LEBIH sejuta orang di Teheran kembali berarak menuju Behesht-e
Zahra, tempat para martir Revolusi Iran dikuburkan. Kali ini
mereka mengantar jenazah Presiden Mohammad Ali Rajai dan PM
Mohammad Javad Bahonar, Keduanya tewas kena ledakan bom. Ke
tempat ini pula, mereka pernah dalam Juni lalu mengarak jenazah
Ayatullah Sayid Mohammad Hussein Behesti, Pimpinan Partai
Republik Islam.
"Rakyat kini marah pada mereka yang bertanggungjawab atas
keamanan. Mereka (para pejabat keamanan) harus menjawabnya hari
ini juga," kata Hojatuleslam Hashemi Rafsanjani. Dengan
emosional Ketua Majlis Iran itu berpidato di depan rakyat yang
berkabung di halaman gedung parlemen.
Di hari Minggu yang naas (30 Agustus) itu, Presiden Rajai tengah
memimpin Sidang Dewan Pertahanan Tertinggi di kantor perdana
menteri. Dalam pertemuan yang dihadiri 10 pejabat teras kabinet
itu, dia duduk berdampingan dengan PM Bahonar. Mendadak terjadi
ledakan keras beruntun dua kali, yang mengoyak meja,
menghempaskan tembok, dan mengobarkan kebakaran. Presiden Rajai
dan PM Bahonar tewas seketika dengan tubuh robek-robek dan
hangus terbakar. Hanya dengan identifikasi gigi, jenasah
keduanya bisa dikenali.
Suruhan Imperialis
Dalam suasana panik, sejumlah Pengawal Revolusi Pasdaran
berusaha menyelamatkan arsip dan mencegah meluasnya kebakaran.
Suara sirene ambulans meraung-raung bercampur dengan teriak
orang kesakitan. Menteri Pertahanan Kolonel Moussa Namjou dan
Kepala Kepolisian Kolonel Vahid Dastig herdi diduga tewas pula.
Seorang korban lain, yang tewas seketika, sulit dikenali.
Peristiwa berdarah di kantor PM itu juga pernah terjadi di
markas Partai Republik Islam (PRI), Teheran. Ayatullah Behesti
tewas seketika bersama 69 orang lainnya ketika sebuah bom
meledak di markas PRI, 28 Juni. Hanya Rajai (masih PM) dan
Hojatuleslam Rafsanjani, yang meninggalkan pertemuan partai
sebelum bom meledak, waktu itu lolos tanpa luka sedikit pun.
Sekali lagi, Rafsanjani yang juga hadir di kantor PM tadi,
terhindar dari maut.
Siapa pelakunya? Radio Teheran kali ini menuduh "orang-orang
suruhan imperialis" Amerika dan (Presiden Irak) Saddam Hussein.
Ketika markas PRldibom, Ayatullah Khomeini menuduh unsur
Hojahedin-e Khalq yang melakukannya. Kali ini pemimpin Revolusi
Iran itu belum segera menunjuk hidung. Ratusan ribu orang sudah
berkumpul di tempat kediamannya di Teheran seolah menunggu
perintah.
Di Paris, bekas Presiden Iran Abolhassan Bani-Sadr menyebut
peristiwa berdarah di Minggu sore tadi sebagai reaksi atas
serangkaian tindakan hukuman mati yang dijatuhkan rezim Presiden
Rajai. Sejak (21 Juni) Bani-Sadr tersingkir dari kepresidenan
lebih 800 orang Feda'iyine Khalq dan Mojahedin-e Khalq sudah
ditembak mati. Malah aksi pembersihan terhadap pendukung dan
simpatisan kedua organisasi bawah tanah itu masih terus
dilancarkan di berbagai kota. "Stop tindak kekerasan itu. Anda
(Ayatullah Khomeini) adalah oran beriman. Anda tidak boleh
menindas ebebasan," tulis Bani-Sadr dalam telegram kepada Imam
itu.
Massoud Rajavi, 32 tahun, pemimpin Mojahedin Fraksi Kanan
(Islam), menganggap bahwa ajal Khomeini sudah dekat. Bersama
Bani-Sadr, Rajavi melarikan diri ke Paris sejak 29 Juli.
Mojahedin (cabang) London diberitakan mengaku gerakannya
bertanggungjawab atas ledakan bom di kantor PM itu. Tapi Rajavi
mengaku ia tak mengetahuinya.
Sementara jabatan presiden kosong, kekuasaan eksekutif kini
dipegang satu dewan yang terdiri dari ketua Majlzs Rafsanjani
dan Ketua Mahkamah Agung Ayatullah Moussavi Ardabili. Sebelum
tewas, PM Bahonar juga duduk dalam dewan kepresidenan itu. Dan
dewan inilah yang kelak bertanggungjawab menyelenggarakan
pemilihan kembali dalam jangka 50 hari.
Lewat cara demikian Rajai terpilih (24 Juli) menggantikan
Bani-Sadr yang digulingkan sebagai presiden Iran. Mendiang
Presiden Rajai lahir (1933) di Qasvin.
Dalam gerakan menentang Syah Iran (1974-78), dia sempat mendekam
di penjara Evin, Teheran. Karena siksaan Dinas Rahasia (Savak)
Rajai dikenal sebagai "martir yang hidup". Ketika 1978
dibebaskan, dia mengajar sebagai guru matematik.
Dua tahun kemudian Rajai terpilih sebagai anggota Majlis
mewakili Teheran dengan dukungan PRI. Majlis yang dikontrol PRI
pernah memaksa Presiden Bani-Sadr agar memilih Rajai sebagai
perdana menteri.
Sebelum ditunjuk (5 Agustus) sebagai perdana menteri, Mohammad
Javad Bahonar menduduki jabatan ketua PRI sesudah Behesti tewas.
Lahir (1933) di Kerman, Bahonar dikenal sebagai anggota Dewan
Revolusi yang pernah belajar pada Khomeini. Di masa Syah Iran
berkuasa, dia beberapa kali dipenjarakan.
Sesudah sejumlah pimpinan teras Iran itu tewas, siapa lagi?
Ledakan bom di Teheran diduga akan terjadi setiap waktu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini