Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Hong Kong – Pemrotes anti-pemerintah di Hong Kong memblokade pintu kereta api dan mengganggu pengoperasian layanan Mass Transit Railway.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini terjadi pada Rabu pagi antara 7.47 – 9.15 pagi saat transportasi massa ini sedang sibuk-sibuknya. Ini membuat para pengguna kereta komuter terlantar di stasiun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Layanan kereta di Island Line tertunda pada pagi ini karena terjadi sejumlah insiden perusakan pintu kereta api dan penyalaan alarm penumpang,” kata pengelola MTR lewat email kepada para penumpang seperti dilansir Channel News Asia pada Rabu, 24 Juli 2019.
“Tolong terima permohonan maaf kami atas ketidaknyamanan ini,” kata pengelola MTR.
Media Hong Kong Free Press melaporkan sekelompok massa mengenakan masker memblokade pintu kereta api tujuan Chai Wan di stasiun Admiralty selama 15 menit pada sekitar pukul delapan pagi.
Pemrotes berteriak bahwa,”Polisi Hong Kong melanggar hukum secara terang-terangan.” Sejumlah pengunjuk rasa juga memaki polisi seperti terlihat dalam rekaman video yang beredar di media sosial.
Sebuah video juga menunjukkan seorang lelaki mengeluh terhadap sikap diam polisi setelah dia merasa didorong seseorang.
“Kalian sudah berada di sini sejak lama. Anda dan semua kolega Anda mengepung saya. Anda membantu dia,” kata dia.
Seorang perempuan Hong Kong mengatakan kepada Radio Television Hong Kong bahwa para pemrotes sedang berupaya menyampaikan pesan.
“Mereka hanya ingin melakukan sesuatu. Saya akan telat masuk kantor tapi itu bukan hal yang besar,” kata perempuan itu.
Seorang lelaki mengatakan pemrotes tidak melukai siapapun meski membuat keberangkatan kereta jadi telat.
Menurut, pengelola MTR mengatakan waktu perjalanan diperpanjang 10-15 menit karena ada gangguan pintu.
Pemrotes ini merupakan bagian dari pengunjuk rasa yang menolak amandemen legislasi ekstradisi. Mereka juga menuntut agar Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, agar mundur karena dinilai berpihak pada pemerintah Cina.
Seperti dilansir Reuters, Hong Kong dilanda gangguan stabilitas sejak Juni 2019 karena warga berunjuk rasa menolak legislasi ekstradisi yang memungkinkan ekstradisi ke Cina daratan.
Unjuk rasa pada Ahad pekan lalu di Hong Kong juga berujung kekerasan oleh sekelompok pria berkaos putih dan bermasker, yang diduga merupakan kelompok preman triad. 45 orang penumpang kereta dipukuli hingga terluka. Para pelaku terekam melarikan diri ke Cina daratan menggunakan mobil berpelat nomor dari sana.