Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rusia, Kamis, 22 Februari 2018, menyatakan tidak akan mendukung usul Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai gencatan senjata selama satu bulan untuk alasan kemanusiaan di Ghouta Timur, Suriah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sehari sebelumnya, Dewan Keamanan PBB menggelar pertemuan guna membahas situasi di Ghouta Timur, daerah di pinggiran ibu kota Suriah, Damaskus, yang saat ini dalam genggaman pasukan Presiden Bashar al-Assad.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Petugas medis berusaha memberi pertolongan kepada korban serangan udara pasukan pemerintah Suriah di Ghouta, pinggiran Kota Damaskus, 20 Februari 2018. Syrian Civil Defense White Helmets via AP
Jika proposal disetujui, gencatan senjata akan diberlakukan selama 72 jam untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan dan medis kepada para korban.
Menurut Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, usul gencatan senjata tersebut tidak realistis. Saat ini, ribuan kaum teroris berada di dalam Ghouta Timur dan perang melawan kaum teroris harus berlanjut.
"Usul tersebut ditolak," kata Nebenzia, seperti dikutip Middle East Monitor. Dia menambahkan, "Kami akan mengirimkan beberapa amandemen."
Proses evakuasi korban serangan udara pasukan pemerintah Suriah di Ghouta, pinggiran Kota Damaskus, 20 Februari 2018. Syrian Civil Defense White Helmets via AP
Menanggapi sikap Rusia, perwakilan Amerika Serikat untuk PBB bidang ekonomi dan sosial, Kelly Currie, menuduh Rusia sengaja tidak memiliki niat menghentikan insiden berdarah di Ghouta Timur.
Laporan sejumlah media menyebutkan gempuran pasukan Suriah dukungan Rusia di Ghouta Timur menewaskan sedikitnya 400 orang. Serangan ini membuat Kanselir Jerman Angela Merkel geram dan menuduh Suriah melakukan pembunuhan massal.