Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah koin langka dari abad ke-12 Inggris, yang ditemukan tepat sebelum lockdown, baru saja terjual seharga £17.000 atau lebih dari Rp. 300 Juta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Koin “anarki” berwarna perak itu berusia sekitar 800 tahun itu. Ada nama bangsawan Yorkshire yaitu Robert De Stuteville tertulis pada koin itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Koin ini ditemukan di Ryedale, North Yorks, oleh seorang pria berusia 66 tahun, yang telah berburu harta karun selama lebih dari 30 tahun. Pria ini tidak ingin disebutkan namanya.
Para ahli mengatakan koin tersebut berasal dari tahun 1146-1152 M, dan pada awalnya bernilai sekitar 6.000 pound sterling atau sekitar Rp100 juta.
Namun, harga koin itu melampaui target ketika dijual kepada seorang kolektor pribadi, yang membuat harga jual koin ini naik hampir tiga kali lipat dari nilai awalnya.
Gregory Edmund, juru lelang Spink and Son, yang menjual koin itu, mengatakan, "Agak meremehkan untuk mengatakan koin ini sebagai 'barang langka', karena koin ini adalah penemuan pertama dari jenisnya yang didokumentasikan lebih dari seabad."
Dia menambahkan "Robert de Stuteville adalah nama yang hampir dilupakan sejarah Inggris, dan sebuah keberuntungan kisah ini bahkan dapat diceritakan hari ini."
Koin dari periode "Anarki" ini merujuk pada masa saat banyak terjadi perang saudara.
Ada banyak penguasa daerah yang bersaing untuk takhta kerajaan Inggris setelah kematian putra Raja Henry I dan tidak memiliki keturunan laki-laki lagi.
Dia ingin putrinya, Matilda, menjadi ratu, tetapi klaimnya ditantang oleh keponakannya, Stephen dan Henry du Blois, atas nama Stephen, yang akhirnya menjadi Raja Inggris.
Koin dengan ukiran ksatria yang memegang pedang menyerang ke dalam pertempuran, dan terdapat beberapa kerusakan karena terkubur berabad-abad di bawah tanah sebagai harta karun. Tetapi masih dalam kondisi yang lebih baik daripada potongan serupa di British Museum.
ADITYO NUGROHO