NORODOM Sihanouk jadi mengundurkan diri dari Dewan Nasional Tertinggi Kamboja? Beberapa lama lalu ketua Dewan ini menyatakan tak lagi bisa bekerja sama dengan UNTAC, pemerintahan transisi Kamboja, karena lembaga yang dibentuk oleh PBB itu dinilainya tak bisa menjamin keamanan faksinya. Tapi rupanya bekas penguasa feodal Kamboja yang sering sulit dipegang kata-katanya itu masih ingin kembali ke Phnom Penh. Maka, pekan lalu ia bilang, ia tak jadi mundur asal diadakan pemilihan presiden Kamboja definitif, sebelum pemilu April atau Mei nanti. Dan calon presiden yang layak itu, siapa lagi bila bukan dia sendiri. Ditambahkannya, usul yang dinyatakannya dari Beijing ini merupakan jalan baru untuk menyelesaikan krisis Kamboja. Boleh dikata, semua pihak di Kamboja menyambut usul itu dengan positif. Bahkan Yasushi Akashi, ketua UNTAC, segera terbang ke Jakarta untuk membicarakan soal ini dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Ali Alatas, wakil ketua tim perunding perdamaian Kamboja. Lalu, mereka berdua terbang ke Beijing menemui Sihanouk. Dari Bangkok, Menteri Luar Negeri Thailand Prasong Soonsiri, yang juga aktif dalam tim perunding itu, buru-buru terbang, ikut bergabung ke Beijing. Pernyataan Sihanouk mengembalikan suasana di Kamboja menjadi optimistis. Bagaimanapun, mundurnya Sang Pangeran dari Dewan Nasional Tertinggi, badan yang beranggotakan pemimpin-pemimpin keempat faksi, akan makin menyulitkan diadakannya pemilu yang direncanakan. Dan sebagai presiden, Sihanouk diharapkan bakal bisa membujuk Khmer Merah ikut pemilu. ''Saya seorang Khmer. Saya akan berbicara dengan mereka (Khmer Merah) agar mereka kembali ke proses perdamaian nasional kami,'' kata Sihanouk, gagah. Memang, itu masih ''akan''. Dan tampaknya Sang Pangeran sendiri menyadari, dirinya pun belum tentu bisa membujuk Khmer Merah. Maka, menurut seorang pejabat politik dari faksi Sihanouk, ada dua syarat lain yang juga diminta oleh Sang Pangeran. ''Pangeran Sihanouk ingin memegang jabatan panglima angkatan bersenjata. Dengan demikian, ia punya kekuatan sah menguasai pasukan dari semua faksi,'' kata sumber itu. Kedua, ujar sumber itu lagi, Sihanouk minta agar ketua dari partai pemenang dalam pemilu langsung ditunjuk sebagai perdana menteri. Untuk hal kedua ini tak begitu jelas alasannya. Mungkin saja itu untuk membuat Khmer Merah ikut pemilu. Tentu, ada pihak-pihak yang mempersoalkan pemilihan presiden sebelum pemilu itu. Ini dijawab oleh Ali Altas, kekuasaan Sihanouk nanti akan bersifat ''sementara''. Yang belum bisa dijawab, jika nanti Sihanouk benar menjadi presiden, bagaimana mengatur kerja sama dengan UNTAC dan Dewan Tertinggi Nasional itu. Apakah lalu Dewan berada di bawah kepresidenan, karena Sihanouk juga ketua Dewan? Sebenarnya, soal pemilihan presiden masih harus disepakati oleh Dewan Tertinggi Nasional, yang akan bertemu di Beijing Kamis pekan ini. Setelah itu harus mendapat lampu hijau dari DK PBB pula. Dan sebelum itu semua terlaksana, Khieu Samphan, pemimpin Khmer Merah, sudah memberikan pernyataan tetap menolak ikut pemilu. Tapi UNTAC memang sudah bertekad, dengan atau tanpa Khmer Merah pemilu jalan terus. Soal dipertahankannya Sihanouk, itu tadi, agar kesulitan di Kamboja tak bertambah. Yuli Ismartono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini