Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Minim Vaksin di Tepi Barat

Israel dikecam karena telah memvaksin sebagian besar penduduk tapi tidak membantu tetangganya, Palestina. Malah mengirim vaksin ke negara-negara jauh.

6 Maret 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang ibu dan anaknya tiba di klinik milik PBB, untuk mendapatkan vaksin covid-19 di Gaza, Palestina, 24 Februari 2021. Reuters/Mohammed Salem

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Meski dikritik komunitas internasional, Israel masih enggan membantu vaksinasi Covid-19 di Palestina.

  • Palestina baru mendapat 12.000 dosis vaksin untuk lima juta rakyatnya.

  • Bank Dunia dan PBB mendesak Israel turun tangan.

SETELAH dikecam komunitas internasional, Israel menyatakan mulai memberikan vaksin Covid-19 kepada warga Palestina di Tepi Barat pada Ahad, 28 Februari lalu. Namun penerima vaksin bikinan Moderna itu hanya orang Palestina yang punya izin kerja di permukiman Yahudi di daerah pendudukan dan di dalam wilayah Israel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Akhir bulan lalu, Otoritas Palestina menyatakan bahwa mereka telah mencapai kesepakatan dengan pemerintah Israel untuk memvaksin 100 ribu pekerja Palestina di wilayah pendudukan Israel. Koordinator Kegiatan Pemerintah di Kawasan (COGAT), unit Kementerian Pertahanan Israel yang menangani urusan sipil di wilayah Palestina, menyebutkan vaksinasi itu telah disetujui “pejabat politik”.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengungkapkan, setelah sejumlah negara meminta tolong, pemerintah akhirnya setuju menyumbangkan “vaksin dalam jumlah terbatas yang tidak dipakai”. “Maka (kami) putuskan membantu dengan memberikan sejumlah vaksin secara simbolis untuk tenaga kesehatan Otoritas Palestina dan beberapa negara yang meminta kepada Israel,” demikian pernyataan Kantor Perdana Menteri kepada stasiun radio Israel, Kann.

Keputusan itu keluar setelah Israel dikecam karena tidak memberikan bantuan vaksin kepada negara tetangganya, Palestina. Israel malah mengirim vaksin ke negeri-negeri jauh, termasuk 15 sekutunya dan beberapa negara di Afrika yang memiliki hubungan politik dengan negeri Yahudi tersebut, seperti Guatemala, Hungaria, dan Republik Cek, setelah memberikan vaksin pertama kepada separuh lebih dari 9,3 juta penduduknya dalam tempo kurang dari dua bulan.

Petugas medis Palestina memeriksa vaksin covid 19 sebelum disuntikan kepada tenaga medis dan warga masyarakat di Bethlehem, Tepi Barat, Palestina, 3 Februari 2021. Reuters/Mussa Issa Qawasma

Organisasi dokter lintas batas (MSF) mengkritik perlakuan Israel terhadap Palestina ini. “Israel adalah penguasa pendudukan dan punya jutaan vaksin. Palestina adalah wilayah pendudukan dan hanya memiliki beberapa ribu vaksin,” kata Matthias Kennes, penasihat medis MSF untuk Palestina. Dalam artikelnya di Al Jazeera, Samah Sabawi, penasihat kebijakan di Al-Shabaka, dan Nick Riemer, pengajar di University of Sydney, Australia, menyebut kebijakan vaksin Israel itu sebagai tindakan “apartheid”. Desakan yang sama datang dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pemerintah Israel tidak secara resmi memberikan alasan mereka tidak membantu Palestina. Namun, dalam cuitannya di Twitter, Yair Netanyahu, putra Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, menjelaskan bahwa negaranya tak bertanggung jawab atas masalah vaksinasi di Palestina. Ia mengklaim Israel sudah tidak mengendalikan Gaza sejak 2005 dan Palestina menangani urusan sipil di Tepi Barat sepenuhnya sejak Otoritas Palestina terbentuk pada 1990-an.

Sekretaris Pertama Kedutaan Besar Palestina untuk Indonesia, Ahmed Metani, membantah argumen tersebut. “Kami sedang diduduki dan menurut Konvensi Jenewa, penjajah harus menyediakan kebutuhan medis bagi orang-orang di wilayah pendudukannya,” tuturnya secara tertulis kepada Tempo, Kamis, 4 Maret lalu. “Apalagi sebenarnya Israel memiliki vaksin ekstra tapi mereka mencoba mendistribusikannya ke negara lain untuk mendapatkan keuntungan politik daripada memenuhi tanggung jawabnya terhadap rakyat Palestina yang diduduki.”

Metani menyatakan Palestina sudah mulai menjalankan vaksinasi terhadap rakyatnya. “Jumlahnya masih sangat sedikit. Hanya untuk tenaga kesehatan di departemen corona, hanya 12 ribu dosis,” ujarnya. Jumlah kasus Covid-19 di Palestina terus meningkat. Menurut Worldometer, total kasus per 5 Maret lalu mencapai 191.203 dengan 2.091 korban meninggal dan 171.318 orang sembuh.

Bank Dunia telah memperingatkan bahwa program vaksinasi Covid-19 di Palestina kekurangan dana sebesar US$ 30 juta atau sekitar Rp 427 miliar. Lembaga tersebut telah meminta Israel bekerja sama dengan Otoritas Palestina dan negara-negara kaya untuk mendapatkan sumbangan dana guna meredakan pandemi di Palestina.

Pemerintah Palestina memperkirakan jumlah penduduknya di Tepi Barat dan Jalur Gaza sebanyak 5 juta jiwa sehingga membutuhkan 10 juta dosis. Saat ini, menurut Metani, mereka baru memiliki sekitar 12 ribu dosis vaksin, yakni 10 ribu dosis vaksin Sputnik V sumbangan Rusia dan 2.000 dosis vaksin Moderna bantuan Israel.

Otoritas Palestina mengirim 2.000 vaksin Rusia ke Gaza, yang dikendalikan Hamas—milisi Palestina—tapi Israel memblokirnya pada pertengahan Februari lalu. Pengiriman ditangguhkan karena sejumlah politikus sayap kanan Israel menuntut syarat pembebasan dua warga sipil Israel yang diduga ditahan di Gaza.

Setelah kedua negara berunding, COGAT akhirnya mengizinkan pengiriman vaksin itu. “Kami akan menggunakannya untuk memvaksin pasien yang harus menjalani transplantasi organ dan yang menderita gagal ginjal,” ujar Majdi Dhair, pejabat Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza. “Tenaga medis belum bisa divaksin karena jumlah vaksin yang dikirim belum mencukupi,” katanya kepada Al Jazeera.

Dalam sidang bulanan Dewan Keamanan PBB tentang konflik Israel-Palestina pada akhir Februari lalu, 15 anggota Dewan membahas cara terbaik membantu Palestina agar menerima dukungan keuangan dan donor. “Cina telah memutuskan menyumbangkan vaksin Covid-19 kepada Palestina,” tutur Duta Besar Cina, Geng Shuang, dalam sidang itu seperti dikutip The Jerusalem Post. Perwakilan Tetap India untuk PBB, Duta Besar K. Nagaraj Naidu, menyatakan negaranya akan “memfasilitasi pasokan vaksin awal untuk Palestina”. Kedua negara itu tak menyebutkan jumlah vaksin yang akan mereka kirim.

Akhir bulan lalu, Uni Eropa berjanji menyediakan 20 juta euro untuk pembelian vaksin bagi Palestina. Pasokan besar awal vaksin buat Palestina disumbangkan melalui Covax, skema bantuan vaksin internasional yang disokong Badan Kesehatan Dunia (WHO). Covax akan mengirim 240-405 ribu dosis vaksin AstraZeneca dan 37.440 dosis vaksin Pfizer-BioNTech. Pengiriman 24.000 dosis pertama akan tiba pada bulan ini. Uni Emirat Arab juga akan mengirim 20 ribu dosis vaksin Sputnik V ke Gaza.

Pada Selasa, 2 Maret lalu, Otoritas Palestina mengumumkan bahwa 10 persen dari 12 ribu dosis vaksin yang mereka terima telah diberikan kepada tim sepak bola nasional, para menteri, pengawal presiden, dan anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO). Adapun 90 persen diberikan kepada tenaga kesehatan yang merawat pasien Covid-19 dan petugas Kementerian Kesehatan.

Namun pelaksanaan vaksinasi itu dikritik oleh organisasi hak asasi Palestina dan kelompok masyarakat sipil. Dalam pernyataan bersama, mereka mendesak agar program vaksinasi ini diselidiki karena dinilai tidak transparan. Komisi Independen untuk Hak Asasi Manusia (ICHR) dan Aman, kelompok Palestina yang mengkampanyekan transparansi, meminta pemerintah menjelaskan kriteria yang digunakan dalam distribusi vaksin. ICHR menyatakan telah mencatat sejumlah kasus pembagian vaksin yang dilakukan “berdasarkan mediasi dan hubungan pribadi tanpa pembenaran prioritas medis”, seperti pejabat yang membantu keluarganya mendapat vaksin tanpa penjelasan medis.

Kementerian Kesehatan Palestina berdalih bahwa para menteri dan pengawal menerima vaksin karena kerap berkontak langsung dengan presiden dan perdana menteri. Adapun tim sepak bola memerlukan memiliki sertifikat vaksin agar mereka dapat terbang “mewakili Palestina dalam sebuah pertandingan”.

IWAN KURNIAWAN (AL JAZEERA, THE JERUSALEM POST, THE ASSOCIATED PRESS)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Iwan Kurniawan

Iwan Kurniawan

Kini meliput isu internasional. Sebelumnya menulis berbagai topik, termasuk politik, sains, dan seni. Pengasuh rubrik Pendapat dan kurator sastra di Koran Tempo serta co-founder Yayasan Mutimedia Sastra. Menulis buku Semiologi Roland Bhartes (2001), Isu-isu Internasional Dewasa Ini: Dari Perang, Hak Asasi Manusia, hingga Pemanasan Global (2008), dan Empat Menyemai Gambut: Praktik-praktik Revitalisasi Ekonomi di Desa Peduli Gambut (Kemitraan Partnership, 2020). Lulusan Filsafat Universitas Gadjah Mada.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus