Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, 12 November 2023 Timor Leste memperingati tragedi penembakan di kawasan pekuburan Santa Cruz, Dili. Peringatan Tragedi Santa Cruz ke-32 ini disebut juga sebagai titik balik perjuangan kemerdekaan Timor Leste untuk melepaskan diri dari wilayah Indonesia.
Peristiwa 12 November 1991 dilatarbelakangi kunjungan delegasi dari anggota parlemen Portugal dan 12 wartawan internasional oleh pemerintah Indonesia. Rombongan tersebut dijadwalkan akan mengunjungi Timor Timur pada Oktober 1991.
Mendengar hal tersebut, para mahasiswa Timor Leste pun bersiap-siap menyambut kedatangan delegasi ini. Pasalnya, mereka menggunakan kesempatan itu untuk mengangkat isu-isu perjuangan di Timor Timur.
Namun, rencana ini dibatalkan setelah pemerintah Indonesia mengajukan keberatan atas rencana kehadiran Jill Jolliffe sebagai bagian delegasi itu. Jolliffe adalah seorang wartawan Australia yang dipandang mendukung gerakan kemerdekaan FRETILIN.
Pembatalan ini menimbulkan kekecewaan mahasiswa pro-kemerdekaan lantaran sudah antusias menyambut kedatangan delegasi. Kekecewaan tersebut menyebabkan situasi memanas antara pihak pemerintah Indonesia dan para mahasiswa. Puncaknya pada 28 Oktober, pecah konfrontasi antara aktivis pro-integrasi dan kelompok pro-kemerdekaan yang pada saat itu tengah melakukan pertemuan di gereja Motael Dili.
Dikutip dari etan.org, perundingan tersebut berujung bentrok hingga menimbulkan korban jiwa. Sejumlah mahasiswa ditangkap ketika tengah melanjutkan protes. Afonso Henriques dari kelompok pro-integrasi tewas dalam perkelahian. Kemudian aktivis pro-kemerdekaan Timor Leste, Sebastião Gomes meninggal usai ditembak mati oleh tentara Indonesia.
Pada 12 November 1991 ribuan warga Timor Leste menghadiri pemakaman Sebastiao Gomes Rangel. Menggunakan kesempatan menabur bunga, mereka pun mengadakan aksi protes terhadap pemerintahan Indonesia. Mereka menyerukan bahwa perjuangan kemerdekaan di Timor Leste masih berlanjut dan masih ada.
Para mahasiswa juga menggelar spanduk untuk meminta penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan, lalu menampilkan gambar pemimpin pro-kemerdekaan Xanana Gusmão. Kemudian menyerukan Timor Leste tidak mau hidup bersama dengan Indonesia.
Awalnya proses demonstrasi berjalan lancar dan damai. Namun suasana berubah ketika ribuan pengunjuk rasa memasuki kuburan. Aksi itu disambut dengan rentetan tembakan dari tentara Indonesia. Dalam peristiwa berdarah itu, sebanyak 271 orang tewas, 382 terluka, dan 250 hilang.
Pembantaian ini disaksikan oleh dua jurnalis Amerika Serikat; Amy Goodman dan Allan Nairn; dan terekam dalam pita video oleh Max Stahl, yang diam-diam membuat rekaman untuk Yorkshire Television di Britania Raya. Para juru kamera berhasil menyelundupkan pita video tersebut ke Australia.
Video tersebut digunakan dalam dokumenter First Tuesday berjudul In Cold Blood: The Massacre of East Timor, ditayangkan di TV di Britania pada Januari 1992. Tayangan tersebut kemudian disiarkan ke seluruh dunia, hingga sangat mempermalukan pemerintah Indonesia.
Saat ini, kejadian 12 November diperingati sebagai Hari Pemuda oleh Negara Timor Leste yang merdeka. Tragedi Santa Cruz itu dikenang oleh bangsa Timor Leste sebagai salah satu hari yang paling berdarah dalam sejarah mereka, yang memberikan perhatian internasional bagi perjuangan mereka untuk merebut kemerdekaan.
KHUMAR MAHENDRA | JOSE SARITO AMARAL | ETAN ORG | RIRIN AGUSTIA
Pilihan editor: Para Korban Santa Cruz Terima Subsidi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini