Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menggalang Sekutu di Beranda Musuh

Presiden Iran bersekutu dengan Presiden Venezuela menghadapi negara Barat. Tapi Ahmadinejad bermasalah di dalam negeri.

22 Januari 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak ada yang lebih menyenangkan bagi Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad saat ini selain menjabat erat tangan Presiden Venezuela Hugo Chavez, Sabtu 13 Januari lalu, di istana kepresidenan Miraflores, Caracas. Dengan berbunga-bunga, ia menyebut Chavez ”pemenang dalam perjuangan melawan imperialisme”.

Itulah kunjungan kedua Ahmadinejad ke beranda belakang Amerika Serikat itu. Dari Venezuela, Ahmadinejad langsung menyeberang ke Nikaragua mengunjungi presiden ”kiri” yang baru terpilih kembali, Daniel Ortega. Perjalanan dilanjutkan Senin pekan lalu ke Ekuador untuk mengikuti pelantikan presiden kiri, Rafael Correa. Ahmadinejad juga sempat bertemu dengan Presiden Bolivia, Evo Morales.

Tujuan perjalanan bekas aktivis mahasiswa ini jelas: menggalang aliansi dengan pemerintah kiri yang membuka front dengan Amerika Serikat. Maklum, Iran kini bak pariah yang dihukum Amerika Serikat dan Uni Eropa dengan meminjam tangan Dewan Keamanan PBB, akhir tahun lalu. Selama ini Iran ngotot meneruskan pengayaan bahan bakar nuklir. Dan Chavez-lah kepala negara yang terang-terangan membela program nuklir Iran. Ia menuduh Washington menggunakan isu nuklir sebagai dalih untuk menyerang Iran.

Di Venezuela, Ahmadinejad dan Chavez sepakat menggunakan ”dana revolusi” sebesar US$ 2 miliar untuk membiayai investasi di kedua negara, di Amerika Latin dan Afrika. Menurut Chavez, kesepakatan dengan Iran itu akan menopang negara yang sedang berupaya membebaskan diri dari penindasan Amerika. ”Dana ini, Saudaraku, akan menjadi mekanisme pembebasan,” kata Chavez kepada tamunya.

Ahmadinejad dan Chavez menandatangani 10 persetujuan, termasuk membentuk perusahaan minyak internasional. Menurut Chavez, Venezuela dan Iran sedang menjalani ”revolusi yang sama” untuk melawan negara industri yang berusaha menjatuhkan harga minyak mentah dan menguasai cadangan minyak. Venezuela dan Iran sepakat akan mempertahankan harga minyak yang tinggi dengan memotong produksi. ”Imperialisme tidak akan berhenti berusaha melemahkan kami,” kata Chavez.

Minyak adalah senjata yang paling mungkin dipakai Iran dan Venezuela agar bisa memamerkan taring mereka di hadapan negara Barat, khususnya Amerika. Keduanya adalah negara produsen minyak anggota organisasi negara pengekspor minyak OPEC. Iran dan Venezuela merupakan negara keempat dan kelima eksportir minyak terbesar di dunia. Iran memompa 4 juta barel minyak mentah per hari, sedangkan Venezuela menguras 3,3 juta barel per hari cadangan minyaknya, yang cukup untuk 78 tahun.

Keduanya sepakat melemparkan dolar Amerika dan menggunakan mata uang euro untuk melemahkan pengaruh Amerika dalam pasar minyak dunia. Kini keduanya bersekutu menggunakan minyak sebagai senjata menghadapi musuh bersama: Amerika Serikat.

Tapi hiruk-pikuk retorika revolusioner Ahmadinejad di Amerika Latin justru digembosi di dalam negeri Iran. Sebanyak 150 anggota parlemen Iran menandatangani surat pernyataan yang menyalahkan Ahmadinejad karena buruknya kebijakan ekonomi yang mengakibatkan laju inflasi ngebut dari 10 hingga 15 persen dan pengangguran 12 persen. Pengkritiknya menyatakan: saat ekonomi Iran mulai limbung, justru sang presiden menghidangkan kekayaan minyak Iran di meja makan orang lain.

Selain itu, koran reformis Etemad Melli mempertanyakan apakah orang semacam Chavez, Correa, dan Ortega dapat menjadi aliansi strategis bagi Iran. ”Teman sayap kiri ini baik untuk diskusi di kedai kopi, tapi tidak untuk menentukan prioritas keamanan, politik, dan ekonomi kami,” demikian koran itu menulis. Realitas politik di Iran pun mulai berubah sejak kubu reformis menang dalam pemilihan Majelis Ahli, yang merupakan kumpulan ulama senior yang mengawasi pemimpin politik Iran.

Tak mengherankan jika seorang analis politik Iran, Eesa Sahrkhiz, berspekulasi bahwa karier politik Ahmadinejad terancam, sehingga ia tak akan menyelesaikan empat tahun masa pemerintahannya. Indikasinya, kata Sahrkhiz, Ahmadinejad kesulitan bertemu dengan pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Ali Khamenei. ”Masa keemasan Ahmadinejad sudah berakhir, dan bulan madunya dengan pemimpin tertinggi selesai,” kata Sahrkhiz.

Raihul Fadjri (The Guardian, AFP, Financial Times, Reuters, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus