SEMINGGU setelah perundingan Camp David berakhir dengan
"sukses", belum ada satu negara Arab lain di luar Mesir yang
mendukung hasil KTT itu. Tanggapan negatif dunia Arab terhadap 2
persetujuan yang ditandatangani Minggu malam pekan lalu oleh
Presiden Carter, Presiden Sadat dan Perdana Menteri Begin sudah
dapat diduga. Terlalu banyak hal yang tidak disinggung, mungkin
secara sengaja, dalam persetujuan yang memang hanya merupakan
kerangka bagi perundingan selanjutnya. (lihat Box).
Negara-negara Arab berhaluan kera, Suriah, Irak, Libia,
Aljazair dan Yaman Selatan serta merta mengecam. Selain
menganggap persetujuan itu sebagai suatu "permainan kotor" dari
Sadat, pemimpin Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Yasser
Arafat mengatakan: "Sadat tidak bisa mengatasnamakan rakyat
Palestina .... Ia memperoleh sebagian Sinai dengan mengorbankan
Jerusalem."
Tanggapan Presiden Suriah Hafez Assad lebih tegas lagi. Sadat
disebutnya sebagai pengkhianat perjuangan Arab. "Dia menjual
tanah Arab dan menjual perjuangan Palestina," kata Assad dalam
KTT negara-negara Arab berhaluan keras yang dilangsungkan di
Damaskus pekan lalu.
KTT sepakat untuk membentuk Komando Militer Bersama Anti Camp
David. Bekas Kepala Staf AD Mesir semasa perang 1973 yang
dipecat Sadat, Letjen Saadeddin Shazli, ditunjuk sebagai
panglima komando militer bersama ini. Para pemimpin kelompok ini
akan bertemu setiap 6 bulan sekali atau lebih, jika diperlukan,
untuk membentuk pasukan komando bersama.
Polarisasi
KTT yang juga diikuti PLO ini juga mengumumkan pemutusan
hubungan politik dan ekonomi kelompok ini dengan Mesir. Di
samping itu hubungan dengan Uni Soviet akan ditingkatkan. Mereka
juga meminta agar kantor pusat Liga Arab yang selama ini ada di
Kairo dipindahkan ke tempat lain.
Kelompok ini dikabarkan merencanakan tindakan lebih jauh lagi
dengan membentuk suatu dana rahasia sebesar $ 1 milyar untuk
menggulingkan Presiden Sadat. Aljazair dan Libia konon
menyanggupi penyediaan dana ini. Selain itu mereka juga
memutuskan memboikot perusahaan dan lembaga-lembaga Mesir dan
juga akan memboikot mereka yang berhubungan dengan Israel.
Persetujuan Camp David, seperti telah diduga, ternyata telah
mempertajam polarisasi dunia Arab. Kelompok "keras" cenderung
untuk makin condong ke pihak Uni Soviet yang juga mengecam keras
persetujuan itu. Uni Soviet tampaknya lebih menyukai
penyelesaian lewat konperensi perdamaian Jenewa, yang juga
diikuti oleh PLO, di mana Soviet bisa memainkan perannya.
Jum'at pekan lalu Presiden Leonid Brezhnev menyebut persetujuan
Camp David itu hanya menghasilkan "ilusi suatu penyelesaian."
Tampaknya kelompok negara Arab moderat seperti Saudi Arabia dan
Jordania akan menentukan apakah persetujuan Camp David akan bisa
terlaksana atau tidak. Kedua negara itu secara resmi menolak
persetujuan itu. Sekalipun memuji prakarsa perdamaian Presiden
Carter, Saudi Arabia menyatakan tidak bisa menerima formula Camp
David karena "tidak secara mutlak menjelaskan niat Israel untuk
menarik diri dari semua wilayah Arab yang didudukinya, termasuk
Jerusalem." PLO yang oleh KTT Arab telah diakui sebagai wakil
sah dari rakyat Palestina juga diabaikan dalam persetujuan itu.
Jordania selain mengecam persetujuan itu juga menyatakan tidak
akan merasa terikat persetujuan yang tidak ikut dirundingkannya.
Semua kenyataan ini membuyarkan harapan AS yang sangat
mengharapkan dukungan negara-negara moderat ini. Menlu Cyrus
Vance pekan lalu pun menyelesaikan kunjungannya ke Timur Tengah
dalam usaha AS membujuk negara moderat ini. Pemerintah AS
dikabarkan menekan negara-negara ini dengan mengaitkan sikap
mereka pada penjualan senjata AS. Tapi menurut para pejabat AS,
Vance tidak berhasil mendapat dukungan dari negara-negara yang
dikunjuninya.
Toh tekanan AS ini tidak cuma nol. Raja Hussein dari Jordania
Sabtu lalu melunakkan sikapnya dengan mengatakan negerinya
selalu membuka pintu bagi tiap bentuk penyelesaian yang bisa
mengarah pada perdamaian Arab-Israel. Tapi ia menambahkan: sikap
Jordania tentang daerah Tepi Barat, hak warga Palestina dan hak
Arab di Jerusalem Timur "tidak bisa ditawar-tawar". Harus ada
jaminan agar Israel bersedia mundur dari batas sebelum perang
1967.
Yang menarik ialah bahwa Sabtu lalu Hussein menerima kunjungan
Presiden Libia Khadafi dan pemimpin PLO Yasser Arafat selaku
utusan negara-negara, Arab yang ber-KTT di Damaskus. Ini yang
pertama kali terjadi sejak Arab "keras" dengan Arab "lunak"
bersim pang jalan. Berarti, Sadat kian terasa tersisih.
Mabruk
Toh Presiden Sadat disambut sebaga "pahlawan perdamaian" di
Mesir. Seperti dilaporkan oleh wartawan TEMPO Salim Said yang
sedang bertugas di Kairo puluhan ribu rakyat Kairo Sabtu sore
yang lalu menyambut kedatangan Sadat Ribuan massa meneriakkan,
misalnya "Dengan darah dan jiwa kita tebus kemenangan" dan "Maju
terus ya Sadat".
Lapangan terbang Kairo ditutup selama 5 jam dan ribuan burung
dara sebagai lambang perdamaian dilepaskan ketika Sadat
menuruni tangga pesawat, sementara & pesawat Mirage menggebu di
udara. Para pembesar Mesir menyalami Sadat dengan ucapan Mabruk
(Anda diberkati Allah.
PM Begin juga disambut sebagai pahlawan setibanya kembali di
Tel Aviv oleh puluhan ribu rakyat. Hari Minggu kemarin kabinet
Israel dengan perbandingan suara 11 - 2 mendukung persetujuan
Camp David.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah: Apakah Mesir, Israel
dan AS akan terus dengan rencana mereka untuk menandatangani
suatu perjanjian perdamaian Mesir-Israel dalam waktu 3 bulan
mendatang? 19 Nopember nanti, ulang tahun pertama dari kunjungan
Sadat ke Jerusalem, disebut-sebut sebagai kemungkinan tanggal
penandatanganan perjanjian ini.
Sementara itu agaknya pendekatan akan terus dilanjutkan untuk
bisa melunakkan sikap negara seperti Saudi Arabia dan Jordania.
Minggu sore lalu misalnya, utusan Presiden Mesir Hassan
el-Tohamy bertolak ke Jenewa untuk memberi penjelasan pada Raja
Khaled dari Saudi Arabia tentang persetujuan Camp David.
Harus diakui, persetujuan Camp David adalah persetujuan yang
rapuh. Kata-katanya yang samar mungkin bisa menimbulkan
perbedaan penaksiran di kemudian hari. Bahkan hanya satu minggu
sesudah ditandatangani, sudah ada perbedaan penafsiran antara AS
dan Israel tentang masalah pemukiman Yahudi di daerah Tepi
Barat.
Tapi di banyak negara lain, bagaimanapun juga usaha perdamaian
Mesir-Israel mendapat sambutan gembira. Kepada Salim Said dari
TEMPO, Dubes RI untuk Kairo mengatakan hasil KTT Camp David
melebihi dan melampaui semua perkiraan. "Kita sekarang ingin
melihat bagaimana perjanjian itu tertuang dalam pelaksanaan dan
kenyataan. Saya berpendapat hasil-hasil persetujuan itu lebih
daripada kerangka perdamaian."
Perdamaian? 4 kali perang telah terjadi dengan jumlah korban 39
ribu jiwa selama 30 tahun sengketa Arab-lsrael. Apakah
perdamaian hanya terus akan merupakan suatu kata yang tak
berarti untuk kawasan ini?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini