Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Kami Minta Indonesia Menengahi

13 Oktober 2014 | 00.00 WIB

Kami Minta Indonesia Menengahi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Abu Tahay atau U Thar Aye, pendiri Partai Demokrasi Nasional untuk Pembangunan, tak pernah berhenti memperjuangkan etnis Rohingya mendapat pengakuan sebagai warga negara di Myanmar. Ia berkeliling ke berbagai negara untuk mendapatkan dukungan agar etnis Rohingya tak lagi dianggap sebagai imigran ilegal. Ia membawa bukti berupa dokumen yang menunjukkan sejarah keberadaan etnis Rohingya di Myanmar.

"Etnis Rohingya sudah ada sebelum abad ke-8. Ini berdasarkan bukti dari dokumen yang diterbitkan pada 1799, yang menegaskan bahwa Rohingya berada di sana," kata Abu Tahay, sambil memperlihatkan dokumen itu di layar presentasinya, saat berkunjung ke kantor Tempo, Rabu dua pekan lalu.

Pria yang juga menjabat Direktur Rohingya Resources Center itu menjelaskan berbagai bukti lain berupa dokumen yang diambil dari beberapa laporan, di antaranya Laporan Singkat Arakan oleh Charles Paton pada 1826, Sensus Inggris-Burma pada 1872, Sensus India Volume IX pada 1911, dan Laporan Imigrasi India pada 1941. Selama hampir dua jam, pria kelahiran 5 Februari 1964 ini menjelaskan dan menjawab pertanyaan mengenai sejarah keberadaan etnis Rohingya hingga perlakuan diskriminatif pemerintah Myanmar.

Bagaimana sebenarnya sejarah keberadaan Rohingya di Myanmar?

Ada dokumen klasik yang diterbitkan pada 1811. Dokumen ini menegaskan keberadaan Rohingya, dan mengkonfirmasi bahwa mereka berbeda dengan Hindu dan Bangladesh. Permukiman Rohingya telah ada di Negara Bagian Arakan (sekarang bernama Rakhine) sebelum 1823. Sebelum 1784, Arakan adalah bangsa yang merdeka.
Jika pemerintah berkata Rohingya bukanlah warga Myanmar, saya sepakat karena pada masa itu Arakan bukanlah bagian dari Myanmar. Tapi, setelah Myanmar melakukan pendudukan pada 1784, Arakan menjadi bagian dari Myanmar. Selama masa pendudukan, orang-orang Arakan melarikan diri ke daerah-daerah Chittagong di Bangladesh.
Setelah situasi stabil di bawah kendali Inggris, mereka kembali ke Myanmar. Inggris memulai pendudukan pada 1824. Itulah sebabnya hukum kami sebelumnya menyatakan setiap orang yang menetap di wilayah Myanmar sebelum 1823 adalah ras asli. Jadi Rohingya adalah penduduk asli.

Berapa jumlah warga Rohingya yang mengungsi ke negara lain?

Kami sedang mengumpulkan data Rohingya yang melarikan diri. Sampai saat ini mungkin lebih dari 100 ribu orang mengungsi karena kekerasan. Kini ada 2,8 juta Rohingya dan hanya 1,2 juta orang yang tinggal di dalam negeri. Sisanya tersebar. Di Arab Saudi ada sekitar setengah juta orang, di Bangladesh sekitar 700 ribu, di Asia Tenggara 200 ribu, dan di Australia 60 ribu orang.

Bagaimana soal status kewarganegaraan mereka?

Myanmar merdeka pada 1948. Waktu itu mereka tak diharuskan mengajukan permohonan kewarganegaraan karena mereka diakui sebagai ras asli berdasarkan dokumen 1948 bagian 3.1. Tapi, dalam dokumen yang dipublikasikan pada 2008, pemerintah tak mengakui keberadaan Rohingya, menyebutnya sebagai warga ilegal dan merupakan etnis Bengali (sebutan untuk mengidentifikasi etnis pendatang di Myanmar yang sebagian besar berasal dari keturunan India atau Bangladesh).
Menurut Undang-Undang Kewarganegaraan 1982, Rohingya dianggap sebagai imigran ilegal dan mereka jadi tak memiliki kewarganegaraan. Saat ini pemerintah memaksa kami menjadi Bengali, meminta kami mengajukan kewarganegaraan berdasarkan Undang-Undang 1982. Berdasarkan undang-undang itu, warga negara dibagi menjadi tiga kelompok, yakni warga negara, warga asosiasi, dan warga nasionalisasi. Kelompok warga asosiasi dan nasionalisasi tidak berhak ikut dalam pemilihan umum dan partai politik. Hanya yang berstatus warga negara yang memiliki hak itu.

Bagaimana kehidupan warga Rohingya di Negara Bagian Rakhine?

Masyarakat Rohingya tak diizinkan berpindah dari desa ke desa tanpa izin. Perlu mengajukan permohonan, jika tidak, mereka akan dikirim ke penjara. Kedua, Rohingya tidak diizinkan menikah dan perlu mengajukan permohonan jika ingin menikah.
Masyarakat Rohingya juga tak diizinkan berdoa di masjid, hanya boleh dilakukan di rumah, bahkan untuk sebuah perayaan. Semua masjid di Negara Bagian Rakhine ditutup, termasuk sekolah. Masyarakat Rohingya tak diizinkan belajar di universitas. Siswa hanya diperbolehkan mempelajari geografi, sejarah Burma, dan bahasa Inggris. Orang Rohingya juga tak diperbolehkan mendapat perawatan medis di rumah sakit pemerintah.

Apa prioritas permintaan Anda kepada pemerintah Myanmar?

Mereka harus lebih dulu mengembalikan kewarganegaraan penuh etnis Rohingya. Ini akan menjadi solusi yang berkelanjutan untuk hidup berdampingan secara damai bagi rakyat Myanmar. Tapi, untuk mencapai itu, perlu kemauan politik membawa pemerintah Rakhine dan Rohingya di satu meja.
Saya juga meminta pemerintah tidak menahan Rohingya di penjara. Saya ingin pemerintah membebaskan mereka dan memulihkan status pengungsi mereka, juga memberikan akses untuk permukiman permanen.

Harapan Anda terhadap pemerintah Indonesia?

Indonesia adalah negara ASEAN yang berpengaruh, salah satu anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam). Indonesia juga memiliki hubungan sangat baik dengan negara Barat, seperti Amerika, Eropa, dan Inggris. Itu sebabnya kami meminta untuk menengahi. Saya sudah beberapa kali berdiskusi dengan anggota parlemen dari Indonesia mengenai masalah ini, tapi belum ada tanggapan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus