Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

internasional

Mengenang Banjir Yangtze 1931, Banjir Bandang di China yang Menewaskan 3,6 Juta Jiwa

Banjir bandang di Sungai Yangtze pada 1931 merupakan salah satu bencana alam terburuk dalam sejarah China, bahkan di dunia.

15 Mei 2024 | 15.07 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Banjir bandang disertai longsor terjadi di Sumatera Barat pada Sabtu, 12 Mei 2024. Hingga kini Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban meninggal mencapai 50 orang. Bencana itu menambah daftar banjir bandang dengan korban jiwa yang banyak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Banjir bandang memang menjadi salah satu bencana yang berbahaya. Kedatangannya yang tiba-tiba dan tanpa peringatan membuat warga tidak begitu siap untuk menanggulanginya. Pada 1931, telah terjadi banjir bandang terparah di dunia dengan jumlah korban jutaan jiwa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dikutip dari Britannica, banjir Yangtze pada 1931 merupakan salah satu bencana alam terburuk dalam sejarah China, bahkan di dunia. Banjir tersebut menelan korban jiwa lebih dari 3,6 juta orang dan menyebabkan kerusakan parah di sepanjang Sungai Yangtze. 

Penyebab utama banjir Yangtze adalah kombinasi antara faktor alam dan manusia. Musim dingin 1930-1931 di China mengalami curah hujan yang luar biasa tinggi, di atas rata-rata selama 100 tahun. Salju yang mencair di pegunungan juga berkontribusi pada peningkatan volume air di Sungai Yangtze.

Pada awal Juli 1931, hujan tanpa henti selama berminggu-minggu membanjiri lembah Yangtze. Sungai meledak, airnya naik hingga ketinggian 15 meter di beberapa tempat. Bendungan dan tanggul kewalahan, runtuh satu demi satu, melepaskan gelombang air raksasa yang menghancurkan desa-desa dan kota-kota di sepanjang sungai.

Di Wuhan, salah satu kota paling terpukul, lebih dari 1 juta orang kehilangan tempat tinggal. Kota itu terendam air selama berminggu-minggu, dan penyakit menular seperti kolera dan tifus menyebar dengan cepat.

Selain itu, faktor manusia juga berperan dalam memperparah situasi. Bendungan Danjiangkou yang dibangun di hulu Sungai Yangtze belum sepenuhnya selesai dan tidak dapat menahan tekanan air yang besar. Deforestasi di wilayah hulu sungai juga mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap air hujan, sehingga mempercepat aliran air ke sungai.

Tragedi ini tak hanya merenggut nyawa jutaan orang, tetapi juga menyebabkan kerusakan infrastruktur yang luas dan kerugian ekonomi yang sangat besar. Lahan pertanian yang luas terendam, ternak mati, dan tanaman hancur, memicu kelaparan dan kemiskinan yang meluas. Banjir juga menyebabkan penyebaran cepat penyakit seperti kolera dan tifus yang menjangkiti masyarakat terdampak banjir bandang. 

Upaya pemulihan pasca banjir Yangtze 1931 membutuhkan waktu dan sumber daya yang besar. Pemerintah Tiongkok saat itu, yang sedang bergelut dengan perang saudara, tidak memiliki kapasitas untuk menangani bencana ini secara optimal. Bantuan internasional pun terbatas.

Masyarakat lokal berinisiatif untuk saling membantu dan membangun kembali kehidupan mereka setelah banjir bandang. Organisasi-organisasi amal dan relawan dari berbagai negara juga memberikan bantuan. Upaya pemulihan ini membutuhkan waktu bertahun-tahun, dan banyak orang yang tidak pernah pulih sepenuhnya dari tragedi ini.

IRSYAN HASYIM | HISTORY

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus