Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Jumlah penumpang dan kru kapal pesiar Diamond Princess yang terinfeksi Covid-19 terus bertambah.
Kru kapal asal Indonesia khawatir tertular dan ingin segera dievakuasi.
Pemerintah menyiapkan dua opsi evakuasi.
SEKITAR 500 orang, sebagian besar sudah lanjut usia, turun dari kapal pesiar Diamond Princess yang bersandar di Pelabuhan Yokohama, Jepang, Rabu, 19 Februari lalu. Banyak dari mereka naik bus carteran yang sudah disediakan pemerintah menuju Stasiun Yokohama. Yang lain memanggil taksi atau dijemput anggota keluarga masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka yang memilih pergi dengan berjalan kaki segera dikelilingi wartawan, yang sudah menunggu kabar dari penumpang kapal yang dikarantina selama 14 hari itu. “Saya lega akhirnya turun dari kapal,” kata seorang lelaki berusia 70-an tahun kepada wartawan, seperti dilansir Japan Times. “Saya ingin pulang dan beristirahat.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kapal yang mengangkut 2.666 penumpang dan 1.045 kru itu dikarantina sejak 4 Februari lalu. Ini terjadi setelah seorang penumpang yang turun di Hong Kong dinyatakan positif terjangkit Covid-19, virus corona baru yang mewabah di Wuhan, Provinsi Hubei, Cina.
Saat kapal dikarantina, jumlah penumpang yang terkena virus itu terus bertambah. Ketika status karantina dicabut pada 19 Februari lalu, setidaknya 621 orang dinyatakan positif mengidap virus corona. Dua di antaranya, pria Jepang berusia 87 tahun dan seorang wanita Jepang berusia 84 tahun, meninggal. Satu karena corona, lainnya karena pneumonia.
Dengan jumlah korban sebanyak itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan Diamond Princess menjadi pusat episentrum virus terbesar setelah Wuhan. Jumlah orang yang terinfeksi virus Covid-19 di Hubei, berdasarkan data per 21 Februari 2020, tercatat 62.031 orang dan 2.029 di antaranya meninggal.
Jumat, 21 Februari lalu, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto juga menyebut Diamond Princes sebagai episentrum di luar Wuhan dan mereka yang di dalamnya sangat mungkin tertular. Dari lebih 1.000 kru kapal itu, 74 orang adalah warga negara Indonesia. Tiga di antaranya dinyatakan positif terinfeksi Covid-19.
Kapal pesiar berbendera Inggris ini melakukan tur 16 hari dan berangkat dari Yokohama pada 20 Januari lalu. Kapal yang dikelola Carnival Corporation ini dijadwalkan pulang pada 4 Februari. Dalam perjalanan, kapal singgah di Hong Kong, Vietnam, dan Taiwan sebelum kembali ke Jepang.
Saat kapal berangkat, wabah Covid-19 sudah merebak di Wuhan. Kapal tiba di Hong Kong pada 25 Januari dan menurunkan penumpang. Setelah itu, kapal bertolak ke Jepang. Pada 30 Januari, saat Diamond Princess dalam perjalanan pulang, muncul informasi bahwa ada seorang penumpang asal Hong Kong yang positif terinfeksi corona.
Saat dilacak aktivitasnya, pria berusia 80 tahun itu diketahui sebagai salah satu penumpang kapal Diamond Princess yang naik dari Jepang dan turun di Hong Kong. Menurut Reuters, pria itu batuk sehari sebelum berangkat, tapi tidak mengalami demam sampai 30 Januari.
Diamond Princess tiba di Yokohama pada 4 Februari, sehari lebih cepat dari jadwal. Petugas kesehatan Jepang lantas melakukan pemeriksaan. Kapal itu lalu dikarantina selama 14 hari.
Dengan status dikarantina, peraturan yang berlaku di kapal itu berubah. Manajemen kapal meminta semua penumpang tetap di kamar dan melakukan semua aktivitas di dalam. Semua makanan dan barang kebutuhan penumpang lain akan dikirim kru kapal ke kamar.
Status karantina itu membuat bar, restoran, butik, dan kolam renang sepi. Kru kapal yang selama ini bertugas di sana dialihkan menjaga koridor buat memastikan penumpang mematuhi anjuran manajemen kapal.
Kru asal Indonesia ada yang bertugas di bar, restoran, dan butik. Ada juga yang bertugas di bagian bersih-bersih. Untuk mencegah penularan, kru menyemprotkan disinfektan tiga kali sehari di sejumlah bagian kapal yang memiliki 18 dek itu.
Menurut seorang kru, pada suatu hari ada penumpang senior keluar dari kamarnya. Kru yang berjaga lantas memberi tahu agar ia tetap di kamar, tapi penumpang itu membela diri atas tindakannya. Belakangan, si penumpang mengeluhkan manajemen kapal itu. Sejak itu, manajemen mengizinkan penumpang ke dek kapal selama satu setengah jam dalam sehari. Itu pun diatur bergiliran.
Cheryl dan Paul Molesky, pasangan suami-istri dari Syracuse, New York, Amerika Serikat, mengunggah video rekaman kehidupan sehari-hari mereka di kapal itu di YouTube. Cheryl mengunggah video pertamanya pada 6 Februari dengan judul “Kita Harus Berada di Kyoto!”. “Kami akan terjebak di sini untuk sementara, jadi kami pikir kami akan mendokumentasikan beberapa perjalanan kami,” ucap Cheryl dalam video itu, seperti dikutip Business Insider Singapura.
Menjelang hari keenam karantina, video keduanya memperlihatkan rutinitas harian mereka saat merapikan tempat tidur, mencuci piring, dan membersihkan kamar mandi. Seluruh kontak pasangan itu dengan kru kapal menggunakan masker dan sarung tangan. Kru juga mendapatkan nasihat dari petugas kesehatan Jepang agar berkomunikasi dengan cara aman, yaitu dari jarak dua meter.
Profesor Kentaro Iwata, Kepala Departemen Penyakit Menular di Rumah Sakit Universitas Kobe dan anggota Tim Bantuan Medis Bencana Jepang, memantau kondisi kapal pada Selasa, 18 Februari. “Kapal ini sama sekali tidak memadai dalam hal pengendalian infeksi,” kata Iwata dalam sebuah video yang diunggah di YouTube. “Tidak ada perbedaan antara zona hijau, yang bebas dari infeksi, dan zona merah, yang berpotensi terkontaminasi virus,” ujarnya, seperti dikutip Business Insider Singapura.
Pemeriksaan suhu tubuh penumpang yang turun dari kapal Diamond Princess di Daikoku Pier Cruise Terminal, Yokohama, Jepang, 21 Februari lalu./REUTERS/Athit Perawongmetha
Iwata mengurusi banyak kejadian infeksi selama lebih dari 20 tahun, dari virus ebola di Afrika hingga SARS di Cina. Dia tidak takut terinfeksi karena tahu bagaimana cara melindungi diri dan orang lain serta bagaimana mengendalikan infeksi. “Tapi, di Princess Diamond, saya sangat takut. Saya sangat takut terinfeksi Covid-19 karena tidak ada cara mengetahui di mana virus itu berada,” katanya.
Saat dikarantina, Diamond Princess memang mencatat ada kenaikan jumlah penumpang dan kru yang positif terjangkit Covid-19. Pada 4 Februari, ada 10 penumpang dan kru yang dinyatakan positif terkena virus. Pada 8 Februari, ada 16 yang terinfeksi. Setelah itu, angkanya membengkak sampai menjadi 454 pada 17 Februari.
Terus bertambahnya jumlah orang yang terinfeksi membuat salah satu kru warga negara Indonesia, Fauzan, risau dan ingin segera dievakuasi. “Yang paling membuat waswas adalah saat Senin lalu (17 Februari) ada 99 orang yang positif,” ujarnya kepada Tempo melalui sambungan telepon. “Itu membuat saya merasa seperti menunggu giliran saja.”
Fauzan berharap evakuasinya dilakukan setelah melalui prosedur dan berkoordinasi dengan pemerintah Jepang, seperti menjalani pemeriksaan kesehatan dan dikarantina secara layak. “Saya juga tak ingin pulang membawa virus,” katanya.
Pemerintah Indonesia sudah punya rencana sendiri. “Pemerintah memutuskan untuk mengevakuasi kru warga negara Indonesia di Diamond Princess,” ucap Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Indonesia Judha Nugraha, Jumat, 21 Februari lalu.
Menurut Achmad Yurianto, pemerintah menyiapkan dua skenario pemulangan: lewat laut dengan KRI Suharso atau lewat udara dengan pesawat Boeing 737. Jika menggunakan kapal, butuh 14 hari untuk tiba di Jepang. Selama menunggu, para kru Diamond Princess bisa menjalani observasi di atas kapal di Jepang.
Waktu tempuh dari Jepang ke Indonesia juga 14 hari. Artinya, pulang-pergi sama dengan masa dua kali inkubasi. “Sampai di Indonesia, mereka sudah bersih,” kata Yurianto. Mana dari dua opsi itu yang akan dipilih sepenuhnya tergantung keputusan Presiden Joko Widodo. Saat di Kabupaten Pelalawan, Riau, 21 Februari lalu, Presiden mengatakan semua masih dalam persiapan. “Tapi belum kita putuskan.”
ABDUL MANAN, DEWI NURITA, EGI ADYATAMA (JAKARTA)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo