Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Internasional

Pakar: Bahasa Melayu Gagal Satukan Ras di Malaysia, Tak seperti Bahasa Indonesia

Pakar studi etnis Malaysia menyatakan,kekuatan politik telah gagal menggunakan Bahasa Melayu untuk menyatukan masyarakat multi-ras di negeri itu

9 April 2022 | 07.00 WIB

Dokter kontrak medis pemerintah berpartisipasi dalam aksi mogok kerja di Rumah Sakit Kuala Lumpur di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19) di Kuala Lumpur, Malaysia, 26 Juli 2021. [REUTERS/Lim Huey Teng]
Perbesar
Dokter kontrak medis pemerintah berpartisipasi dalam aksi mogok kerja di Rumah Sakit Kuala Lumpur di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19) di Kuala Lumpur, Malaysia, 26 Juli 2021. [REUTERS/Lim Huey Teng]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pakar studi etnis Malaysia menyatakan, sudah saatnya kekuatan politik mengakui bahwa mereka gagal menggunakan Bahasa Melayu untuk menyatukan masyarakat multiras negeri itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Perlu kita akui bahwa Bahasa Melayu telah gagal kita gunakan untuk memupuk persatuan, padahal bahasa memiliki kemampuan untuk mempersatukan orang,” kata Profesor Universitas Kebangsaan Malaysia Teo Kok Seong dalam sebuah diskusi merujuk pada capaian Indonesia dalam menyatukan 1.500 suku bangsa melalui kesamaan penggunaan Bahasa Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teo Kok Seong mengatakan warga Malaysia saat ini tidak memiliki identitas yang sama sebagai akibat dari kegagalan pemerintah untuk menetapkan kebijakan yang tepat, demikian dikutip dari Free Malaysia Today, Jumat, 8 April 2022.

Dia mengatakan Malaysia perlu melihat di mana kegagalannya dalam menggunakan Bahasa Melayu untuk menyatukan rakyat.

Menurut dia, banyak warga yang tidak bangga, atau tidak sayang pada bahasa nasional. Teo mengimbau masyarakat Melayu untuk menjadi yang terdepan dalam mengangkat bahasa tersebut.

“Kita butuh perubahan sikap terhadap Bahasa Melayu dan itu harus datang dari orang Melayu sendiri.”

Mantan dosen Universiti Malaya, Nik Safiah Karim mengatakan orang Melayu sendiri tidak bangga dengan bahasa ibu mereka, tetapi lebih senang berbicara dalam bahasa lain.

“Sebelum kita mempromosikan penggunaan bahasa Melayu di luar Malaysia, kita harus bekerja untuk menghargai dan menghormati bahasa kita sendiri. Sikap itu penting. Saya menemukan tidak ada rasa bangga di antara orang Malaysia untuk bahasa tersebut, apalagi di antara orang Melayu sendiri untuk bahasa ibu mereka.”

Bahkan para pemimpin partai berbasis Melayu sangat sedikit menggunakan Bahasa Melayu ketika memperjuangkan perjuangan mereka, katanya.

Bulan lalu, Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob mengatakan dia akan mengusulkan agar Bahasa Melayu diadopsi sebagai bahasa resmi kedua ASEAN, dalam upaya untuk mengangkat bahasa Melayu di tingkat internasional.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus