Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Junta Myanmar mengumumkan akan melakukan sensus nasional pada Oktober 2024. Sensus ini bagian dari pemilu yang dijanjikan dilakukan pada tahun depan. Usulan melakukan sensus nasional dilakukan setelah kondisi negara yang dulu bernama Burma memburuk di tengah konflik yang meluas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Media milik Pemerintah Myanmar mewartakan pada Senin, 2 Agustus 2024, jika tidak ada aral melintang, pengumpulan data akan mulai dilakukan pada 1 Oktober – 15 Oktober 2024, yang kemudian akan digunakan untuk menggelar pemilu tahun depan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sensus nasional bisa digunakan untuk memperbaiki dan mengakuratkan data daftar pemilih, di mana ini kebutuhan dasar untuk sukseskan sebuah pemilu yang bebas dan adil karena multi-partai,”kata Panglima militer Min Aung Hlaing dalam sebuah rapat pada Minggu, 1 Agustus 2024.
Pemilu yang diusulkan telah dicemooh sebagai pemilu palsu yang hasilnya tidak mungkin diakui negara-negara Barat. Pasalnya ada puluhan partai yang dilarang mengikuti pemilu, diantaranya Partai Liga Nasional Demokrasi (NLD) yang kepemimpinannya sudah didongkel oleh Junta militer.
Myanmar dengan 55 juta jiwa penduduk, mengalami gejolak politik sejak Februari 2021 atau ketika militer Myanmar melakukan kudeta menggulingkan pemerintahan NLD dengan alasan penipuan. NLD diketuai oleh mantan peraih Nobel bidang perdamaian Aung San Suu Kyi. Sebagian besar politikus NLD, termasuk Suu Kyi sudah ditahan. Sedangkan politikus yang berhasil melarikan diri mengatatakan tuduhan penipuan oleh Junta militer terkait daftar pemilih adalah tuduhan yang tidak berdasar dan dibuat-buat hanya untuk membenarkan kudeta tersebut.
Aung San Suu Kyi mendirikan Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) guna menyelenggarakan pemilihan umum yang demokratis. Pada 1990 Myanmar menyelenggarakan pemilihan umum yang dimenangkan oleh NLD. Akan tetapi Junta militer menolak hasil pemilu dan menerapkan tahanan rumah kepada Suu Kyi hingga 2010. Junta militer terus memerintah negara di Dewan Hukum Negara dan Restorasi Ketertiban.
Untuk mempertahankan kendali militer atas pemerintahan, Tatmadaw menyusun konstitusi baru yang menetapkan 25 persen kursi parlemen nasional dan lokal diisi oleh pejabat militer. Berdasarkan konstitusi itu, pemilihan umum kembali diselenggarakan pada 2011 dan dimenangkan Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP).
Selama masa pemerintahan USDP pada 2011-2016, Jenderal Min Aung Hlaing mempunyai pengaruh besar dalam politik. Pemilihan umum selanjutnya pada 2015 membuahkan hasil kemenangan bagi NLD. Namun, hasil pemilu tidak bisa menempatkan Suu Kyi sebagai presiden karena terhalang konstitusi yang disusun oleh pihak militer.
Saat Htin Kyaw menjabat sebagai presiden, Suu Kyi ditempatkan sebagai kepala pemerintahan. Pada periode tersebut hubungan antara militer dengan pemerintahan Suu Kyi terjalin lumayan baik. Tetapi Jenderal Min Aung Hlaing terus memastikan kekuasaan militer dengan menghalangi setiap upaya NLD merevisi konstitusi dan membatasi kekuatan militer.
Pada Februari 2021, Jenderal Senior Min Aung Hlaing dan para pemimpin militer lainnya kembali melakukan kudeta. Langkah tersebut dilakukan setelah partai proksi militer, Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP), mengalami pukulan telak pada pemilu 2020. Pada pemilu itu, partai yang dipimpin Aung San Suu Kyi tersebut meraup 396 dari total 476 kursi parlemen untuk majelis rendah sekaligus atas.
Sumber: Reuters
Pilihan editor: Ikan Paus Beluga yang Diduga Mata-mata Rusia Ditemukan Mati
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini