Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Mengapa militer tak percaya cory

Sebuah pol yang diadakan pada april sampai mei 1987, diisi oleh 452 perwira, mencerminkan sikap militer di masa pemerintahan corazon aquino. militer tidak percaya pemerintahan sipil cory.

9 Desember 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

25 Februari 1986, Corazon Aquino dilantik sebagai presiden Filipina, menggantikan Marcos yang terpaksa lari ke Hawaii. 6 Juli 1986, usaha kudeta pertama oleh militer pro-Marcos. Dua hari kemudian mereka menyerah. 22 November 1986, usaha kudeta kedua oleh sekelompok perwira diungkapkan oleh Pangab Videl Ramos. Esoknya, Menhan Ponce Enrile dipecat, didakwa mengotaki gerakan ini. 27 Januari 1987, kudeta ketiga oleh pengikut Marcos beserta sejumlah tentara. Mereka menguasai stasiun radio dan televisi selama 60 jam, sebelum menyerah. 18 April 1987, usaha kudeta keempat, sejumlah tentara menguasai markas besar angkatan bersenjata. Mereka menyerah beberapa jam kemudian. 27 Agustus 1987, Letkol. Gringo Honasan memimpin upaya kudeta kelima, menyerang Malacanang. Gagal. 53 dari 1.200 serdadu pembelot tewas. Honasan lari (Desember 1987, Honasan tertangkap, kemudian April 1988, ia melarikan diri). 1 Desember 1989, usaha kudeta keenam, yang hingga awal pekan ini, ia masih terus melakukan perlawanan. MENGAPA demikian sering sekelompok tentara berupaya menggulingkan Cory Aquino, presiden yang naik berkat "kekuasaan rakyat" dan AFP atau angkatan bersenjata Filipina? Bila itu dilakukan oleh tentara pengikut Marcos, latar belakangnya tentulah jelas sudah: usaha mengembalikan kekuasaan sang diktator. Tapi, bila itu dilakukan oleh para perwira RAM (gerakan reformasi angkatan bersenjata, sebuah organisasi tanpa bentuk, pertama kali disebut-sebut adanya pada 1985), yang anti-Marcos dan mendukung Cory naik ke kursi kepresidenan, tampaknya, tak mudah dijelaskan. Memang, ada alasan yang selalu disebut-sebut dalam tiap usaha memakzulkan Cory. Yakni, lemahnya Sang Presiden terhadap gerilyawan komunisme NPA, dan merajalelanya korupsi. Cory, misalnya, di awal pemerintahannya langsung saja membebaskan dua gembong komunis dari penjara Fort Bonifacio. Alasan dia, gerakan komunisme lahir karena politik tangan besi Marcos. Di zaman demokrasi, mereka tentu tak punya alasan lagi untuk mengangkat senjata, apalagi bila diberi kesempatan sama untuk bertanding di kancah politik secara adil. Kemudian, banyak tuduhan dilontarkan bahwa Cory memberi hak istimewa kepada teman dan kerabatnya. Sebenarnya, setelah usaha kudeta berdarah yang dipimpin oleh Gregorio "Gringo" Honasan -- perwira yang berbakat, baik dalam pertempuran lapangan maupun dalam dunia intelijen -- Agustus 1987, ketika itu Presiden Cory Aquino cukup mawas diri. Sejak itu, tiap berpidato ia selalu menekankan tentang bahaya komunisme. Ia sangat mengharapkan pihak militer bisa menumpas komunis sebelum masa kepresidenannya habis pada 1992. Tak cuma itu, dalam waktu singkat, disusun rencana peningkatan kesejahteraan tentara dan keluarganya. Gaji dan fasilitas ditingkatkan, perumahan diperbaiki, beasiswa disediakan bagi anak tentara yang gugur dalam tugas, bangunan-bangunan militer diremajakan. Soal nepotisme? Keluarlah pernyataan Oktober yang terkenal itu. Kepada semua pejabat pemerintah di pusat maupun daerah, harap segera melaporkan bila ada kerabat atau sejawatnya yang menyalahgunakan nama Presiden untuk keuntungan pribadi, dan mereka harus diadili sebagaimana hukum yang berlaku. Manis terdengarnya pernyataan itu, tapi menurut Carolina Hernandez di Asan Survey Februari 1989, karena warisan jaringan korupsi dalam pemerintahan Marcos, imbauan Presiden boleh dikatakan teriakan di padang tandus. Dan sebagaimana korupsi yang rupa-rupanya sudah membelit lekat, ketidakpercayaan militer -- terutama para perwira muda didikan Amerika -- terhadap Cory ternyata susah juga dikikis. Ini bukan cuma prasangka tanpa bukti. Benar, menurut pernyataan resmi dan Departemen Pertahanan, gerilyawan komunis sudah bisa dijepit. Menurut laporan ini, pada 1988 banyak gerilyawan merah ini tewas atau ditahan dalam pertempuran. Juga lebih banyak disita persenjataan mereka dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Korban di pihak tentara menurun. Kekuatan NPA merosot dari sekitar 25.200 orang menjadi 23.000 saja. Celakanya, pihak komunis segera mengedarkan buku berjudul Pandangan dari Dalam, akhir tahun lalu. Dalam buku itu ditulis bahwa kini tentara NPA berjumlah sekitar 230.000, kekuatan yang cukup bisa menggulingkan pemerintahan (anggota angkatan bersenjata Filipina pada 1987 kurang dari 155.000 orang). Benar, buku ini lebih bergaya propaganda daripada mengemukakan data. Tapi, itu cukup dijadikan alasan juga buat meragukan data-data dari Departemen Pertahanan. Dan kenyataannya, serangan NPA pernah sangat intensif. Malah tahun ini, mereka begitu nekat menyerang perwira Amerika sampai tewas. Tetap tak puaskah militer dengan segala upaya Cory yang oleh Amerika disebut-sebut sebagai penegak demokrasi di Filipina? Menurut Ketua Senat Komite Pertahanan dan Keamanan Nasional Senator Ernesto Maceda, "Lebih dari sepertiga personel angkatan bersenjata diragukan kesetiaannya kepada pemerintah Filipina." Memang, ada perubahan peranan militer di masa Cory kini. Di tahun-tahun pertama kemerdekaan tentara Filipina, boleh dikata, tentara profesional tak ikut campur dalam masalah sosial-politik. Pada 1950-an, di masa Presiden Ramon Magsaysay, tentara mulai diperkenalkan dengan peran sosial. Korps Pengembangan Ekonomi dibentuk, guna mengatasi pemberontakan petani yang didalangi oleh gerilyawan Hukbalahap. Sebab, menurut Magsaysay, petani berontak bukan karena ideologi, tapi karena masalah sosial-ekonomi. Sejak itu sampai di masa pemerintahan Marcos, tentara pun berkecimpung di bidang nonmiliter. Bahkan, kemudian menjadi pemeran utama di hampir semua bidang, ketika Marcos mengumumkan berlakunya undang-undang darurat, 1972. Apa yang kemudian terjadi? Di tubuh penjaga keamanan negara dan bangsa itu merajalela korupsi dan suap. Pada 1980-an ini, menimbulkan frustrasi di antara perwira-perwira muda yang masih kental idealismenya. Inilah antara lain yang melahirkan RAM, gerakan reformasi angkatan bersenjata, yang mencitakan militer profesional. Ironisnya, begitu cita-cita itu terwujud lewat pemerintahan Cory Aquino (Pangab Videl Ramos mengubah nama Angkatan Bersenjata Filipina menjadi Angkatan Bersenjata Baru Filipina), sebagian personel militer merasa "sepi" tanpa bisa berperan dalam bidang sosial-ekonomi. Sementara itu, mereka yang mendambakan lahirnya tentara profesional punya ketidakpuasan di segi lain lagi. Itu tadi, lunaknya sikap Cory terhadap jaringan korupsi dan gerilyawan komunis. Singkat kata, sebenarnya hubungan Cory dan tentara terhalang oleh hal-hal yang bisa dikatakan mendasar. Sebuah pol yang diadakan pada April sampai Mei 1987, diisi oleh 452 perwira, mencerminkan sikap militer di masa pemerintahan Cory. Pol yang hasilnya dibeberkan dalam buku Soldiers and Stability in South East Asia itu menyimpulkan kritik militer terhadap pemerintahan Cory -- yang tercermin dari pol -- tak berubah setelah adanya upaya kudeta Honasan pada Agustus 1987, malah menguat. Antara lain hasil pol itu: Pandangan Militer terhadap Pemerintah. Hampir 85% responden setuju bahwa peran utama militer adalah untuk mempertahankan pemerintah resmi bila ada yang mau menggulingkannya. Separuh koresponden setuju bahwa oknum militer yang mencoba mengganggu kestabilan pemerintahan dihukum. Tapi, bila komunisme mengancam pemerintah resmi, hampir 45% responden sepakat bahwa militer bisa mengambil alih pemerintahan. Tampaknya, memang, ada kesangsian militer terhadap pemerintahan sipil. Hampir tiga perempat responden percaya bahwa sebagian besar pejabat pemerintah mencurigai kesetiaan militer terhadap pemerintah, dan mereka tak begitu respek terhadap militer. Sedangkan militer percaya bahwa latar belakang keresahan sosial di Filipina terutama disebabkan oleh ketidakbecusan dan korupsi dalam tubuh pemerintah (77%). Persepsi Militer tentang Pemberontakan. Hampir 75% responden yakin bahwa ancaman utama bagi Filipina datang dari dalam, bukan dari luar. Karena itu, mestinya militer tetap diberi kepercayaan untuk mengelola proyek-proyek sosial-ekonomi agar tetap dekat dengan rakyat (86%). Lebih dari separuh responden yakin bahwa gerilyawan komunisme tidak mau meletakkan senjata dan hidup damai, bekerja sama dengan pemerintah. Karena itu, 57% para perwira itu mengatakan, perundingan dengan pihak komunis cuma membuang waktu. Pandangan Militer tentang Diri Mereka Sendiri. Lebih dari tiga perempat responden setuju bahwa umumnya rakyat Filipina sangat respek terhadap tentara. Mereka (responden) yakin bahwa dalam pembangunan bangsa dan negara, peranan militer besar (yang bilang begini hampir 100%). Mereka (51%) mengakui bahwa tidak baik militer diberi tugas sipil. Tapi, tugas militer dalam bidang nonmiliter bukannya buruk bagi militer sendiri (36%). Soalnya, sebagian besar perwira militer pun punya kemampuan yang sama dengan para pejabat sipil (61%). Bahkan, 50% reponden berpendapat akan lebih baik bila pejabat sipil punya latar belakang kemiliteran. Belum sepenuhnya Filipina bebas dari ancaman komunisme menyebabkan 62% responden keberatan bila anggaran militer dikurangi. Urusan militer, kata mereka (72%), harap diserahkan kepada militer, setidaknya kepada Departemen Pertahanan, bukan kepada instansi sipil sembarangan. Jelas, bisa disimpulkan bahwa militer tak memberikan alternatif lain kepada gerilyawan komunis, selain menumpasnya. Rupanya, ini yang tak memungkinkan pandangan militer dan Cory bisa bertemu. Seperti sudah disebutkan, Cory menganggap bahwa pemberian kesempatan yang sama kepada mereka dalam pemilihan umum akan menyebabkan mereka mau berdamai. Sebab, bagi Cory, pemberontakan mereka adalah semata soal kondisi sosial-ekonomi, bukan memperjuangkan ideologi. Alhasil, ditambah dengan hasil pol bahwa 50% responden yakin sebagian besar pejabat pemerintah condong ke kiri atau simpatisan komunis, memang sulit mempertemukan pemerintahan Cory dengan militer. Dengan kata lain, tersimpan ketidakpercayaan pihak militer terhadap pemerintahan sipil (pemerintahan Cory). Dengan begitu, tampaknya, apa pun yang dilakukan Cory, militer menerimanya dengan setengah hati. Bila demikian, bukan hal yang mengherankan bahwa kudeta yang gagal akan segera disusul oleh kudeta yang lain, sampai Cory turun dari kursi kepresidenan. Atau, sampai komunisme lenyap dari Filipina. Bambang Bujono & PRG.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus