Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pidato Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di hadapan sidang gabungan Kongres AS pada hari Rabu lalu memicu kontroversi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rashida Tlaib, satu-satunya anggota Kongres keturunan Palestina-Amerika, mengangkat spanduk yang menyebut Netanyahu sebagai "penjahat perang" dan "bersalah atas genosida" dalam pidatonya, pada Rabu, 24 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Apa itu penjahat perang?
Dilansir dari International Committee of the Red Cross, penjahat perang adalah individu yang dianggap bertanggung jawab atas pelanggaran serius terhadap hukum perang. Ini termasuk tindakan yang melanggar konvensi internasional seperti Konvensi Jenewa yang menetapkan standar perlakuan terhadap kombatan dan non-kombatan selama konflik bersenjata.
Tindakan tersebut meliputi pembunuhan, penyiksaan, dan perlakuan tidak manusiawi lainnya terhadap tawanan perang atau penduduk sipil. Dalam memahami konsep penjahat perang, penting untuk menelusuri sejarah hukum perang itu sendiri.
Hukum perang memiliki akar yang mendalam dalam sejarah manusia yang dapat ditelusuri kembali ke zaman kuno ketika peraturan adat istiadat mengatur cara perang harus dilakukan. Namun, perkembangan signifikan terjadi pada abad ke-19 dan ke-20 dengan adanya Konvensi Den Haag dan Konvensi Jenewa.
Konvensi-konvensi ini menetapkan aturan yang lebih rinci mengenai perlakuan terhadap tawanan perang, perlindungan bagi warga sipil, dan penggunaan senjata dalam perang. Pada abad ke-20, khususnya setelah Perang Dunia II, konsep penjahat perang menjadi lebih konkret dengan pembentukan Mahkamah Militer Internasional di Nuremberg dan Tokyo.
Pengadilan ini dibentuk untuk mengadili pemimpin Nazi dan Jepang yang bertanggung jawab atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida. Proses peradilan di Nuremberg dan Tokyo menjadi preseden penting dalam pengembangan hukum pidana internasional.
Kemudian, dilansir dari Rome Statute of the International Criminal Court, statuta Roma yang mendirikan Mahkamah Pidana Internasional pada 1998, kejahatan perang mencakup, tetapi tidak terbatas pada:
- Pembunuhan Berencana: Pembunuhan yang disengaja terhadap individu yang dilindungi oleh hukum humaniter internasional.
- Penyiksaan dan Perlakuan Tidak Manusiawi: Segala bentuk kekerasan fisik atau mental yang dilakukan terhadap tawanan perang atau penduduk sipil.
- Pengambilan Sandera: Penahanan individu dengan maksud untuk menukar atau mendapatkan keuntungan tertentu.
- Perusakan Properti: Penghancuran yang tidak dibenarkan terhadap properti sipil yang tidak terkait dengan tujuan militer.
- Pemerkosaan dan Kekerasan Seksual: Segala bentuk kekerasan seksual terhadap individu yang dilindungi oleh hukum humaniter internasional.
Dilansir dari amnesty.org, Mahkamah Pidana Internasional adalah badan utama yang bertanggung jawab untuk mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida. Namun, ICC menghadapi berbagai tantangan, termasuk masalah yurisdiksi, kurangnya kerja sama dari negara-negara anggota, dan tuduhan bias politik.
Dalam beberapa kasus, negara-negara memiliki sistem peradilan nasional yang kuat yang dapat mengadili kejahatan perang. Namun, di banyak negara, sistem peradilan tidak memadai atau tidak mau mengambil tindakan terhadap penjahat perang, sering kali karena alasan politik atau militer.