ORANG-orang Sikh mengamuk lagi. Selama dua pekan, hampir 7 orang tewas, 300 luka-luka, dan pada enam kota di Punjab diberlakukan jam malam. Pembangkangan Sikh itu, yang sudah berlangsung 18 bulan, mencapai puncaknya ketika sobekan pasal 25 UUD India mereka bakar di tempat umum, pekan silam. Aksi-aksi, menurut Partai Akali Dal, akan terus dilancarkan sampai semua tuntutan Sikh dipenuhi pemerintah pusat. Tuntutan utama kaum Sikh, yang berjumlah 12 juta, adalah otonomi pemerintahan yang lebih besar untuk negara bagian Punjab, jatah air yang lebih banyak untuk petani-petani Sikh, dan wewenang penuh atas 30 kuil mereka di seluruh India. Pemerintah pusat di New Delhi masih membahas pelbagai kemungkinan untuk memuaskan minoritas Sikh, ketika kerusuhan meletus antara Punjab dan tetangganya Haryana - dua negara bagian yang terletak d India Utara. Punjab engan mayorltas Sikh dan Haryana dengan mayoritas Hindu memang sudah terlibat sengketa perebutan air sejak lama. Perdana Menteri Indira Gandhi, sekembali melayat dari Moskow, sudah setuju perselisihan wilayah antara kedua negara bagian tersebut diselesaikan oleh komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Sedangkan sengketa air akan diputuskan Mahkamah Agung. Indira kemudian bahkan mundur lagi selangkah. Ia menyetujui pembagian Kota Chandigarh, ibu kota bersama Punjab dan Haryana, asalkan "tidak mengubah watak arsitektur kota itu." Mendengar ini, pemimpin Sikh, Harchand Singh Longawal, optimistis persoalan kaumnya akan terselesai an. Tapi kelegaan ini hanya sesaat. Selang beberapa hari kemudian sebuah granat dilemparkan seseorang tak dikenal ke tengah upacara di sebuah candi Hindu di Amritsar. Akibatnya, tiga tewas dan 45 luka-luka. Tanpa dapat dicegah, penganut Hindu pun melancarkan aksi balas dendam. Mereka, dengan menggunakan tali dan gunting, memotongi rambut dan janggut orang-orang Sikh. Pengamanan oleh polisi telah ditingkatkan. Namun, konflik antara golongan Hindu dan Sikh ternyata tidak bisa cepat diatasi. Menanggapi suara-suara negatif di Parlemen, Menteri Dalam Negeri P. Venkatasubbiah menegaskan, "pemerintah akan menindak tanpa pandang bulu, dan teror tidak bisa dibiarkan, apalagi sengketa ada dalam proses penyelesaian." Indira Gandhi, yang semula sudah mulai lunak, akhirnya kehilangan kesabarannya terhadap kedua kaum itu. Ia marah sekali karena pemerintah dituduh tidak berbuat apa-apa pada masa-masa gawat. Padahal, dia sudah mengirim Menteri Ketenagaan Shiv Shankar ke Punjab untuk menjembatani kepentingan kedua pihak. Apa sebetulnya yang terjadi? Rupa-rupanya, tawar-menawar dengan golongan Sikh tidaklah mulus. Pengikut Longawal, yang moderat, mengingini penyelesaian secara damai. Kelompok garis keras Jarnail Singh Bindranwale cenderung untuk angkat senjata. Meski Longawal memilih bersikap moderat, ia tampak berusaha keras memanfaatkan situasi rawan semaksimal mungkin pada saat Indira bersiap-siap menghadapi pemilu, Januari tahun depan. Ia berpendapat, itulah peluang yang dianggapnya bisa menguntungkan Sikh. Maka, Longawal berani mengancam bahwa "ia tidak lagi berminat maju ke meja perundingan."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini