Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok bantuan internasional di Myanmar mendesak pemerintah mengizinkan akses bebas untuk warga muslim etnis Rohingya yang masih berada di negara bagian Rakhine. Saat ini, ribuan warga muslim etnis Rohingya di daerah itu tidak memiliki akses makanan, tempat tinggal dan perawatan medis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Pemerintah Myanmar telah menghentikan kegiatan kelompok-kelompok non-pemerintah internasional (LSM Internasional) serta lembaga-lembaga PBB untuk berkerja di Rakhine Utara dengan alasan keamanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“LSM di Myanmar semakin khawatir dengan pembatasan keras pada akses kemanusiaan dan hambatan pada penyaluran bantuan kemanusiaan, yang sangat dibutuhkan di seluruh negara bagian rakhine,” begitu pernyataan kelompok bantuan kemanusia pada Rabu malam 27 September.
Beberapa kelompok bantuan kemanusiaan, termasuk Care International, Oxfam, dan Save the Children, mengatakan sejumlah orang yang tidak diketahui jumlahnya diungsikan, sementara ribuan lainnya kekurangan makanan, tempat tinggal dan pelayanan medis.
“Kami mendesak pemerintah dan pihak berwenang di Myanmar untuk menjamin orang-orang yang membutuhkan di negara bagian Rakhine memiliki akses penuh, bebas dan tanpa hambatan untuk bantuan kemanusiaan,” kata kelompok bantuan ini.
Pemerintah Myanmar telah menugaskan Palang Merah Myanmar, yang bertanggung jawab atas bantuan ke negara itu, bekerja sama dengan Komite Palang Merah Internasional. Namun kelompok-kelompok bantuan kemanusiaan mengatakan mereka khawatir bantuan yang disalurkan masih belum cukup mengingat kebutuhan sangat besar.
Hubungan pemerintah Myanmar dan kelompok bantuan kemanusiaan dalam keadaan yang sulit dalam beberapa bulan terakhir. Ini karena ada beberapa pejabat menuduh kelompok-kelompok ini membantu kelompok milisi Penyelamatan Arakan Rohingya (ARSA).
Kelompok-kelompok bantuan kemanusiaan di Myanmar menyangkal tuduhan itu. Mereka juga mengatakan tuduhan itu dilakukan untuk mengobarkan kemarahan umat Buddha Myamar kepada mereka.
Kelompok-kelompok bantuan kemanusiaan ini mengatakan ancaman, tuduhan dan kesalahan informasi telah menyebabkan “ketakutan nyata” diantara para relawan. Mereka menyerukan pemerintah Myanmar untuk mengakhiri “kesalahan informasi dan tuduhan yang tak berdasar” ini dan memastikan keamanan mereka.
Sebanyak 11.000 warga muslim etnis Rohingya masih berada di Myanmar. Mereka mendiami 5 desa yang tersisa dari 23 desa Rohingya di negara bagian Rakhine. Desa-desa muslim etnis Rohingya terbakar dalam operasi militer Myanmar yang disebut pejabat PBB sebagai ‘operasi pembersihan etnis’. Namun Pemerintah Myanmar menyangkal dan menyatakan operasi ini ditujukan untuk kelompok, yang dianggap pemerintah sebagai teroris yakni kelompok milisi ARSA.
REUTERS | DWI NUR SANTI