Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Gaza Tak Putus Dirundung Malang

Israel memperketat izin bagi warga Palestina yang mencari perawatan medis di luar Gaza. Sedikitnya 54 pasien tewas.

4 Maret 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Gaza Tak Putus Dirundung Malang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada usia tiga tahun, Haneen terpaksa berpisah dengan orang tuanya. Ia dirawat di Tel Aviv, ibu kota Israel, karena mengidap gangguan jantung. Sedangkan ayah dan ibunya hanya dapat menanti dengan cemas di kediaman mereka di Kota Tel al-Hawa, Jalur Gaza, Palestina.

Haneen dirawat di Wolfson Medical Center, rumah sakit umum Israel. "Saya, istri saya, bahkan ibu saya dilarang menemani putri kami ke Tel Aviv," kata ayah Haneen, Fadel Naim, kepada Tempo, Ahad pekan lalu.

Naim masih mengingat kejadian tak mengenakkan pada 2007 tersebut. Ia dan istrinya harus merelakan anak kelima mereka menyeberangi tapal batas Gaza hanya ditemani tim medis. "Untunglah operasi putri saya lancar setelah sempat dua hari dia dirawat intensif," ujar Naim.

Kepergian Haneen ke Tel Aviv tidak lepas dari permohonan izin yang sebelumnya diajukan Naim. Kepada otoritas keamanan Israel, pria 53 tahun ini meminta izin memindahkan putrinya ke luar Gaza guna mendapat perawatan medis yang lebih memadai untuk jantung si anak. Tapi, apa daya, "Hanya putri saya yang diperbolehkan melintas," tuturnya.

Selama dirawat di Tel Aviv, Haneen tak boleh dijenguk siapa pun. "Kami tidak mendapat informasi rinci mengenai kondisi putri kami. Kami hanya dikabari via telepon bahwa dia baik-baik saja," kata dokter bedah ortopedi ini. Naim dan istrinya baru dapat bertemu lagi dengan Haneen setelah putrinya kembali ke Gaza tiga pekan kemudian.

Haneen bisa dibilang mujur. Tidak semua pasien yang mengidap penyakit kronis di Gaza dapat keluar untuk mendapat perawatan. "Kebanyakan pasien dari Gaza ditolak masuk ke Israel karena alasan keamanan," ujar Naim. Israel juga kerap menolak masuk anggota keluarga yang ingin mendampingi pasien.

Rakyat Palestina di Gaza telah lama hidup terkungkung. Sejak 1997, Israel melarang warga Gaza ke luar negeri tanpa izin khusus. Aturan ini salah satu pengetatan yang dilakukan Israel setelah Perjanjian Oslo diteken pada 1993. Kesepakatan antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) itu secara bertahap memutus Jalur Gaza dari Tepi Barat.

Pengetatan makin menjadi sejak Hamas, gerakan radikal Palestina, menguasai wilayah di tepi Laut Mediterania itu pada 2007. Di mata Israel, Hamas adalah organisasi teroris. Selama mengendalikan Jalur Gaza, milisi Hamas terlibat dalam tiga kali pertempuran sengit dengan militer Israel. Ribuan penduduk sipil Gaza tewas akibat serangan tentara Israel.

Naim dan keluarganya merasakan pahitnya konflik Israel-Hamas. Anak sulung Naim tewas di tangan pasukan Israel pada Januari 2009. "Saat itu, dia menjadi relawan medis di dalam ambulans yang tengah menyelamatkan sejumlah orang yang terluka," kata ayah enam anak ini. "Putra saya terbunuh bersama dua perawat."

Jalur Gaza adalah rumah bagi hampir 2 juta orang. Dengan wilayah seluas 363 kilometer persegi, sedikit lebih luas daripada Kota Ambon di Maluku, daerah itu menjadi salah satu tempat yang paling berjubel di bumi. Kehidupan warganya makin tertekan akibat blokade Israel.

Meski tentara Israel sudah tidak ada lagi di Gaza, menurut Reuters, "Israel terus memegang kontrol atas laut, udara, dan perbatasan Gaza, termasuk pergerakan barang dan manusia." Jalur Gaza semula memiliki tujuh jalur lintas batas yang menghubungkannya dengan dunia luar. Kini hanya ada tiga jalur yang masih beroperasi, yaitu Erez, Kerem Shalom, dan Rafah.

Untuk mengakses perawatan kesehatan yang lebih maju di Yerusalem Timur, Tepi Barat, atau di Israel, warga Gaza harus meminta izin kepada otoritas keamanan Israel. Pemerintah Israel mengklaim dapat memproses izin dalam sehari. Nyatanya, rata-rata izin memerlukan waktu hingga lebih dari 23 hari.

"Sangat tidak masuk akal bahwa Israel mencegah begitu banyak orang yang sakit kritis untuk mendapat perawatan yang mungkin bakal menyelamatkan hidup mereka," kata Sarah Leah Whitson, Direktur Human Rights Watch untuk kawasan Timur Tengah, Selasa dua pekan lalu.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat turunnya jumlah izin medis yang diterbitkan Israel dalam lima tahun terakhir. Pada 2012, Israel menyetujui 92 persen permohonan. Tapi, tahun lalu, negara Yahudi itu hanya meloloskan 54 persen dari 25 ribu permohonan.

Human Rights Watch, Amnesty International, dan Organisasi Dokter untuk Hak Asasi Manusia Israel menyatakan sedikitnya 54 pasien meninggal sepanjang 2017. Itu terjadi ketika mereka menunggu izin keluar dari Gaza. Musim panas tahun lalu, tiga bayi tewas karena izin terlambat terbit.

Menurut Human Rights Watch, pelayanan kesehatan yang paling sering memerlukan rujukan keluar dari Gaza adalah untuk anak-anak serta penderita penyakit kanker, jantung, dan darah tinggi. Sepanjang tahun lalu, 11 ribu janji medis batal karena pemerintah Israel menolak atau telat merespons permohonan izin pasien.

Kanker menjadi kasus yang jamak. Al Mezan, organisasi non-pemerintah yang berbasis di kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza, pernah meneliti 20 kasus orang Palestina yang tewas setelah gagal dirujuk ke rumah sakit di luar Gaza. Hasil risetnya menunjukkan 14 dari 20 pasien nahas itu mengidap kanker dan sembilan di antaranya perempuan.

Mohammad Hasna, juru bicara Asosiasi Badan Amal Jalur Gaza, mengatakan ada 13 ribu pasien kanker di Gaza yang membutuhkan perawatan di luar negeri. "Situasi kesehatan pada tahap kritis, mungkin yang terburuk selama pemberlakuan blokade," ujar Hasna kepada Tempo, Senin dua pekan lalu. Situasi itu diperparah dengan terbatasnya alat medis dan menipisnya stok obat.

Fadel Naim mengatakan pasien kanker memang paling rentan karena mereka perlu menjalani serangkaian proses pengobatan yang panjang. "Setelah mendiagnosis, dokter biasanya merujuk pasien ke pusat onkologi untuk kemoterapi dan radioterapi yang tak tersedia di Gaza," tuturnya.

Dari situ, perjuangan pasien justru baru dimulai. Pasien yang telah mengantongi izin harus tiba di perbatasan pada pukul 06.00. Naim menuturkan, seorang pasien mesti melalui pos pemeriksaan yang berlapis. "Kadang mereka menghabiskan seharian hanya untuk melewati pos demi pos," ujarnya. Setelah bisa keluar dari Gaza dan masuk ke rumah sakit di Israel, pasien itu hanya kebagian 10 menit radioterapi. "Mereka harus melewati pos-pos lagi saat pulang."

Di Palestina, bahkan ambulans pun tidak bebas bergerak. Ambulans dari Gaza dan Tepi Barat bisa disetop kapan saja di pos pemeriksaan. Menurut catatan komunitas Bulan Sabit Merah Palestina, setiap pos pemeriksaan Israel menunda jalan ambulans rata-rata 15 menit. Seperti ditulis Al Jazeera, "Itu belum termasuk waktu tempuh ambulans menuju pos-pos pemeriksaan."

Warga Gaza tak punya banyak pilihan. Blokade Israel telah menyebabkan kondisi klinik kesehatan memburuk. "Sebanyak 1,2 juta pengungsi Palestina di Gaza makin miskin, kesehatan mereka merosot, sehingga memberi tekanan pada klinik-klinik kami," kata Elizabeth Campbell, Direktur Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina (UNRWA), yang mengelola 22 klinik kesehatan di Gaza, seperti dikutip Newsweek.

Situasi makin runyam karena minimnya air bersih, sementara listrik byarpet. Menurut Hasna, 95 persen air di Gaza tidak layak diminum. "Setiap hari listrik padam selama 18-20 jam," ujar koordinator koalisi lembaga bantuan kemanusiaan di Gaza, Ahmad al-Kurd.

Israel tak menggubris seruan WHO dan lembaga-lembaga kemanusiaan agar Israel memperlonggar izin. "Yang jelas, Hamas menggunakan penduduk Gaza sebagai amunisi hidup," kata Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman setelah meninjau perbatasan Gaza, Selasa dua pekan lalu.

Mahardika Satria Hadi (Al Jazeera, Vox, Reuters, Haaretz)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus