Anatomi tak melarang penjualan organ dan Arthur seharusnya tak ditahan. Arthur mengaku tak bersalah dan sidangnya masih berjalan.
Hukum penjualan organ manusia ini memang masih menjadi persoalan di Amerika. Tak semua negara bagian mengaturnya dengan tegas. Tapi, jelas, banyak pelanggaran etis terjadi, seperti pemotongan mayat dan kremasi yang tanpa persetujuan keluarga.
Menurut Todd Olson, profesor biologi anatomi di Albert Einstein College of Medicine, Yeshiva University, New York, bila tidak ada hukum yang konsisten atau otoritas pengawasan yang jelas, tidak akan ada yang bertanggung jawab. "Kita lebih banyak mengatur selada daripada mengatur kepala manusia," ujarnya.
Hasil investigasi Reuters ini memenangi Anthony Shadid Award for Journalism Ethics 2018, yang diberikan University of Wisconsin-Madison. "Rangkaian laporan Reuters ini mengangkat topik yang sangat pribadi bagi keluarga yang menyumbangkan jenazah dan penting bagi siapa saja. Wartawan dan editor menceritakan kisah ini sebisa mungkin dan menangani beberapa ranjau yang tak terduga dengan cara yang bijaksana," kata Lucas Graves, asisten profesor di kampus itu dan juri penghargaan ini, Kamis dua pekan lalu.
Iwan Kurniawan (The Denver Post, Reuters)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo