Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Menlu Prancis dan Jerman Kunjungi Damaskus, Pertama sejak Bashar al Assad Jatuh

Menteri luar negeri Prancis dan Jerman mengunjungi Damaskus, menandai kunjungan pertama menlu Eropa ke Suriah sejak jatuhnya rezim Bashar al Assad

3 Januari 2025 | 20.30 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot dan Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock, bersama Anggota kelompok pertahanan sipil Suriah, White Helmets, di dalam penjara Sednaya, yang dikenal sebagai "rumah jagal" di bawah pemerintahan Bashar al-Assad di Suriah, 3 Januari 2025. REUTERS/Khalil Ashawi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri luar negeri Prancis dan Jerman mengunjungi Damaskus, menandai kunjungan pertama menlu Eropa ke Suriah sejak jatuhnya rezim Bashar al Assad, menurut pengumuman Kementerian Luar Negeri Jerman pada Jumat 3 Januari 2025 seperti dilansir Reuters.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kunjungan tersebut juga menandai kunjungan pertama menlu Eropa sejak putusnya hubungan diplomatik antara Uni Eropa dan Suriah sekitar 12 tahun lalu. Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock melakukan kunjungan ke Damaskus untuk berbicara bersama mitranya dari Prancis, Jean-Noel Barrot.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Keduanya mengatakan ingin menjalin hubungan baru dengan Suriah dan mendesak transisi damai ketika mereka bertemu dengan pemimpin de facto Ahmed al-Sharaa di Damaskus atas nama Uni Eropa.

"Setelah jatuhnya rezim Assad yang brutal, Suriah tengah menuju awal baru yang telah lama dinantikan rakyatnya," menurut pernyataan itu.

"Dengan kunjungan mereka ke Damaskus, Menteri Luar Negeri Baerbock dan mitranya dari Prancis, Barrot, menegaskan atas nama Uni Eropa: Bahwa kami siap mendukung Suriah memulai kembali politiknya dan pengalihan kekuasaan secara damai, rekonstruksi, dan yang terpenting, dalam proses rekonsiliasi sosial," menurut pernyataan itu.

Berbicara sebelum kunjungannya, Baerbock mengatakan: "Babak menyakitkan dari kekuasaan Assad telah berakhir. Babak baru telah dimulai, tetapi belum ditulis. Karena saat ini rakyat Suriah memiliki kesempatan untuk kembali menentukan nasib negara mereka sendiri. Dan juga untuk kembali menutup luka yang dalam dan menganga."

"Kami ingin mendukung mereka dalam hal ini: dalam pengalihan kekuasaan yang inklusif dan damai, dalam rekonsiliasi masyarakat, dalam rekonstruksi, di samping bantuan kemanusiaan yang telah kami berikan kepada rakyat Suriah tanpa henti selama bertahun-tahun. Kita semua tahu bahwa ini akan menjadi jalan yang terjal," katanya.

Sementara itu, Barrot juga berkata di X, "Di Suriah, kami ingin mendorong transisi yang damai dan mendesak dalam rangka melayani rakyat Suriah dan demi stabilitas regional."

Baerbock dan Jean-Noel Barrot adalah menteri pertama dari Uni Eropa yang mengunjungi Suriah sejak pemberontak menguasai Damaskus pada 8 Desember. Hal ini memaksa Presiden Bashar al Assad melarikan diri setelah lebih dari 13 tahun perang saudara, sehingga mengakhiri pemerintahan keluarganya yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Kunjungan mereka dimaksudkan untuk mengirimkan pesan optimisme hati-hati kepada pemberontak Islamis yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dari Sharaa. Ini menunjukkan keterbukaan untuk mengakui penguasa baru sekaligus mendesak sikap moderat dan menghormati hak-hak kelompok minoritas.

Menlu Prancis dan Jerman bertemu Sharaa di Istana Rakyat Damaskus, tapi sejauh ini belum ada rincian pembicaraan mereka yang dipublikasikan.

Sejak Assad digulingkan, penguasa baru Suriah berusaha meyakinkan negara-negara Arab dan komunitas internasional bahwa mereka akan memerintah atas nama seluruh warga Suriah dan tidak mengekspor revolusi Islam.

Pemerintahan negara-negara Barat secara bertahap mulai membuka saluran dengan Sharaa dan HTS, sebuah kelompok Muslim Sunni yang sebelumnya berafiliasi dengan Al Qaeda dan ISIS. Negara-negara Barat mulai memperdebatkan apakah akan menghapus sebutan kelompok tersebut sebagai teroris.

Masih banyak pertanyaan mengenai masa depan negara multi-etnis di mana negara-negara asing, termasuk Turki dan Rusia memiliki kepentingan yang kuat dan berpotensi bersaing.

Baerbock mengatakan dia melakukan perjalanan ke Suriah dengan “uluran tangan” serta “harapan yang jelas” terhadap penguasa baru, yang menurutnya akan dinilai berdasarkan tindakan mereka.

“Kami tahu dari mana HTS berasal secara ideologis, dan apa yang telah dilakukannya di masa lalu,” kata Baerbock dalam pernyataan menjelang perjalanan tersebut. Ia menambahkan bahwa awal baru dalam hubungan hanya dapat terjadi jika tidak ada tempat bagi kelompok ekstremisme dan radikal.

“Tetapi kami juga mendengar dan melihat adanya keinginan untuk bersikap moderat dan saling pengertian dengan aktor-aktor penting lainnya,” ia menambahkan, mengutip pembicaraan dengan Pasukan Demokratik Suriah Kurdi yang merupakan sekutu AS.

Tujuannya sekarang adalah agar Suriah sekali lagi menjadi anggota yang dihormati komunitas internasional, katanya, yang juga merupakan kepentingan keamanan Eropa.

Barrot juga menyatakan harapannya untuk Suriah yang “berdaulat dan aman” yang tidak memberikan ruang bagi terorisme, senjata kimia, atau aktor asing yang jahat, dalam pertemuan dengan perwakilan organisasi masyarakat sipil Suriah.

Sebagai bagian dari kunjungan mereka, para menteri melakukan tur ke penjara paling terkenal di Suriah, kompleks Sednaya yang luas.

“Sekarang terserah pada komunitas internasional untuk membantu memberikan keadilan kepada orang-orang yang menderita di penjara neraka ini,” kata Baerbock.

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus