Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KERUSUHAN meledak di berbagai kota di Prancis setelah seorang remaja ditembak polisi pada Selasa, 27 Juni lalu, di Nanterre, pinggiran Paris. Orang-orang membakar mobil, memblokade jalan, dan melempar batu ke polisi, yang membalasnya dengan gas air mata. Beberapa gedung, termasuk sebuah bank, juga dibakar massa. Bentrokan antara massa dan polisi tak terhindarkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Kamis, 29 Juni lalu, polisi mengaku telah menahan sekitar 150 orang dan menyatakan setidaknya 170 polisi cedera. Warga sipil juga cedera, tapi jumlahnya belum diumumkan. Pada Jumat, 30 Juni lalu. Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin mengumumkan 667 orang telah ditangkap dalam 24 jam terakhir. “Respons negara haruslah sangat tegas,” kata Darmanin seperti dikutip Al Jazeera. Tapi dia menegaskan bahwa penerapan keadaan darurat tak diperlukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kerusuhan ini dipicu kematian Nahel M., pemuda 17 tahun keturunan Aljazair dan Maroko. Dia disetop polisi karena mobilnya masuk jalur bus di tengah jam sibuk di pagi hari. Ketika mobilnya diduga hendak kabur, seorang polisi mencegat dan menembaknya dari jarak dekat melalui jendela pengemudi. Nahel meninggal dengan peluru yang menembus lengan kiri dan dada. Si polisi telah ditahan dan kejaksaan mulai menyelidiki kasus ini.
Kemarahan massa juga dipantik oleh keluhan lama masyarakat atas kekerasan polisi dan rasisme di lembaga penegak hukum Prancis, khususnya terhadap penduduk beragam ras dan berpendapatan rendah di pinggiran kota. Kematian Nahel adalah penembakan fatal ketiga dalam penyetopan oleh polisi di Prancis pada tahun ini. Menurut Reuters, kebanyakan korban penembakan dalam kasus serupa sejak 2017 adalah orang kulit hitam atau keturunan Timur Tengah.
Swedia
Kecaman terhadap Pembakaran Al-Quran
BERBAGAI negara dan organisasi, termasuk Amerika Serikat, Turki, Maroko, Irak, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Organisasi Kerja Sama Islam, Liga Arab, dan Dewan Kerja Sama Teluk, mengecam pembakaran Al-Quran di depan masjid di Stokholm, Swedia pada Rabu, 28 Juni lalu, yang bertepatan dengan perayaan Idul Adha. “(Pembakaran) itu legal, tapi tidak pantas,” kata Perdana Menteri Swedia Ulf Kristersson seperti dikutip DW.
Police turun tangan mengamankan situasi usai demonstran membakar Al Quran di depan masjid Stockholm, Swedia, 28 Juni 2023. Reuters/Caisa Rasmussen
Salwan Momika, pengungsi asal Irak, mengaku membakar kitab suci Islam itu sebagai ekspresi kebebasan berpendapat. Dia menganggap agama Islam berdampak negatif terhadap demokrasi dan Quran harus dilarang di seluruh dunia. Bahkan, seperti dikutip Al Arabiya, ia mengatakan, “Sepuluh hari lagi saya akan membakar bendera Irak dan Quran di depan kedutaan Irak di Stokholm."
Polisi pada mulanya menolak permohonan izin Momika untuk membakar Quran di depan Kedutaan Irak dengan alasan dapat mengganggu ketertiban umum pada Februari lalu. Namun, pada April lalu, pengadilan membatalkan larangan tersebut dan menyatakan hak untuk berkumpul dan menyampaikan pendapat dilindungi konstitusi negara kecuali hal itu mengancam keamanan.
Meskipun demikian, Momika kini diselidiki polisi dalam kasus dugaan penyebaran kebencian karena melakukannya di depan masjid dan dugaan pelanggaran larangan membakar di Stokholm. Larangan membakar itu berlaku saat ini karena dikhawatirkan akan memicu kebakaran hutan.
Peristiwa ini juga diperkirakan akan menghalangi upaya Swedia untuk menjadi anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Turki adalah salah satu anggota NATO yang menolak permohonan Swedia itu. Pembakaran Quran oleh aktivis Rasmus Paludan di depan Kedutaan Turki pada Januari lalu menyebabkan perundingan antara Swedia dan Turki mengenai keanggotaan NATO ditangguhkan. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan bahwa negaranya tak akan mendukung Swedia kecuali pembakaran Quran dinyatakan ilegal.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo