Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Setelah Endang Wijaya, Siapa ?

Endang Wijaya alias A Tjai, 46, pengusaha & kontraktor BPO pluit diajukan ke PN Jak-Pus dengan tuduhan subversi dan korupsi yang memanipulasi kredit BBD, pajak dan menyuap berbagai pejabat negara. (nas)

30 September 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HANYA dalam waktu 75 menit saja, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jaksa Anas Bhisma SH telah membuka rahasia besar. Dalam sebuah pengadilan terbuka untuk umum, 19 September kemarin, tersibaklah skandal penyuapan pejabat negara dan korupsi yang menyikat uang negara sampai Rp 23 milyar. Tabir yang menyelimuti rapi sejak 1968 sedang dirobek. Langkah pertama pengadilan memperkenalkan Endang Wijaya alias Yap Eng Kui alias A Tjai, 46 tahun, berasal dari Sei Rampah (Sumatera Utara). Dia adalah pengusaha bangunan, PT Jawa Building Indah, kontraktor dari BPO (Badan Pelaksana Otorita) yang membangun perumahan di Proyek Pluit, Jakarta Utara. Jaksa membawa A Tjai ke muka majelis hakim, yang dipimpin oleh HM Soemadijono SH dan para anggota Hengky Ismu Azhar SH dan JZ Loudoe SH, dengan tuduhan subversi dan korupsi memanipulasikan kredit BBD (Bank Bumi Daya), pajak, setoran ke BPO Pluit dan menyuap berbagai pejabat negara. Sidang peradilan yang meriah. Hadirin yang penuh sesak boleh asyik mendengarkan uraian jaksa sekitar tingkah pejabat tingkat menengah mempermainkan duit rakyat. Bahkan kali ini, dari tuduhan jaksa saja sudah terdengar nama-nama pejabat yang membuat heboh. Ada nama Wakil Gubernur DKI, ir Prayogo, Dwinanto (bekas Walikota Jakarta Utara), para pejabat teras DKI, Camat Penjaringan, RAB Massie, RS Natalegawa (bekas Dirut dan Direktur Kredit BBD), sampai dengan nama Husein Kartasasmita (Sekretaris Ditjen Pajak). Dwinanto Prodjosupadmo, waktu itu Walikota dan Ketua BPO Pluit, kenal Endang Wijaya, 1968, sebagai pemborong rumah di Jembatan Dua. Perkenalan berlanjut dengan pemberian fasilitas. Endang Wijaya memperoleh hak perencanaan, pembebasan dan pengosongan tanah di Muara Angke, Pluit dan Muara Karang. Dwinanto juga menyetujui Endang merubah rencana tatakota -- dari penggunaan jalur hijau untuk bangunan fisik, dengan sebelumnya menggusur pemukiman rakyat dan nelayan miskin. Di samping memberi kesempatan penangguhan pembayaran setoran ke BPO, sebesar Rp 2 milyar, Dwinanto juga menyetujui Endang menggunakan tanah kerja BPO untuk memperoleh pinjaman BBD dan PT Aseam. Dapat Imbalan Untuk itu Dwinanto sendiri memperoleh imbalan yang tidak sedikit. Endang memberinya honor bulanan secara tetap. Mula-mula hanya RP100 ribu setiap bulan antara 1970 sarnpai 1973. Berikutnya, sampai dengan 1976, honor naik jadi RP150 ribu. Dan terakhir sudah jadi RP 200 ribu. Untuk memperbaiki rumah villa di Puncak milik sang Walikota ini, Endang menyumbang sampai Rp 4,5 dan Rp 2 juta. Hadiah lainnya bagi Dwinanto berupa: mobil Combi (seharga Rp 4 juta), VW Safari (Rp 3 juta), uang piknik ke Singapura Rp 5 juta. Dan sebuah rumah megah di Pluit Samudra VI/1, seharga Rp 200 juta, juga khusus dibangun Endang bagi Dwinanto. Para pejabat DKI Jakarta lain juga 'kecipratan' rejeki nomplok. Endang Wijaya bermurah hati membagi hadiah bulanan antara Rp 50 sampai Rp 10 ribu kepada pegawai penting DKI. Belum lagi 35 rumah di Pluit, tanah dan mobil yang dibagi gratis. Ketua Harian BPO Pluit, ir Shafrin Manti, misalnya -- di samping honor tetap -- juga mendapat mobil Mercy, organ Yamaha (seharga Rp 2,45 juta), perbaikan rumah di Bendungan Hilir sampai Rp 3 juta, sebuah rumah di Pluit Kencana (Rp 60 juta) dan televisi berwarna merek Siera 26'. Rekan Shafrin, Kepala Bidang Umum BPO, Heru Suko SH, juga mendapat hadiah sebuah Mercedes, Honda Civic dan dua buah rumah di Pluit Utara dan Selatan (masing-masing seharga Rp 35 dan Rp 30 juta). Itu, antara lain, untuk jasanya memberi surat keterangan sebagai "Kepala Pelaksana Pembangunan Perumahan Otorita Pluit" bagi Endang Wijaya. Walaupun diketahuinya si Endang itu tak lebih hanya pemborong biasa saja. Dengan surat keterangan itulah Endang memperoleh kepercayaan bank. Dua buah rumah di Pluit Kencana dan Pluit Selatan (masing-masing seharga Rp 35 juta), mobil Datsun dan organ Yamaha (Rp 2,18 juta) dibagikan Endang juga kepada ir Armantani, yang menjabat sebagai Kepala Bidang Tehnik BPO. Rekannya, ir Haditomo, Kepala Bidang Pemasaran BPO, kebagian dua mobil Corolla dan Datsun. TH Siagian, Kepala Sub Dit. Agraria Jakarta Utara, yang melancarkan usaha Endang memperoleh sertifikat tanah, boleh menerima Rp 20 ribu untuk setiap sertifikat yang dikeluarkan. Ditambah lagi Rp 1,5 juta untuk kemurahan hati pejabat ini memprioritaskan urusan Endang. Prayogo Dapat Camat Penjaringan, Andi Abbas, yang menjadi anggota panitia pembebasan tanah Muara Angke dan Muara Karang juga boleh menempati rumah di Pluit Putra hadiah Endang. Sebab melalui tangan ampuh pak Camat inilah rumah rakyat dapat tergusur licin. Bahkan Wakil Gubernur DKI, ir Prayogo Padmowihardjo, tak luput dari 'binaan' Endang. Mula-mula, melalui BPO, Endang membangun 'rumah contoh' di atas tanah Wagub di Cempaka Putih. Lalu sebuah mobil Mercedes pinjaman sebesar Rp 15 juta, honor bulanan dan sejumlah uang saku keluar negeri disodorkan oleh Endang. Untuk itu pemborong yang bukan main ini menerima imbalannya Oleh DKI ia ditunjuk sebagai pemborong tunggal, tanpa melalui tender semustinya, untuk menggarap Pluit, Muara Karang dan Muara Angke. Dengan mengatasnamakan dirinya sebagai 'orang BPO Pluit', dan hal itu sangat diketahui oleh pejabat DKI dan BPO sendiri, Endang menggaet uang BBD sampai milyaran rupiah. Untuk membuktikan hal itu diharapkan RS Natalegawa, dulunya menjabat sebagai Direktur Kredit BBD, akan tampil juga dalam membereskan kasus Pluit. Sebab, seperti yang akan diungkapkan dalam pengadilan kelak, pejabat ini telah meluluskan permintaan kredit Endang yang seharusnya diketahui diajukan tanpa memenuhi cara yang benar dan tanpa jaminan yang sehat -- misalnya berupa tanah kerja BPO, seperti telah disebutkan di atas, walaupun direstui walikota. Untuk memperoleh kredit sebesar Rp 11.318.762.400 dari BBD dan Rp 3 milyar dari PT Aseam, Endang berani menganggunkan tanah milik negara secara tanpa hak. Sogok Rp 20 Juta Tapi, jangan lupa, Endang tidak bekerja cuma-cuma. Direktur Kredit BBD dihadiahinya dua rumah mewah di Taman Pluit Kencana dan masing-masing sebuah di Jalan Samudra III, Pluit Samudra Raya dan di Pluit Putra Kencana. Saku direktur BBD yang lain, Direktur Bidang Pengawasan, kena sogok Rp 20 juta dan 5000 mÿFD tanah di Cilandak. Bahkan Dirut BBD, RAB Massie pun, oleh Endang dianggap perlu pula untuk menerima bagiannya. Yaitu sebuah rumah di Jalan Pluit Samudra Raya diberikan, bagaimanapun caranya, dengan atas nama anaknya, Herling Massie. Sialnya bagi pejabat BBD. Kredit Endang macet. Walaupun diketahui hasil penyetoran tanah dan bangunan di Pluit, Rp 38 milyar, ternyata baik bagi Endang dimasukkan kantong sendiri daripada disetorkan ke BBD. Bukan hanya kredit BBD yang dikerjai Endang. Pembayaran pajak juga dimanipulir. Berkat surat keterangan dari ir Shafrin, Ketua Harian BPO, dengan pintarnya Endang lolos dari kewajiban membayar pajak borongan yang mustinya jadi bebannya. Dengan mempergunakan neraca BPC) untuk menghitung pajak, Endang telah mengelabui negara hampir Rp 2 milyar. Tapi kelonggaran itu toh tidak diperolehnya dengan cuma-cuma pula. Husein Kartasasmita, Sekretaris Dit jen Pajak, diharapkan sebagai saksi dar kemungkinan 82 saksi perkara Pluit, un tuk menjelaskan soal perpajakan yan digarap semena-mena oleh Endang Wijaya. Walaupun dengan cara jual beli terselubung, jaksa dapat menuduh Endan telah menyuap pejabat pajak itu, dengar sebuah rumah di Pluit Samudra Raya. Pejabat pajak yang lain, drs Nurbua (Kepala lnspeksi Pajak Jakarta Utara dan Jamaluddin Abdullah (Kepala Kan tor Pajak Wilayah III Jakarta) juga ke cipratan rejeki. Nurbuat menerima rumah di Pluit Selatan dan Jamaluddin di Pluit Utara. Pengadilan yang tengah berlangsung tentu akan menilai fakta yang dibawa jaksa dan telah didengar oleh telinga umum. Tinggal lagi sebuah pertanyaan: setelah Endang giliran siapa?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus