Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KISRUH kepemimpinan Dewan Perwakilan Daerah membuat jadwal Gusti Kanjeng Ratu Hemas amburadul. Biasanya, permaisuri Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X itu menghabiskan akhir pekan di keraton. Namun, sepanjang April lalu, Hemas harus terus berada di Jakarta untuk berkoordinasi dengan rekan-rekannya di DPD. Upaya Sultan mengajaknya pulang pun gagal.
Hemas, 64 tahun, mengatakan sangat merindukan cucunya yang paling kecil, Raden Ajeng Nisaka Irdina Yudonegoro, 3 tahun, anak dari putri bungsunya, GKR Bendoro. "Akhirnya, dia yang datang ke Jakarta," kata Hemas di kantor Tempo, Jakarta, Selasa pekan lalu.
Namun ada kerinduan yang tidak terobati. Hemas kerap terpikir binatang piarannya di Yogyakarta. Di keraton, berjejer kandang burung, kolam ikan, dan akuarium. Isinya dari ikan mas koki, ikan arwana, kakaktua, sampai merak. Koleksi burungnya saja lebih dari 40 ekor.
Meski ada petugas yang ngempanin saban hari, menurut Hemas, ada saja masalah kalau ia tidak turun tangan langsung mengurus peliharaannya. Betul saja. Di tengah saling klaim kursi pimpinan DPD dengan kubu Oesman Sapta Odang, Hemas ditelepon anaknya yang mengabarkan bahwa beberapa ikan kesayangannya mati. Pikirannya pun tambah mumet. "Walah, ya ampun. Iwakku piye. Manukku piye," ujarnya pada pertengahan April lalu.
Maka, begitu Hemas kembali ke rumah, selain ngemong cucu, hewan peliharaanlah yang jadi prioritasnya. Berikutnya, ia membenahi tanaman. Hemas mendapati cabang pohon di sekitar kediamannya sudah mendesak blandar-penyangga tiang utama-sehingga harus langsung dibabat. "Orang-orang mengira pohon itu pada mati karena saya tidak pulang-pulang," ucapnya, tertawa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo