Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS atau pilpres AS pada Rabu pekan ini disinyalir akan mengakhiri kasus pidana yang diajukan terhadapnya, setidaknya selama empat tahun ia menduduki Gedung Putih.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan laporan Reuters, Jumat, 8 November 2024, Trump menjadi mantan presiden AS pertama yang menghadapi tuntutan pidana. Selama sebagian besar tahun ini, dia menghadapi empat tuntutan hukum secara bersamaan. Tuduhan itu mulai dari upaya untuk menutupi pembayaran uang tutup mulut kepada bintang porno Stormy Daniels selama kampanye tahun 2016 hingga upaya untuk membalikkan kekalahannya dalam pemilihan tahun 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Mei lalu, juri dalam pengadilan New York memutuskan Trump bersalah karena memalsukan catatan bisnis yang terkait dengan pembayaran Stormy Daniels. Kasus itu menjadikan Trump sebagai mantan presiden AS pertama yang dihukum karena kejahatan.
Menurut keterangan seorang narasumber kepada Reuters pada Rabu pekan ini, pejabat Departemen Kehakiman AS tengah menilai cara untuk mengakhiri dua kasus pidana Penasihat Khusus Jack Smith terhadap Trump, sebab ada kebijakan lama yang melarang penuntutan presiden yang sedang menjabat.
Pada 24 Oktober lalu, Trump mengatakan bahwa dia akan memecat Smith--yang memimpin penuntutan federal atas upayanya untuk membatalkan kekalahan pemilihannya dan penahanan dokumen rahasia setelah meninggalkan jabatan-- setelah dilantik.
Trump mengaku tidak bersalah atas semua tuduhan dan menyatakan penuntutan tersebut bermotif politik.
"Rakyat Amerika telah mendengar kasus-kasus jaksa Demokrat ini terhadap Presiden Trump dan mereka tetap akan memilihnya," kata Mike Davis, pendiri Article III Project, sebuah kelompok advokasi hukum konservatif, dikutip dari Reuters.
Trump tidak akan memiliki kendali yang sama atas kasus uang tutup mulut New York atau penuntutan Georgia terhadapnya karena mencoba membatalkan kekalahannya tahun 2020 di negara bagian itu. Namun, perannya yang unik sebagai presiden membuat Trump tidak mungkin menghadapi konsekuensi hukum dalam kedua kasus tersebut selama masa jabatannya.
"Ia didakwa dengan tepat atas kejahatan dalam sistem yang kita miliki," kata Kristy Parker, penasihat khusus di Protect Democracy, sebuah organisasi advokasi yang didedikasikan untuk melawan apa yang disebutnya ancaman otoriter terhadap AS.
Parker mengatakan jika Trump benar-benar menutup kasus tersebut, maka tidak berarti itu adalah hal yang benar.
Adapun satu agendakan pengadilan telah dijadwalkan sebelum ia dilantik pada 20 Januari, meskipun para ahli hukum mengatakan bahwa hal itu tidak mungkin dilaksanakan.
Kasus Uang Tutup Mulut di New York
Di New York, pengacara Trump diperkirakan akan meminta Hakim Juan Merchan untuk menunda hukumannya yang saat ini dijadwalkan pada 26 November--di mana ia dapat menghadapi hukuman hingga empat tahun penjara. Menjatuhkan hukuman kepada presiden terpilih sebelum Hari Pelantikan akan menjadi hal yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah AS, dan para ahli hukum memperkirakan sidang akan ditunda.
Merchan telah dua kali menunda vonis Trump, yang awalnya dijadwalkan pada 11 Juli, sebagian karena putusan Mahkamah Agung AS pada bulan Juli yang menyatakan bahwa presiden memiliki kekebalan luas dari tuntutan atas tindakan resmi mereka. Trump berpendapat bahwa kasus tersebut harus dibatalkan berdasarkan putusan tersebut. Klaim itu dibantah oleh jaksa penuntut umum.
Trump telah berjanji untuk mengajukan banding atas putusannya setelah dijatuhi hukuman. Secara terpisah, pengacaranya telah meminta Pengadilan Banding Sirkuit ke-2 AS untuk memindahkan kasus tersebut ke pengadilan federal. Langkah tersebut, jika berhasil, dapat menciptakan hambatan hukum baru untuk kasu itu.
Penuntutan Federal
Trump menghadapi empat dakwaan di pengadilan federal di Washington dengan tuduhan penyebaran klaim palsu tentang kecurangan pemilu untuk mencoba menghalangi pengumpulan dan sertifikasi suara setelah pemilu 2020. Saat itu Trump kalah dari Joe Biden.
Trump diduga menyimpan dokumen rahasia secara tidak sah setelah masa jabatan pertamanya berakhir pada tahun 2021 dan menghalangi upaya pemerintah AS untuk mengambil catatan tersebut.
Hakim Distrik AS yang berkantor pusat di Florida, Aileen Cannon, yang dinominasikan ke pengadilan oleh Trump, menolak semua dakwaan pada bulan Juli setelah menemukan bahwa Smith, tidak ditunjuk secara tepat untuk jabatan tersebut dan tidak memiliki kewenangan untuk mengajukan kasus tersebut.
Departemen Kehakiman mengajukan banding dalam kasus tersebut.
James Trusty, yang sebelumnya mewakili Trump dalam kedua kasus tersebut, mengatakan bahwa ia tidak terlalu optimis bahwa Departemen Kehakiman akan menolak kasus tersebut dengan sendirinya.
"Insting saya mengatakan mereka lebih suka tetap dalam status quo atau sebagian besar status quo, daripada mencabutnya secara tegas," ujarnya. "Secara politis, saya pikir mereka lebih suka memiliki jejak pemerintahan Trump yang baru dalam kasus-kasus yang berakhir."
Kasus Pemerasan di Georgia
Jaksa di Fulton County, Georgia, tahun lalu menggunakan undang-undang pemerasan negara bagian--yang dikembangkan untuk melawan kejahatan terorganisir -- untuk mendakwa Trump atas dugaan konspirasi untuk membalikkan kekalahannya di negara bagian medan tempur tersebut dalam pemilihan 2020.
Trump tidak akan dapat mengakhiri penuntutan, tetapi pengacaranya telah mengatakan di pengadilan bahwa ia akan berusaha menghentikan semua aktivitas yang terkait dengan Trump berdasarkan argumen bahwa seorang presiden tidak boleh menghadapi beban penuntutan pidana saat menjabat.
Trump dan delapan dari 14 terdakwa lainnya dalam kasus tersebut meminta pengadilan banding Georgia untuk mendiskualifikasi jaksa penuntut utama, Jaksa Wilayah Fulton County Fani Willis, atas dugaan pelanggaran yang berasal dari hubungan romantis yang dimilikinya dengan mantan wakilnya. Sidang lisan dijadwalkan pada tanggal 5 Desember mendatang.
Jika upaya itu gagal, kasus tersebut akan dapat dilanjutkan terhadap terdakwa lainnya, yang meliputi mantan pengacara pribadi Trump, Rudy Giuliani, dan kepala staf Gedung Putih, Mark Meadows. Namun, para ahli hukum memperkirakan bahwa kasus terhadap Trump tidak akan berlanjut selama ia masih berada di Gedung Putih.
Pilihan editor: Israel Terima Bantuan 25 Jet Tempur F-15 dari AS Senilai US$5,2 Miliar