RIBUAN orang memenuhi jalan-jalan di Salisbury, ibukota
Zimbabwe. Mereka berhura dan memekik gembira. Dari iringan yang
cukup panjang itu, tampak pula sebuah peti mati digotong. Pada
papan petl, tertera nama: Joshua Nkomo. "Dia telah mati! Dia
telah mati!" teriak sebagian orang. Dan terdengar pula seruan
untuk menegakkan sebuah partai tunggal saja. "Dan larang partai
yang lain."
Pesta suka yang berbau politik itu terjadi pekan lalu. Di hari
Kemis itu pula, Perdana Menteri Robert Mugabe, 5 tahun, memecat
Menteri tanpa portfolio. Joshua Nkomo, bersama 3 orang menteri
lainnya dan seorang Menteri Muda dari front Patriotik. Front
ini terdiri dari ZAPU (Zimbabwe African People Union) dan
ZANU (Zimbabwe African National Union) yang dulu bersama-sama
menentang kekuasaan kaum kulit putih, waktu negara lalu masih
bernama Khodesia Selatan.
Dan alasan Mugabe? Di ladang pertanian milik Nkomo, telah
ditemukan timbunan senjata yang jumlahnya bisa memenuhi syarat
untuk menghimpun sebuah angkatan perang. Selain puluhan rudal
Darat ke Udara (SAM) dan 30.000 pucuk senjata bikinan Soviet
(Kalashnikov), masih banyak ragam lainnya. Mugabe menduga semua
senjata tersebut milik Nkomo, kawan seperjuangannya melawan kaum
penjajah, yang kemudian jadi saingan politiknya. "Sudahlah
pasti," demikian Mugabe, "senjata itu untuk mendongkel saya."
Nkomo menyangkal tuduhan Mugabe. Senjata itu adalah sisa-sisa
milik gerilyawan dan tetap disimpan setelah Rhodesia tahun 1980
mendapatkan kemerdekaannya dan kemudian menamai dirinya Republik
Zimbabwe. "Kami marah besar atas tuduhan itu," seru seorang
wanita di Bulawayo, 200 km sebelah selatan Salisbury. "Sungguh
keterlaluan," seru yang lain, juga dari Bulawayo, kora kaum ZAPU
Reaksi pihak ZAPU ternyata tak kurang sengitnya. Dan seorang
pengamat dengan tenang berkata "Mereka bukan berbicara tentang
partai tunggal. Tetapi mereka menghendaki negara dari suku
bangsa tunggal."
Shona--Ndebele
Pemecatan Nkomo oleh Mugabe bukan hal yang sangat mengejutkan,
meskipun itu bisa mengundang kembah kerusuhan. Ketika dalam
April 1980, Robert Mugabe berhasil tampil sebagai Perdana
Menteri, dia menghendaki kahinet koalisi. Mugabe mengajak dua
orang kulit putih dan Nkomo, lawannya yang dikalahkan dalam
pemilu. ZAINU, partai Mugabe, memenangkan 63% suara dalam pemilu
dan berhasil mendapat 57 kursi dalam parlemen. Sedangkan ZAPU,
partai Nkomo, cuma mendapa 29% atau 20 kursi dalam parlemen
yang mempunyai 100 kursi.
Tetapi koalisi yang berjalan selama 22 bulan itu selalu
bernapaskan saling .. riya. Beberapa bulan setelah kabinet
terbentuk, misalnya, terjadi perang kecil - bekas gerilyawan
ZIPRA (pasukan Front Patriotik) menghantam tentara pengikut
Mugabe hasilnya, 1500 rakyat terbunuh. Kebetulan ZIPRA yang
berontak itu pengikut Nkomo. Selama ini penyatuan tentara
Zimbabwe belum berhasil, karena masing-masing tetap mempunyai
ikatan perasaan sebagai pengikut ugabe atau Nkomo. Pengikut
Nkomo selalu merasa--setelah kalah dalam pemilu 1980 --tidak
mendapat hak yang sepantasnya dari Mugabe, penguasa mayoritas.
Pola politik Afrika di bagian selatan Sahara selalu membuktikan
bahwa kekuatan partai lebih terikat pada komitmen etnis dan
teritorial. Mugabe berasal dari suku bangsa Shona yang
merupakan 80% penduduk Zimbabwe. Sedangkan Nkomo berasa. dari
Ndebele, sub suku bangsa Matabele yang kini tinggal sekitar 19%
dari sekitar 6,6 juta penduduk Zimbabwe.
Sejarah negeri itu selain penuh dengan peperangan melawan kaum
pendatang (Spanyol dan Inggris), juga perkelahian antara suku
bangsa Shona (utara dan timur Zimbabwe) dan Matabele (selatan
dan barat Zimbabwe).
Di samping itu, ada lagi pendudul. etnis lainnya kaum kulit
putih dan para pengungsi dari negara tetan ga (Botswana,
Mozambique, Zambia) yang telah menetap di Zimbabwe. Banyak kaum
kulit putih, ketika Mugabe dilantik sebagai Perdana Menteri,
mengungsi ke negara lain.
Selain pemimpin gerilya yang ampuh, Mugabe terkenal dengan
aliran Marxistnya Tapi tokoh yang mendapat utel sarjana hukum
dari Univeristas London (lewat kuliah tertulis) ini tetap
mempertahankan negerinya sebagai nonblok. Mugabe bahkan
menyerukan agar kaum kulit putih kembali lagi ke negerinya untuk
membangun.
Sementara itu Mugabe tetap merasa tidak tenang. Terutama dia
curiga terhadap Nkomo yang konon mendukung rakyat miskin yang
belum kebagian "kuwe pembangunan". Oktober lalu, Mugabe
mengetatkan kontrol terhadap pers dan kritik luar negeri. Bulan
berikutnya, terjadi nasionalisasi perkebunan milik kulit putih,
dalam keadaan perbedaan kemiskinan dan kekayaan yang makin
melebar.
Kecurigaan Mugabe terhadap Nkomo semakin memuncak, ketika Nkomo
menolak gagasan penggabungan ZAPU dan ZANU. Mugabe beranggapan
partai tunggal adalah kunci suksesnya pembangunan. Partai yang
terikat akan komitmen etnis, dianggapnya masalah Zimbabwe
kemarin. Zimbabwe mendatang, katanya, adalah satunya ideologi
dan politik.
Tidaklah mudah untuk menerimanya bagi Nkomo, bapak chimurenga
(perang kemerdekaan melawan kulit putih). Di tahun 1952, dia
telah memimpin pemogokan kereta-api dengan hasil gemilang.
Belum jelas apakah dengan dipecatnya Nkomo berarti pula perang
saudara akan berkobar lagi. Tapi hal ini juga tergantung pada
kelihaian Mugabe, siapa pula yang akan dirangkulnya setelah
Nkomo dibuang. Mungkin ada bintang lain dari pihak ZAPU yang
bisa mempertahankan keseimbangan etnis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini