Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Momen

12 Juni 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Iran
Pelaku Teror di TeheranAdalah ISIS

Kepala Kepolisian Iran Brigadir Jenderal Hossein Ashtari menyatakan pada Kamis pekan lalu bahwa salah satu teroris yang menyerang Teheran telah ditahan dan sedang diinterogasi. Pada Rabu pekan lalu, dua kelompok teroris menyerang gedung parlemen dan makam Ayatullah Ruhullah Khomeini pada hari yang sama, yang mengakibatkan 17 orang tewas dan 52 luka-luka. Ini serangan besar pertama yang pernah dialami negeri Syiah itu.

Kantor berita pemerintah Iran, IRNA, melaporkan Kementerian Intelijen merilis identitas lima teroris yang terbunuh dalam serangan teror itu. Mereka adalah Abu Jahad, Ghayom, Fereidoun, Saryas, dan Ramin.

Mereka, kata kementerian tersebut, berafiliasi dengan kelompok Wahabi dan Takfiri, yang bergabung dengan kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) serta terlibat dalam serangan di Mosul, Irak; dan Raqqah, Suriah. Mereka masuk Iran pada 2016 di bawah komando Abu Ayeshe, salah satu komandan utama ISIS. Mereka menggelar operasi teror di negeri mullah itu tapi kabur ke luar negeri setelah komandan mereka terbunuh.

Berbagai negara mengecam serangan tersebut dan menyatakan duka terhadap para korban. Gedung Putih pun menyatakan hal yang sama tapi juga menggariskan bahwa "pihak yang mendukung terorisme akan menjadi korban kejahatan yang mereka dukung". Komentar ini memicu kemarahan Iran. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyebut komentar Gedung Putih itu "menjijikkan" dan menuduh Amerika Serikat mendukung teror.

Inggris
Partai Konservatif Kalah BesaR

Usaha Perdana Menteri Theresa May dari Partai Konservatif memperkuat dukungan di parlemen melalui pemilihan umum pada Kamis pekan lalu malah membuat partainya kehilangan mayoritas kursi. Berdasarkan hasil akhir pencoblosan dari hampir semua daerah, BBC memperkirakan Konservatif meraih 319 kursi-masih kurang 7 kursi untuk menjadi mayoritas di parlemen yang beranggotakan 650 legislator itu. Partai itu juga kehilangan 12 kursi dari yang diperolehnya dua tahun lalu. Adapun pesaingnya, Partai Buruh, diperkirakan menguasai 261 kursi.

Dengan tak adanya partai yang mayoritas menguasai parlemen, partai-partai harus berkoalisi untuk membentuk pemerintahan. Konservatif diperkirakan berkoalisi dengan Partai Unionis Demokratik, yang memiliki 10 kursi, agar dapat membentuk pemerintahan dan mempertahankan May sebagai perdana menteri.

May menggelar pemilihan umum sela untuk memperkuat dukungan di parlemen yang mempermudah langkahnya meloloskan undang-undang yang dibutuhkan Inggris untuk keluar dari Uni Eropa alias Brexit. Dia juga berkomitmen mengurangi imigran dan pencari suaka, meski masih mengizinkan beberapa pengungsi masuk negeri itu.

Dengan kekalahan dalam pemilihan umum sela ini, May harus berjuang keras untuk mengembalikan posisinya. Dalam pidato pertamanya setelah pencoblosan pada Jumat pagi, May menyatakan sepanjang Konservatif tetap partai terbesar, mereka boleh memerintah. "Negeri ini butuh periode stabilitas," katanya.

Qatar
Konflik Saudi-Qatar Memanas

DELAPAN negara Timur Tengah dan Afrika memutus hubungan diplomatik dengan Qatar sejak Rabu pekan lalu. Mereka menuduh Qatar mendukung kelompok militan, seperti Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), Al-Qaidah, serta Al-Ikhwan al-Muslimun.

Tuduhan itu berasal dari berita palsu yang beredar lewat situs berita Qatar News Agency yang telah diretas. Berita itu menyebutkan bahwa Qatar menarik duta besar dari Arab Saudi, Bahrain, Mesir, dan Uni Emirat Arab setelah menemukan adanya "konspirasi" melawan Qatar. Meski pemerintah Qatar membantah, empat negara itu telanjur murka. Apalagi situasi politik sedang panas gara-gara Emir Qatar Tamim bin Hamad al-Thani menyatakan dukungan kepada Iran, Hamas, dan Al-Ikhwan al-Muslimun dalam pidatonya, Mei lalu.

Arab Saudi dan tiga negara sekutunya menyatakan akan memutus lalu lintas darat, laut, dan udara dengan Qatar serta mengusir orang Qatar dari Teluk dalam 14 hari. Qatar adalah negara yang pasokan makanannya tergantung impor. Bila diisolasi, negeri itu bisa terancam kelaparan. Tapi, "Kami tak mau menyerah dan tak akan pernah menyerahkan kemerdekaan atas kebijakan luar negeri kami," kata Syekh Mohammed, putra Emir Qatar, seperti dikutip BBC.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus