Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kemiskinan di Myanmar semakin meluas dalam enam tahun terakhir dan pertumbuhan ekonomi di negara yang sedang dilanda konflik tersebut mungkin akan tetap pada angka 1 persen pada tahun fiskal ini, kata Bank Dunia dalam laporan terbaru pada Rabu, 12 Juni 2024.
Meningkatnya kekerasan, kekurangan tenaga kerja, dan depresiasi mata uang telah mempersulit aktivitas bisnis, kata bank tersebut dalam sebuah laporan mengenai Myanmar. Negara Asia Tenggara itu telah berada dalam kekacauan politik dan ekonomi sejak junta militer melakukan kudeta pada 2021 terhadap pemerintahan yang dipimpin oleh Aung San Suu Kyi.
Pada Desember lalu, Bank Dunia memperkirakan perekonomian Myanmar akan tumbuh sekitar 2 persen pada tahun fiskal ini, setelah perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 1 persen di tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2024.
“Revisi ke bawah proyeksi pertumbuhan pada tahun 2024/25 sebagian besar disebabkan oleh masih tingginya inflasi dan kendala terhadap akses terhadap tenaga kerja, devisa, dan listrik, yang semuanya kemungkinan besar akan berdampak lebih besar terhadap aktivitas dibandingkan perkiraan sebelumnya,” kata Bank Dunia.
Perang saudara di Myanmar telah menyebabkan lebih dari 3 juta orang mengungsi dan membawa tingkat kemiskinan menjadi 32,1 persen, kembali ke tingkat pada 2015, menurut World Bank. Kelompok bersenjata etnis minoritas telah melancarkan serangan terkoordinasi terhadap sejak Oktober 2023 terhadap pos-pos militer junta di beberapa negara bagian Myanmar.
“Kedalaman dan tingkat keparahan kemiskinan telah memburuk pada tahun 2023-2024, yang berarti bahwa kemiskinan menjadi lebih mengakar dibandingkan enam tahun terakhir,” kata laporan tersebut.
Menyikapi peningkatan perlawanan bersenjata terhadap kekuasaannya, junta Myanmar awal tahun ini mengumumkan rencana wajib militer untuk mengisi kembali tenaga militernya yang telah habis. Bank Dunia mencatat pengumuman pada Februari 2024 itu telah meningkatkan migrasi ke daerah pedesaan dan luar negeri, yang menyebabkan meningkatnya laporan kekurangan tenaga kerja di beberapa industri.
Junta juga kehilangan akses ke beberapa perbatasan darat utama dengan Cina dan Thailand, yang menyebabkan penurunan tajam perdagangan darat.
“Tidak termasuk gas alam, ekspor melalui perbatasan darat menurun sebesar 44 persen,” kata Bank Dunia. “Impor melalui perbatasan darat turun setengahnya, menyumbang 71 persen penurunan impor secara keseluruhan.”
Secara keseluruhan, ekspor barang dagangan dilaporkan turun sebesar 13 persen dan impor turun sebesar 20 persen dalam enam bulan hingga Maret 2024, dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Perubahan mata uang yang cepat dan tidak terprediksi, berbarengan dengan inflasi yang cepat, akan memberikan tekanan lebih lanjut pada masyarakat Myanmar, menurut Bank Dunia. Sementara itu, industri di negara tersebut harus mengatasi kekurangan listrik dan mata uang asing, dengan produksi energi diperkirakan akan semakin menurun.
“Prospek perekonomian masih sangat lemah, sehingga memberikan sedikit kelonggaran bagi rumah tangga Myanmar dalam jangka pendek hingga menengah,” katanya.
REUTERS
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan editor: BI: Keyakinan Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi Tetap Kuat
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini