Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salakan senapan mesin dan ledakan granat terdengar terus-menerus sejak subuh hingga magrib, saat pasukan Serbia membantai lebih dari 1.300 pria dan anak lelaki muslim Bosnia di sebuah gudang di luar Kota Srebrenika, Bosnia-Herzegovina. Ketika matahari terbit keesokan harinya, segelintir orang berhasil selamat dari neraka itu.
Sejumlah saksi mata, baik tentara Serbia maupun penyintas, mengenang saat Nedeljko Milidragovic, komandan pasukan Serbia, memanggil para korban selamat untuk keluar. Di tengah teriknya matahari bulan Juli, Jagal Nedjo-begitu ia disebut karena kebuasannya-membujuk mereka keluar dengan tawaran seteguk air.
Perlahan, para tahanan yang bersimbah darah itu keluar dari tumpukan mayat, termasuk seorang bocah lelaki yang bergandengan tangan dengan kakeknya. "Apakah mereka akan menembak kita?" ujar bocah itu. "Tidak," bisik sang kakek. Namun jawaban lain diterima sang bocah dan kakeknya. Serentetan tembakan menyambut mereka. Keduanya pun tewas bergandengan tangan bersama sejumlah orang yang berhasil lolos dari pembantaian malam itu.
Pembunuhan massal itu berlangsung selama tiga hari saat Srebrenika dalam pendudukan pasukan Serbia pada 1995. Selama itu, lebih dari 8.000 pria dan anak lelaki muslim Bosnia dibantai. Ini tragedi terburuk sejak Perang Dunia II. Serangan brutal ini menjadi kejahatan kemanusiaan satu-satunya di Benua Biru setelah Perang Dunia II yang masuk kategori genosida oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Namun baru dua dekade kemudian para pelaku yang berlumuran darah korban akhirnya ditangkap dan diseret ke meja hijau. Pada Rabu dua pekan lalu, aparat Serbia menangkap delapan orang bekas anggota pasukan elite polisi yang diduga terlibat dalam tragedi di gudang Srebrenika itu.
Ketua tim jaksa penuntut kejahatan perang Serbia, Vladimir Vukcevic, menyebutkan mereka menangkap tujuh pria di lokasi berbeda di seluruh Serbia. Pria kedelapan ditangkap kemudian di Kota Novi Sad. Salah satu dari yang ditangkap itu adalah Nedjo, yang kini berusia 58 tahun. Saat perang Bosnia berakhir dengan perjanjian damai, Nedjo pindah ke ibu kota Serbia, Beograd. Tim jaksa Serbia menerangkan, ayah dua anak itu menjadi pengusaha transportasi sukses berkat uang ribuan dolar milik para korban, yang ia curi dari jasad mereka.
Penangkapan kali ini memiliki makna penting, baik bagi Bosnia maupun Serbia. Serbia memang sudah menangkap sejumlah dalang perang, termasuk Ratko Mladic, dan mengirimnya ke Mahkamah Kejahatan Internasional di Den Haag, Belanda. Tapi penangkapan pada Rabu dua pekan lalu itu merupakan yang pertama bagi Serbia-meringkus pelaku kejahatan perang Bosnia yang selama ini tak tersentuh.
"Kami mengirim pesan bagi korban dan keluarga korban Srebrenika bahwa pelaku kejahatan perang tak akan didiamkan," kata Bruno Vekaric, wakil ketua tim jaksa kejahatan perang Serbia, kepada The New York Times. "Serbia telah siap menghadapi hantu masa lalunya."
David Rohde, pemenang Hadiah Pulitzer 1996 atas laporannya tentang pembantaian Srebrenika, memuji langkah pemerintah Serbia. Langkah ini, menurut dia, sangat sensitif bagi Serbia karena warga masih menganggap pelaku kejahatan perang, termasuk Nedjo, sebagai pahlawan. "Cukup sudah kami, warga Serbia yang tak bersalah, dikorbankan," ucap Milorad Tomovic, warga Sokolac, kota asal Nedjo di Bosnia. "Saatnya menangkap warga muslim untuk menghadapi keadilan."
Perubahan sikap Beograd, menurut Rohde, yang kini bergabung dengan Reuters, adalah kemungkinan bergabung dengan Uni Eropa jika Serbia mau menangkapi penjahat perang itu. Hal ini diakui oleh Novak Vuco, pakar hukum dari kantor kejaksaan Beograd. "Saya bukan politikus, tapi niat baik Serbia untuk menghadapi hantu masa lalunya merupakan langkah besar buat bergabung dengan Uni Eropa."
Ejup Ganic, bekas Wakil Presiden Bosnia, menyebutkan ada sedikitnya 850 warga Serbia yang terlibat langsung dalam pembantaian di Srebrenika. Sekitar 150 di antaranya, kata Ganic, tinggal di Amerika Serikat. Sisanya tersebar di negara-negara kawasan Balkan. "Kini sudah masanya bagi Serbia untuk menjual mereka satu per satu demi keanggotaan Uni Eropa," tutur Ganic.
Walau demikian, yang tetap tak bakal berubah dari penangkapan itu adalah perasaan kehilangan keluarga para korban. Misalnya keluarga Muriz Snanovic. Istrinya, Suhra, tak akan pernah melupakan kata-kata terakhir Muriz sebelum digelandang ke luar Srebrenika, dua dekade silam. "Tolong, jaga anak-anak," ujarnya sambil memeluk dan mencium Munir, 7 tahun, dan Emina, 4 tahun.
Bertahun-tahun kemudian, sisa-sisa jasad Muriz ditemukan di sebuah kuburan massal. Tim forensik menyerahkan tulang belulang Muriz kepada Suhra dalam sebuah kantong kertas. "Saya tak bisa menangis. Tapi jari saya hampir patah gara-gara memegang tas itu begitu kencang."
Sita Planasari Aquadini (ap, Reuters, Rpi, The New York Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo