KALAU Amerika punya CIA, Australia punya ASIS. Sejarah dinas
rahasia itu terungkap pertama kali pekan lalu. The Natiozal
Times, koran mingguan di Canberra, secara menyolok menyiarkan
suatu laporan yang sebenarnya masih dirahasiakan. Dan ternyata
ASIS, seperti CIA, pernah hadir di Indonesia.
Australia Secret Intelligence Service adalah suatu spy force
(angkatan spion) yang beroperasi terutama di luar negaranya.
Kegiatannya mengingatkan orang pada film serial televisi yang
menceritakan keberanian anggota intel Australia yang dikirim
menyusup ke garis pertahanan Jepang dalam Perang Pasifik. Tapi
gagasan membentuk ASIS ini berkembang sesudah perang itu.
Banyak oposisi terhadap gagasan tersebut pada mulanya, terutama
dari kalangan Deplu dan Hankam Australia. Bahkan dalam tahun
1957, lima tahun setelah pembentukannya, ASIS ditutup oleh
pemerintahnya. Tapi ia segera dihidupkan kembali setelah ada
nasihat Wakil Kepala British SIS (dinas intel Inggris), Sir
James Easton, yang sengaja datang ke Canberra. Allan Dulles,
kepala CIA waktu. itu pun ikut mendesak supaya ASIS
dipertahankan.
Dinas intel ketiga negara itu memang menjalin kerjasama. Tapi
ASIS terutama berutang budi pada British SIS yang berjasa
melatihnya. Keduanya saling menukar info.
Dengan CIA, kerjasamanya disebut tidak begitu mesra. Tapi ASIS
pernah menempatkan dua agennya di Chili atas permintaan -- CIA
(1970). CIA waktu itu khawatir operasinya tercium oleh
Pemerintahan Salvadore Allende yang berhaluan kiri dan baru saja
terpilih. ASIS malah sempat (1972) memimpin gerak-gerik tiga
agen CIA dan meneruskan info mereka ke pusat CIA di Langley,
Virginia. Allende akhirnya digulingkan dalam suatu kudeta 1973.
Sejarah ASIS ini berdasarkan laporan rahasia suatu komisi
pimpinan Justice Hope (seorang hakim agung) tahun 1977. Laporan
Hope, menurut The National Times, menyangkal bahwa kejatuhan
Allende disebabkan oleh kegiatan ASIS. Disangkalnya pula bahwa
ASIS ikut menjatuhkan Pangeran Sihanouk di Kambodia (1970).
Tapi di Kambodia pun, kata mingguan tadi, ASIS diketahui
mengoper tugas CIA ketika situasinya tak mungkin lagi bagi CIA
bergerak.
Intervensinya di Indonesia dimulai di zaman Ralf Harry, seorang
diplomat yang ditunjuk menjadi Direktur ASIS, yang menggantikan
Alfred D. Brookes, perintis dinas intel itu. Dengan
bergejolaknya peristiwa PRRI-Permesta, dan memuncaknya
perjuangan Irian Barat serta timbulnya politik konfrontasi,
Harry, diberi wewenang membina Special Political Action (Tugas
Khusus Politik). Dengan SPA ini operasinya bukan terbatas pada
pengumpulan info melulu, tapi juga aktif mempengaruhi kalangan
berpengaruh, menyiarkan bahan propaganda antara lain lewat pers,
dan memberikan dana gelap, misalnya untuk kelompok politik dan
buruh, di negara asing.
Tujuannya ialah mengajak suatu pemerintahan asing ke arah yang
menguntungkan Australia. Dalam semuanya, enam operasi SPA. yang
berlangsung terpisah sejak 1958, Indonesia menjadi sasaran
utamanya.
ASIS juga punya agen di Timor Timur, bernama Frank Favaro. Ia
direkrut pada awal 1975.
Belakangan ketahuan Favaro tak tepat menjadi agen. Ia ternyata
terlalu banyak bicara terutama yang menyangkut kontak rahasia
yang dilakukannya selama ini. Bahkan semasa bertugas sebagai
agen ia sempat melamar menjadi Konsul Australia di Timor Timur,
waktu itu masih jajahan Portugis. Guna meyakinkan Deplu
Australia, Favaro memberitahukan bahwa ia mempunyai kontak
dengan ASIS.
Hal ini tentu saja membikin heboh. ASIS terpaksa membantah punya
hubungan dengan Favaro. Tapi dari Dilli datang keluhan yang
dilontarkan Palang Merah Internasional dan Partai UDT bahwa
Favaro adalah agen. Dan di Parlemen, Menlu Willesse yang tak
tahu menahu tentang kehadiran intelijen Australia di Timor
Timur, juga membantah adanya hubungan Favaro dengan ASIS.
Akibatnya Favaro dipanggil pulang ke Canberra untuk menghadiri
suatu pertemuan dengan pejabat ASIS. Ia tak datang dan kemudian
dipecat. Sejak itu Favaro tak punya hubungan lagi dengan ASIS.
Itu terjadi Oktober 1975.
Dan ada akibat lain bagi Bill Robertson. Direktur ASIS itu
dipecat oleh PM Gough Whitlam. Whitlam rupanya begitu marah
karena ASIS gagal memberikan informasi mengenai kejadian penting
di Timor Timur.
Namun pada Pemerintahan Malcolm Fraser ASIS kembali dapat angin.
Selama lima tahun Pemerintahan Fraser budget ASIS naik 300%,
yaitu dari A$ 2,5 juta menjadi A$8,4 juta untuk tahun ini. Dalam
laporan Hope ini disebutkan lingkar kegiatan ASIS juga semakin
diperluas. Termasuk usaha penetrasi ke kedubes asing di
Australia. "Tugasnya adalah melanggar hukum tanpa harus
tertangkap," demikian laporan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini