Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Kelompok pemberontak di Myanmar mengklaim pada Kamis, 25 Juli 2024 bahwa mereka telah berhasil merebut markas besar junta militer regional di sebuah kota di timur laut Myanmar dekat perbatasan dengan Cina. Langkah ini dapat menjadi pukulan signifikan bagi junta militer dalam beberapa tahun ke belakang, ketika pemberontakan di Myanmar semakin meluas.
Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA) mengatakan mereka telah mengambil alih kota strategis Lashio di Negara Bagian Shan utara, sekitar 120 km dari perbatasan Cina, setelah 23 hari pertempuran dengan pasukan pemerintah.
“Tentara kami telah meraih kemenangan yang menentukan dan sekarang sedang membersihkan sisa pasukan musuh. Kota ini sekarang dinyatakan telah sepenuhnya dibebaskan,” kata MNDAA dalam sebuah pernyataan di media sosial, seperti dikutip oleh Reuters.
Reuters mengatakan tidak dapat memverifikasi klaim kelompok tersebut secara independen dan juru bicara junta Myanmar tidak menanggapi panggilan untuk meminta komentar.
Juru bicara MNDAA mengatakan kepada Radio Free Asia, “Kami berjuang untuk separuh terakhir markas besar sejak tadi malam dan berhasil merebutnya sepenuhnya pada pukul 4 pagi.”
MNDAA adalah kelompok bersenjata etnis Kokang yang merupakan bagian dari beberapa kelompok pemberontak etnis minoritas lainnya, yang berjuang untuk mengusir junta militer dari wilayah-wilayah yang mereka anggap sebagai wilayah mereka sendiri.
Konflik di Myanmar kini telah berubah menjadi perang saudara, mengakibatkan lebih dari 2,6 juta orang mengungsi, menurut catatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Junta militer Myanmar, yang melancarkan kudeta untuk merebut kembali kekuasaan pada 2021 dari pemerintahan Aung San Suu Kyi, telah kesulitan menghadapi pemberontakan di berbagai front, sehingga menghambat kemampuannya untuk mengelola perekonomian Myanmar yang lumpuh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Junta telah menyebut lawan-lawannya sebagai “teroris” yang berupaya mengacaukan stabilitas negara.
Juru bicara utama junta Mayor Jenderal Zaw Min Tun mengatakan kepada media pemerintah bahwa laporan perebutan markas militer Lashio tidak benar. Dia mengatakan pertempuran yang dilaporkan adalah “operasi pembersihan” yang diluncurkan oleh junta untuk mengusir pemberontak dari dekat Lashio.
Di sisi lain, Maung Saungkha selaku komandan Tentara Pembebasan Rakyat Burma yang berjuang bersama MNDAA membenarkan perebutan markas besar tersebut. “Pasukan junta di markas besar semuanya tersebar hari ini,” katanya kepada Myanmar Now, Kamis.
MNDAA melancarkan serangan terbarunya setelah gagalnya gencatan senjata yang ditengahi oleh Cina baru-baru ini, yang khawatir akan pertempuran di perbatasan dan dampaknya terhadap perdagangan. “Pembebasan Lashio akan menandai kemenangan bersejarah dalam revolusi kita,” kata kelompok pemberontak tersebut, seperti dikutip Myanmar Now.
Kementerian Luar Negeri Cina mendesak semua pihak untuk menghentikan permusuhan, melakukan dialog dan memastikan dunia usaha dan warga negara Cina tidak dirugikan. “Kami akan terus mendorong perdamaian dan mendorong perundingan,” kata juru bicara Mao Ning dalam konferensi pers rutin.
Menurut analisis awal tahun ini oleh Dewan Penasihat Khusus untuk Myanmar, junta militer tidak memiliki kendali efektif atas Myanmar, karena kehilangan kewenangan atas kota-kota yang mencakup 86 persen negara dan dua pertiga penduduknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Retno Marsudi Kecewa 5PC oleh Myanmar Tidak Ada Kemajuan
REUTERS | MYANMAR NOW | RADIO FREE ASIA