Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Musim dingin yang panas, dan siap...

Najibullah terlalu bersikap lunak terhadap mujahidin. kalangan diplomat berpendapat bahwa perjuangan najibullah akan sia-sia. para pemimpin mujahidin berambisi jadi ketua. mereka belum kompak.

4 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BENDERA penguasa di Afghanistan semakin tak jelas warnanya. Pemerintah kiri mengaku masih menguasai keadaan, sementara dari Peshawar markas aliansi tujuh kelompok Mujahidin di Pakistan -- tersiar pengumuman bahwa pejuang Muslim sudah merebut sebagian besar wilayah negeri. Para diplomat barat yang pekan lalu sudah berbenah diri pulang ke negeri masing-masing membenarkan bahwa hanya di kota-kota besar pemerintah Najibullah masih bisa mengendalikan keadaan. Di luar itu, keadaan kacau. Yang jelas, Kabul, ibu kota negeri, mengalami krisis yang belum pernah terjadi. Akibat dipotongnya Jalan Raya Salang, yang menghubungkan Kabul dengan Soviet, bahan pangan dan bahan bakar jadi barang langka. Perampokan toko-toko oleh sekelompok orang di kota dua juta penduduk ini bukan berita baru lagi. Perkelahian sekadar memperebutkan sekerat roti atau sebotol bensin bisa dilihat di sembarang tempat. Upaya Soviet dan tentara Najibullah mengamankan Jalan Raya Salang yang melintasi pegunungan HinduKush di musim salju ini makan korban 600 Mujahidin dan warga sipil tewas. Paling menderita adalah penduduk di selatan Terusan Salang. Selama empat hari sejak Senin pekan lalu daerah itu dihujani bom dari pesawat. Setelah itu peluru-peluru meriam artileri menyempurnakan gempuran. Beberapa desa dikabarkan rata dengan tanah. Lalu, tank-tank gemuruh datang melindasi mayat-mayat. Tindakan militer terbesar selama Soviet bercokol di Afghanistan sejak 9 tahun lalu itu katanya untuk mengamankan bantuan pangan dari Soviet ke Kabul. Tapi, di balik itu, para jenderal Soviet punya maksud lain. Mereka tak ingin Mujahidin tahu persis gerakan penarikan tentara Soviet yang batas akhirnya 15 Februari. Tujuannya, agar Mujahidin bingung menentukan serbuan ke Kabul, dan memberi kesempatan tentara pemerintah Afghanistan untuk mendahului menyerang. Menurut Radio Moskow setelah serangan empat hari itu, dua hari kemudian Mujahidin kembali menyerobot jalur strategis tersebut. Itulah yang memaksa Soviet membuka jembatan udara. Serangan Mujahidin terhadap Jalan Raya Salang dimungkinkan karena pos-pos militer Soviet yang dulu diadakan setiap 500 meter kini banyak yang sudah dikosongkan. Selain dari sisi utara, dari Jalan Raya Salang itu, Kabul memang sudah terkepung. Aliansi tujuh kelompok Mujahidin sudah bersiap menyerbu masuk Kabul lewat barat, lewat Jalalabad. Sebagian pejuang Muslim yang bermarkas di Iran, yang beraliran Syiah, tinggal menunggu komando: mereka sebagian berada d Jalur timur dan selatan. Total, menurut laporan kalangan diplomat, pejuang Muslim yang mengepung Kabul berkekuatan 25.000 tentara. Jumlah itu memang di bawah kekuatan tentara Afghanistan di kabul, 40.000, yang dipersenjatai secara modern. Namun berita terakhir menyatakan banyak di antara tentara rezim Najibullah yang melakukan desersi, bahkan menyeberang dan bergabung dengan Mujahidin. Kedubes AS, Jerman Barat, Inggris, dan Jepang sudah menyatakan akan menutup kantornya sebelum 15 Februari. Bahkan kedubes AS, yang punya personel terbanyak di antara kedutaan negara Barat di Kabul, sudah mulai mengurangi karyawannya: Pekan lalu hanya sepertiga karyawannya yang masuk kerja. "Kami punya pengalaman di Vietnam," kata seorang staf kedubes AS. Menurut dia, situasi di Kabul kini mirip Saigon pada 1975, menjelang pemerintah Vietnam Selatan jatuh. Banyak warga Afghanistan minta visa d kedubes-kedubes, antara lain Kedubes India. Sementara itu, kabar yang beredar di Kabul mengatakan Presiden Najibullah panik dan stres. Dia hampir setiap hari mengadakan rapat khusus dengan orang-orang dekatnya di politbiro Partai Demokrasi Rakyat Afghanistan, partai yang berideologi Marxisme-Leninisme. Terdengar isu keras bahwa para saingannya sedang berupaya untuk menggeser Najibullah, karena dinilai terlalu bersikap lunak terhadap Mujahidin. Belakangan Najibullah memang mengambil tindakan lunak: menawarkan kursi parlemen buat Mujahidin, dan mengumumkan gencatan senjata. Bahkan kabarnya ia menulis surat buat Ahmad Syah Massoud, pemimpin pasukan yang paling kuat -- dari kelompok inilah yang menyerbu Salang -- denean sebutan "Saudaraku". Sebelumnya, sebutan bagi tokoh itu adalah "pemberontak yang haus darah". Untuk mengamankan kedudukannya, Najibullah pekan lalu mengangkat tangan kanannya, Panglima Angkatan Darat Jenderal Afsal Ludin, sebagai komandan Tsarandoy (polisi militer) dan KHAD (dinas rahasia Afghanistan) sekaligus. Dengan begitu ia bisa mengontrol lembaga-lembaga vital dan memantau gerakan yang membahayakan dirinya. Sementara itu, guna meyakinkan bahwa Soviet tak meninggalkan Najibullah sendirian, Minggu pekan ini tiga pejabat penting Soviet berkunjung ke Kabul: Menteri Keuangan, Kepala Perencanaan Ekonomi, dan Menteri Pertahanan. Ketiganya menjamin bantuan ekonomi dan persenjataan akan tetap dilangsungkan. Bila perlu, Soviet akan melanggar perjanjian Jenewa. Yakni, akan terus-menerus mengebomi pos-pos Mujahidin hingga mereka tak mungkin menyerbu Kabul, meski tentara Soviet sudah ditarik seluruhnya. Tapi banyak kalangan diplomat berpendapat, upaya Najibullah akan sia-sia. Kabul tinggal menunggu waktu jatuh. Dukungan rakyat dan kebencian pada komunisme membuat gerakan pejuang Mujahidin tak akan terbendung. Hanya satu yang nantinya bakal membuat perjuangan Mujahidin berantakan di tengah jalan. Yaitu para bos Mujahidin yang belum kompak, karena masing-masing berambisi jadi penguasa. Terutama antara kelompok Mujahidin aliran Syiah dan Suni yang sulit kompromi. Dalam soal kursi parlemen nanti, misalnya, yang berjumlah 480 kursi. Pihak Syiah menuntut 120 kursi, sedangkan Suni cuma memberi 60 buah. Sebelum itu terjadi, tampaknya mereka akan kompak menyerbu Kabul. Dikhawatirkan setelah Saigon kedua, Afghanistan menjadi Libanon kedua.Praginanto & R.E. (Kabul)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum