Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ta'ang National Liberation Army (TNLA) Kelompok etnis minoritas bersenjata Myanmar, yang merupakan bagian dari aliansi perlawanan terhadap pemerintah junta militer Myanmar, pada Senin malam, 25 November 2024, mengumumkan kesiapan melakukan perundingan dengan pemerintah Myanmar setelah setahun melakukan perlawanan di area perbatasan Cina-Myanmar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TNLA mengambil keputusan itu setelah Cina menekan kelompok bersenjata tersebut di tengah degenerasi militer Myanmar, yang dipandang Beijing sebagai jaminan bagi stabilitas. Politik Myanmar bergejolak sejak militer negara itu melakukan kudeta mendongkel pemerintahan demokrasi Aung San Suu Kyi pada 2021. Semenjak itu, terjadi gerakan penolakan yang diawali unjuk rasa damai, kemudian berubah menjadi sebuah pemberontakan bersenjata oleh berbagai kelompok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TNLA dalam pernyataannya di Telegram mengatakan pihaknya ingin menghentikan serangan udara oleh militer Myanmar di wilayah utara Negara bagian Shan. TNLA punya itikad untuk melakukan perundingan dan mengapresiasi upaya mediasi yang dilakukan Cina.
“Warga sipil kami menderita akibat serangan udara dan kesulitan lainnya. Jadi, kami ingin mencari jalan keluar,” kata Juru bicara TNLA Lway Yay Oo.
TNLA adalah bagian dari sebuah serangan terkoordinasi yang diluncurkan pada tahun lalu yang disebut Operasi 1027. Nama itu diambil berdasarkan tanggal dimulainya operasi, yang menjadi tantangan terbesar bagi jenderal-jenderal di pemerintah Myanmar sejak mereka melakukan kudeta hingga berdampak pada hilangnya sejumlah kota dan pos-pos militer.
Dua kelompok lainnya dalam aliansi yakni Arakan Army dan Myanmar National Democratic Alliance Army belum mau berkomentar perihal langkah yang diambil TNLA ini. TNLA sebelumnya pada Januari 2024, sudah pernah melakukan kesepakatan gencatan senjata dengan militer Myanmar yang juga dimediasi oleh Cina. Namun kesepakatan itu runtuh paa Juni dan pertempuran dilanjutkan kembali.
Juru bicara Junta Myanmar belum mau berkomentar perihal ajakan TNLA untuk dialog gencatan senjata ini. Begitu pula kantor Kedutaan Besar Cina di Yangon yang belum mau buka suara soal pernyataan TNLA. Sedangkan National Unity Government (NUG) menilai Beijing harus mau mempertimbangkan keinginan warga Myanmar ketika mereka ingin terlibat dalam krisis di negara itu.
Sumber: Reuters
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini