DR Wagiono Ismangil adalah salah seorang anggota Team Asistensi
Menmud Urusan Koperasi Sehari-hari sebagai Pembantu Dekan
Pidang Administrasi dan Keuangan pada Fakultas Ekonomi UI, dan
mengajar mata kuliah Manajemen dan Ekonomi Perusahaan.
USAHA bersama dengan asas kekeluargaan ini merupakan landasan
usaha ekonomis yang hendak kita kembangkan. Namun
pengejawantahannya dalam pelaksanaan tidak mudah. Untuk usaha
ekonomis seringkali perlu dikembangkan sikap bersaing, karena
pada dasarnya usaha ini menjurus kepada "memperebutkan" sumber
daya yang memang terbatas.
Kalau usaha ini harus dikombinasikan dengan sikap kekeluargaan,
terasa semacam kontradiksi yang menyulitkan mencari
keselarasannya. Karena itu seringkali kita lihat ciri koperasi
berat ke arah sosialnya, dan berfungsi sebagai kelompok sosial
yang kemampuan melaksanakan fungsi ekonomisnya tidak nampak.
Sebaliknya kita seringkali melihat bentuk usaha koperasi
digunakan seolah ini merupakan perseroan biasa dengan
sifat-sifat usaha yang kapitalistis. Atau karena kesulitan yang
dihadapi dalam berusaha maka untuk usaha ekonomisnya koperasi
mendirikan PT agar mempunyai daya gerak yang lebih lincah dan
tidak dikekang dengan berbagai pembatas dalam melaksanakan usaha
bisnis.
Di sini pula letak masalah pembinaan watak usaha yang koperatif.
Dua watak yang sifatnya bertentangan ini, ekonomis dan sosial,
harus dikembangkan dan dipertemukan. Kita kerapkali
mengasumsikan, watak kebersamaan ini merupakan ciri yang terpadu
dengan sifat-sifat bangsa. Memang demikian secara sosial. Namun
seringkali watak kegotongroyongan sosial ini tidak begitu saja
dapat dipindahkan kepada suatu lingkungan usaha ekonomis. Ini
memang dapat membuat kita menjadi penasaran. Karena sudah
terpatri dalam benak kita bahwa masyarakat kita ini masyarakat
gotong royong, dan karena itu dengan sendirinya akan ada
semangat berkoperasi. Karena itu masalah pembinaan jiwa
koperatif tidak dipermasalahkan. Jiwa koperatif, usaha bersama
berdasar asas kekeluargaan, memang hanya dapat tumbuh dalam
suasana sama-sama merasakan adanya tekanan dari pihak lain atau
sama-sama melihat bahwa dengan bekerjasama dapat menyingkirkan
berbagai penghalang. Pengalaman pengembangan koperasi di negara
kita memang menunjukkan koperasi-koperasi yang berhasil dan
berkembang mengandung unsur-unsur kesadaran menghadapi masalah
bersama, yang menjadi landasan kemampuan bekerjasama secara
koperatif itu.
Pemerintah dalam usaha mengembangkan kehidupan perkoperasian
dalam masyarakat memulai dengan mengembangkan koperasi sebagai
aparat distribusi dari berbagai barang yang diatur pemerintah
dan atau pelaksana kebijaksanaan pemerintah. Koperasi dalam hal
ini tidak banyak berbeda dengan sistem kumicho yang kita lihat
pada zaman Jepang dulu.
Memang benar usaha distribusi merupakan usaha bisnis juga, dan
melalui koperasi dapat ditarik partisipasi dan pengawasan oleh
anggota-anggota koperasi itu sendiri. Tetapi partisipasi untuk
mendapatkan jatah tidak begitu saja dapat dikonversikan menjadi
landasan usaha koperatif yang sifatnya mengembangkan usaha
bisnis dari anggota-anggotanya. Karena itulah seringkali kita
lihat koperasi yang dikembangkan pemerintah dengan pendekatan
ini menghadapi masalah tidak dapat berkembang lebih luas menjadi
wadah usaha bisnis yang berasaskan kekeluargaan. Dan jadilah dia
koperasi untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah saja.
Masalah lain yang seringkali dikemukakan dalam membahas
pengembangan koperasi adalah peranan pengurus yang seringkali
memanfaatkan kedudukannya untuk kepentingannya sendiri. Pengurus
yang demikian ini tidak mengembangkan iklim untuk membina jiwa
koperatif. Pengurus macam ini menggunakan koperasi sebagai alat
memajukan kepentingannya sendiri. Beberapa kasus menunjukkan,
kedudukan yang kuat ini seringkali didapat karena ciri badan
hukum dari koperasi masih belum melembaga.
Bank dalam memberikan kredit seringkali meminta agunan pengurus
secara pribadi dengan seluruh hartanya. Hal lain yang
mengembangkan sikap ini adalah struktur masyarakat yang masih
berpelapisan (stratifed) dengan anggota-anggota (umumnya dari
pelapisan bawah) yang tidak memegang inisiatif apa-apa. Dalam
struktur yang demikian fungsi pengawasan yang sebenarnya ada di
tangan anggota tidaklah berperan sebagaimana mestinya. Dengan
demikian memang koperasi kehilangan ciri kekeluargaannya. Dan
jadilah ia koperasi untuk pengurus.
Berbagai penelitian, baik yang dilakukan oleh badan penelitian
PBB (UNRISD) atau badan-badan penelitian perguruan tinggi kita
sendiri menunjukkan peranan koperasi sebagai sarana meningkatkan
kesejahteraan rakyat banyak perlu ditinjau kembali. Mereka yang
mendapat manfaat dari koperasi adalah mereka yang memang sudah
maju secara ekonomis. Di pedesaan ternyata banyak penelitian
menunjukkan yang memanfaatkan koperasi adalah petani kaya.
Petani miskin, buruh tani atau nelayan yang tak bermodal tidak
mendapat manfaat dan tidak bisa berpartisipasi dengan
menguntungkan. Dari kenyataan ini nampak bahwa koperasi belum
memenuhi harapan kita menjadi wahana pengembangan perekonomian
rakyat. Ini tentu merupakan kenyataan yang pahit bagi para
pembina koperasi. Citra koperasi bisa menjadi pudar karena ini
dan tidak dapat diharapkan menjembatani jurang yang makin lebar
antara si miskin dan si kaya.
Masalah ini bertambah suram lagi kalau kita saksikan, masih ada
kesangsian di antara pengusaha untuk menjadikan koperasi sebagai
wadah usaha. Penelitian menunjukkan hanya sebagian kecil dari
jumlah perusahaan yang ada di negara kita berbentuk koperasi.
Dapat dibayangkan kalau sekelompok pengusaha berkumpul dan
mempertimbangkan berbagai alternatif bentuk badan usaha yang
digunakan maka dapat dipastikan bahwa koperasi tidak merupakan
salah satu pertimbangan yang mereka bicarakan.
Demikian juga kalau kita lihat kegiatan bisnis di lingkungan
kita, jarang kita lihat koperasi turut serta berdesakan,
bersaing dalam mendapatkan tender atau bisnis lain. Apakah ini
disebabkan bentuk koperasi itu? Atau apakah memang struktur
koperasi yang sekarang ini tidak menampung watak koperatif
masyarakat kita? Bagaimanapun pertanyaan pokoknya adalah: apakah
koperasi merupakan badan yang memungkinkan usaha rakyat turut
serta menikmati peningkatan pertumbuhan ekonomi sekarang ini?
Pemikiran kembali ke arah struktur koperasi yang sesuai ini
sangat mendasar dan perlu dilakukan agar tidak secara apriori
orang mengecam koperasi sebagai tidak sesuai.
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh badan-badan swasta
yang mengembangkan usaha-usaha bersama (yang berjiwa koperatif
tapi tidak dinamakan koperasi) di beberapa daerah memang
menunjukkan perlunya pendekatan yang berbeda, yang disesuaikan
dengan ciri-ciri rakyat daerah yang bersangkutan agar semangat
koperatif dapat ditumbuhkan dengan baik. Bagi yang merasa lemah,
yang daya saingnya kurang atau yang merasa tidak berdaya
berjuang sendirian, sifat-sifat koperatif umumnya ada dalam
jiwanya. Masalahnya hanya menumbuhkannya dengan cara yang
sesuai. Karena itu beberapa pendapat menyatakan, sebaiknya
dilakukan suatu tahapan pembinaan prakoperasi yang mempersiapkan
masyarakat untuk menumbuhkan semangat koperatif sebelum mereka
digalang dalam koperasi.
Peningkatan peran koperasi sebagai badan usaha akhir-akhir ini
mulai mendapat perhatian dari para pembina dan pemerintah.
Khususnya secara struktural sekarang dikembangkan lapisan
sekunder maupun nasional yang mendukung usaha koperasi di
tingkat primer. Bagi koperasi-koperasi ABRI dan berbagai
koperasi non-KUD hal ini sudah lama berkembang.
Kini bagi KUD juga dikembangkan berbagai PKK (Pusat Pengembangan
Koperasi) di tingkat kabupaten, PUSKUD di tingkat provinsi, dan
INKUD di tingkat nasional untuk mengembangkan suatu sistem
perkoperasian yang lebih mantap. Dengan berbagai lapisan
tersebut perkembangan perkoperasian tidak lagi dibatasi oleh
lingkup di tingkat primer saja, tetapi dapat ditarik dan
dimanfaatkan sumber daya dari lingkup yang lebih luas yang
menambah kokohnya landasan pengembangan koperasi.
Kini setelah tiga puluh empat kali berhari koperasi memang sudah
banyak yang kita capai. Arah yang dituju jelas. koperasi harus
dikembalikan untuk dan oleh anggota, bukan untuk pemerintah dan
bukan hanya untuk kepentingan pengurus. Secara nyata pembinaan
pemerintah memang diperlukan. Namun peranan pemerintah ini
hendaknya diarahkan kepada pembinaan semangat usaha koperatif,
dengan struktur yang sesuai. Bersamaan dengan itu setapak demi
setapak pembinaan koperasi llarus kembali kepada koperasi itu
sendiri sehingga terasa benar-benar koperasi milik rakyat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini