Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEPALA Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan pemimpin junta militer Abdel Fattah al-Burhan telah menyatakan, "Khartoum telah bebas" beberapa jam setelah pasukannya merebut kembali bandara Khartoum, Sudan, dari Pasukan Pendukung Cepat (RSF), Reuters melaporkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Al-Burhan berbicara pada Rabu dari istana kepresidenan yang dikuasai pasukan pemerintah pada hari Jumat dalam sebuah kemenangan penting. Ini adalah pertama kalinya ia berada di dalam istana kepresidenan selama hampir dua tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konflik Sudan yang meletus pada April 2023 memicu gelombang kekerasan etnis, menciptakan krisis kemanusiaan terburuk di dunia, dan membuat beberapa daerah mengalami kelaparan.
Bagaimana Konflik di Sudan Berawal?
Sudan telah didera ketegangan selama berbulan-bulan sebelum pertempuran antara tentara Sudan dan RSF yang dipimpin Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, yang dikenal sebagai Hemedti meletus di Khartoum pada 15 April 2023.
Tentara dan RSF telah menjalin kemitraan yang rapuh setelah melakukan kudeta pada Oktober 2021, yang menggagalkan transisi dari pemerintahan otokrat Islamis Omar al-Bashir. Bashir digulingkan pada 2019.
Kedua belah pihak berselisih mengenai rencana yang didukung secara internasional yang akan meluncurkan transisi baru dengan partai-partai sipil dan mengharuskan tentara dan RSF untuk menyerahkan kekuasaan.
Poin-poin khusus yang diperselisihkan adalah jadwal bagi RSF untuk diintegrasikan ke dalam angkatan bersenjata reguler, rantai komando antara tentara dan para pemimpin RSF, dan pertanyaan tentang pengawasan sipil.
Namun, inti dari keributan ini adalah perebutan kepentingan bisnis yang luas yang ingin mereka lindungi. Hemedti, yang menjadi kaya raya melalui penambangan emas dan usaha lainnya, memimpin RSF. Anggota keluarga dan klannya memainkan peran penting dan basis kekuatan pasukan ini adalah wilayah barat Darfur, tempat RSF muncul dari milisi yang bertempur bersama pasukan pemerintah untuk menumpas pemberontak dalam perang brutal yang meningkat setelah tahun 2003.
Para analis mengatakan posisi Burhan kurang terjamin sebagai kepala angkatan darat, di mana para loyalis dan veteran Bashir yang condong ke Islamis telah mendapatkan pengaruh sejak kudeta 2021.
RSF mengatakan bahwa mereka berjuang untuk membersihkan Sudan dari sisa-sisa rezim Bashir, sementara tentara mengatakan bahwa mereka berusaha melindungi negara dari pemberontak "kriminal". Padahal, para saksi mata mengatakan RSF dan sekutunya telah melakukan banyak pelanggaran termasuk pembunuhan yang ditargetkan secara etnis, kekerasan seksual dan penjarahan.
Warga juga menuduh tentara membunuh warga sipil dalam penembakan tanpa pandang bulu dan serangan udara.
Kedua belah pihak telah membantah tuduhan terhadap mereka. AS menjatuhkan sanksi terhadap Burhan dan Hemedti pada Januari 2025, dan menetapkan bahwa RSF telah melakukan genosida, sebuah tuduhan yang dibantah oleh pasukan tersebut.
Apa yang Dipertaruhkan?
Pemberontakan yang berujung pada penggulingan Bashir telah meningkatkan harapan bahwa Sudan dan penduduknya yang berjumlah sekitar 50 juta orang dapat keluar dari otokrasi, konflik internal, dan isolasi ekonomi selama puluhan tahun.
Namun, perang menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur, memaksa lebih dari 12 juta orang meninggalkan rumah mereka dan membuat setengah populasi menghadapi krisis kelaparan.
Pada Agustus 2024, para ahli mengumumkan bahwa kelaparan sedang berlangsung di satu daerah di Darfur, dan pada bulan Desember jumlahnya meningkat menjadi lima daerah, dan diperkirakan akan terus bertambah. Puluhan ribu orang telah terbunuh meskipun perkiraan jumlah korban jiwa tidak pasti.
Persaingan politik dan etnis yang semakin intensif di Sudan telah menimbulkan kekhawatiran bahwa negara dengan luas wilayah terbesar ketiga di Afrika ini dapat terpecah belah, mengacaukan wilayah yang bergejolak yang berbatasan dengan Sahel, Laut Merah, dan Tanduk Afrika.
Ratusan ribu orang telah mengungsi ke Mesir, Chad, dan Sudan Selatan, dengan jumlah yang lebih kecil menyeberang ke Ethiopia dan Republik Afrika Tengah. Kedua belah pihak dalam konflik telah menggunakan emas, sumber daya Sudan yang paling berharga dan banyak diselundupkan, untuk mendukung upaya perang mereka.
Apakah Perang Akan Berhenti?
Amgad Fareid Eltayeb dari Fikra for Studies and Development di Kairo mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kemajuan tentara tidak berarti konflik telah berakhir. "Berakhirnya perang berarti penyelesaian politik yang membongkar institusi politik RSF,” katanya.
Kenyataannya, RSF mundur ke arah Sudan Barat, ke arah Darfur, di mana mereka menguasai sejumlah besar tanah. “Ini berarti perang terus berlanjut, terutama dengan adanya dukungan berkelanjutan dari kekuatan asing tertentu, terutama UEA [Uni Emirat Arab], yang terus memasok senjata dan dukungan kepada RSF," katanya.
Elbashir Idris, seorang analis dan aktivis independen Sudan, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa keruntuhan RSF lebih cepat daripada kemampuan tentara untuk mengerahkan pasukannya.
Idris mengatakan bahwa ada video yang menunjukkan di Khartoum banyak penduduk, dan bahkan para tahanan yang berada di bawah wilayah yang dikuasai RSF. “Mereka membebaskan diri dan berlari dengan penuh kegembiraan di jalanan - tanpa melihat seorang pun anggota milisi RSF yang terlihat," katanya.
Apa Selanjutnya yang Dilakukan Junta?
Sementara itu, Ketua Dewan Kedaulatan Sudan Abdel Fattah Al-Burhan mengatakan kemarin bahwa tentara sedang bekerja untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pemerintah sipil yang terpilih untuk mengambil alih kekuasaan di negara tersebut, Anadolu melaporkan.
Hal ini disampaikan dalam sebuah pertemuan dengan Utusan Khusus Jerman untuk Tanduk Afrika, Heiko Nietzschek, di kota Port Sudan di bagian timur, demikian pernyataan Dewan Kedaulatan, seperti dilansir Middle East Monitor.
Para pejabat membahas upaya pemerintah Sudan untuk mencapai perdamaian dan memfasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan kepada mereka yang membutuhkan, serta upaya yang sedang berlangsung untuk melakukan dialog yang komprehensif dan membentuk pemerintahan teknokrat untuk mempersiapkan negara itu untuk pemilihan umum, pernyataan itu menambahkan.