Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dadang dicopot, dadang diangkat

Pendongkelan kepala desa ciloto (ja-bar), dadang rukmana mulya diberhentikan dari jabatannya tanpa alasan yang nyata. pendukungnya mengadukan ke dprd tk i ja-bar, tapi dadang tetap diberhentikan. (nas)

27 Februari 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PAGI itu Dadang Rukmana Mulya kaget melihat VW Safari berplat merah parkir di depan rumahnya. Seorang petugas kecamatan turun menjemputnya, mengajak ke kecamatan. Ia tak tahu apa maksud pemanggilan itu. Di kecamatan tampak para anggota tripida dan beberapa orang yang mengaku sebagai pemuka masyarakat. Di kantor itu barulah Pak Camat memberitahu bahwa saya harus melakukan serah-terima jabatan di Kabupaten Cianjur," kata Dadang, 30 tahun, kepala desa Ciloto, Kecamatan Pacet, Jawa Barat. "Tapi karena saya tidak diberitahu alasannya, saya lebih suka pulang." Peristiwa di awal Desember lalu itu adalah rangkaian beberapa usaha untuk mencopot kepala desa terpilih itu. Dadang yang saat itu memang sudah diberhentikan sementara, tidak tinggal diam. Apalagi para pemuka masyarakat lainna tetap mendukungnya. Beberapa hari kemudian sejumlah pendukungnya, dipimpin Ruseno Ruslan, seorang petani dan peternak, menemui bupati dan pimpinan DPRD Cianjur, tapi pengaduan mereka tidak ditanggapi. Mereka lantas menghadap gubernur dan pimpinan DPRD Tingkat I Ja-Bar, tapi hasilnya sama saja. Merasa tak diperhatikan, pertengahan Februari mereka ke Jakarta. Kepada Ketua FPP, Nuddin Lubis, mereka menilai pemberhentian kepala desa Ciloto itu "tidak wajar dan tanpa landasan pertimbangan hukum yang mantap." Ruseno rupanya juga menjelaskan mengapa delegasi yang dipimpinnya menemui FPP. "Semula kami bermaksud ke FKP. Tapi karena pimpinannya tidak ada kami berusaha menemui pimpinan F-PDI. Ini juga gagal karena mereka lagi sidang komisi," kata Ruseno. Akhirnya mereka diterima FPP. " Itu tidak berarti kami dekat dengan FPP. Kami menganggap semua anggota DPR adalah wakil seluruh rakyat," tambahnya. Belakangan ada tuduhan kelomlok pendukung Dadang ini lebih dekat dengan PDB Bahkan Bupati Adjat Sudradjat menyebut Dadang sebagai sekretaris GPM, organisasi pemuda bekas onderbouw PNI almarhum. "Bahkan untuk memperoleh kembali jabatannya, Dadang berusaha menghubungi Isnaeni dan Guntur," kata Bupati. Mh. Isnaeni, bekas Wakil Ketua DPR-RI dan kini Dubedi Rumania itu memang tokoh PNI. Tuduhan tersebut dibantah oleh Dadang. "Saya tak kenal dengan kedua tokoh tersebut," kata Dadang yang pernah beberapa bulan kuliah di IAIN Pacet itu. Ia juga membantah memberi Rp 400.000, hektar tanah dan sebuah rumah kepada Ruseno untuk membela kepentingannya. Ruseno sendiri, tiga hari setelah pulang dari Senayan, Jakarta, menemukan surat kaleng di kandang sapinya, beberapa ratus meter dari rumahnya di Kampung Jamprak, Desa Ciloto. Isinya: ancaman akan mengganggu Istrinya, merusak peternakannya, menganiaya keluarga dan membunuhnya bila ia meneruskan mencampuri urusan desa. Akan halnya Dadang yang terpilih sebagai kepala desa pada 15 Januari 1979 baru dilantik sembilan bulan kemudian. Tapi beberapa bulan kemudian muncul resolusi sekelompok penduduk dipimpin lmam Sudja'i, 60 tahun, agar Dadang dicopot. Alasannya antara lain, "karena Dadang kurang bisa bergaul dengan para pemuka masyarakat." Resolusi yang dilancarkan sampai dua kali itu semula tidak ditanggapi oleh bupati. "Sebab saya anggap Dadang, lulusan SMA itu merupakan contoh peremajaan," ujar bupati. Tapi pada resolusi ketiga, bupati menerimanya. "Kalau tidak, saya khawatir dituduh bersekongkol dengan Dadang." Meski begitu bupati masih memberi kesempatan Dadang untuk membela diri. Tapi Dadang tak bisa berbuat apaapa. "Bagaimana saya membela diri kalau alasan pemberhentian itu tak pernah diberitahukan kepada saya," katanya. Belakangan ia tahu salah satu alasannya ialah: pemilihan terhadap dirinya dianggap tidak sah karena terdapat 32 OT (orang terlibat alias eks G30S/PKI) yang ikut memilih. Berdasarkan Laporan Dadang jadi heran. "Yang menetapkan daftar para pemilih bukan saya melainkan Panitia Pemilihan Kepala Desa. Lagi pula belum tentu OT-OT itu memilih saya," kilahnya. Amsir, 57 tahun, salah seorang tokoh masyarakar yang mendukung Dadang menimpali, "Kalau OT tak boleh memilih, mestinya pemilihan itu diulang, bukan dengan memecat kepala desa terpilih."! Kemudian bupati mengirim tim pemeriksa terdiri dari anggota Komisi A DPRD disertai para petugas Itwilda (Inspektorat Wilayah Daerah) Cianjur. Mereka meninjau Ciloto sehari dan menyimpulkan adanya penyelewengan. "Tapi mereka tak bisa menunjukkan buktinya," kata seorang tokoh masyarakat di Cianjur. Berdasarkan laporan tim itulah, bupati menskors Dadang, kemudian minta agar gubernur memberhentikannya. Akhirnya SK Gubernur pun turun pada 28 Desember 1981, diperkuat SK Bupati 6 Januari 1982. Maka secara definitif, Dadang diberhentikan. "Tapi sampai 6 Januari itu saya belum melakukan serah terima jabatan," kata Dadang. Maka tak bisa lain bagi Bupati Adjat selain mengangkat seorang karyawan kecamatan, Dadang Rachmat, menggantikan Dadang Rukmana Mulya sebagai pejabat kepala desa Ciloto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus