Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Keturunan Sultan Sulu Tuntut Malaysia Bayar Ganti Rugi Rp227 Triliun, Ini Masalahnya

Ahli waris mendiang Sultan Sulu meminta pengadilan Belanda menyita aset Malaysia di Belanda untuk mengeksekusi putusan arbitrase senilai US$15 miliar

30 September 2022 | 08.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kota Kuala Lumpur, Malaysia, 4 Mei 2020. REUTERS/Lim Huey Teng

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ahli waris mendiang Sultan Sulu meminta pengadilan Den Haag menyita aset Malaysia di Belanda untuk mengesekusi putusan arbitrase senilai US$15 miliar (Rp227 triliun) yang diberikan kepada mereka sebagai kompensasi yang harus dibayar pemerintah Malaysia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Petisi di Pengadilan Banding Belanda merupakan eskalasi dari perselisihan lama atas kesepakatan tanah era kolonial yang mengancam aset global pemerintah Malaysia dan perusahaan milik negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemerintah Malaysia, yang mengatakan tidak mengakui klaim ahli waris Sultan Sulu, tidak segera menanggapi permintaan komentar atas petisi Belanda ini.

Pengadilan arbitrase Prancis pada bulan Februari 2022 memerintahkan Malaysia untuk membayar sejumlah 15 miliar dolar AS – nilai arbitrase terbesar kedua dalam catatan – kepada keturunan Sultan Sulu terakhir.

Malaysia memperoleh penundaan putusan sambil menunggu banding, tetapi putusan itu tetap dapat ditegakkan di luar Prancis di bawah perjanjian PBB tentang arbitrase internasional.

Ahli waris sultan, yang pernah menguasai wilayah mencakup pulau-pulau di Filipina selatan dan sebagian pulau Kalimantan, meminta pengadilan Belanda untuk mengakui dan menegakkan putusan arbitrase tersebut.

Ahli waris ingin menyita aset Malaysia di Belanda, menurut salinan petisi pengadilan yang dibagikan oleh pengacara mereka.

"Pengajuan di Belanda ini akan segera diikuti oleh tindakan penegakan hukum lainnya, dari berbagai jenis, di berbagai yurisdiksi,” kata pengacara Paul Cohen, penasihat utama ahli waris sultan dari firma hukum Inggris 4-5 Gray's Inn Square.

Beberapa perusahaan terbesar Malaysia beroperasi di Belanda, termasuk perusahaan minyak negara Petronas dan produsen minyak sawit Sime Darby Plantations.

Pada bulan Juli, dua anak perusahaan Petronas yang berbasis di Luksemburg disita oleh petugas pengadilan sebagai bagian dari upaya ahli waris mengklaim keputusan arbitrase tersebut.

Petronas, yang menggambarkan penyitaan Luksemburg sebagai "tidak berdasar", mengatakan akan mengambil tindakan hukum untuk mencegah upaya penyitaan aset mereka di 44 negara.

Perselisihan itu berawal dari kesepakatan yang ditandatangani pada 1878 antara dua kolonial Eropa dan sultan atas penggunaan wilayahnya di Malaysia saat ini – sebuah perjanjian yang dihormati oleh Malaysia merdeka hingga 2013, dengan cara membayar ke keturunan raja sekitar US$1.000 (Rp15 juta) per tahun.

Namun Kuala Lumpur menghentikan pembayaran setelah serangan berdarah oleh pendukung mantan kesultanan yang ingin merebut kembali tanah dari Malaysia.

Ahli waris Sultan Sulu membawa masalah penangguhan pembayaran itu ke pengadilan arbitrase dan dimenangkan. Malaysia sendiri tidak mengakui arbitrase.

Jumlah gugatan keturunan Sultan Sulu ini hampir seperempat dari anggaran negara Malaysia 2022 sebesar Rp1.086 triliun.

Reuters

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus