APA yang akan Anda katakan tentang seorang sultan yang dimakzulkan dan kemudian hidup terlunta-lunta? Menyedihkan? Itulah nasib Tengku Ali ibni Sultan Sulaiman, orang nomor satu Trengganu, yang diturunkan dari takhta oleh pemerintah kolonial Inggris hampir setengah abad lalu. Kini, Tengku Ali, 79 tahun, rajin bolak-balik ke Mahkamah Tinggi Kuala Trengganu untuk memperkarakan nasibnya. Ia meminta mahkamah mengakui hak-haknya yang dicopot begitu dimakzulkan sebagai sultan Trengganu. Ia antara lain menuntut Kerajaan Trengganu meningkatkan tunjangannya sebesar 1.500 ringgit Malaysia (sekitar Rp 1,2 juta sebulan) sejak November 1945, serta fasilitas lain seperti kediaman yang layak dan pensiun seumur hidup yang tak dinikmatinya sejak tersingkir dari istana. Betulkah Tengku Ali ahli waris yang sah Kesultanan Trengganu? Ia, menurut pengakuannya, anak tertua Sultan Sulaiman Badrul Alaman (almarhum), sultan Trengganu ke-13. Ketika ayahnya mangkat, Tengku Ali dinobatkan sebagai sultan. Tapi, ia hanya sempat bertakhta selama 41 hari (1946), karena mahkotanya kemudian dicopot oleh pemerintah kolonial Inggris. Pasalnya, Tengku Ali, begitu pengakuannya kepada koran Malaysia Berita Harian, tak mau meneken naskah perjanjian Uni Malaya, yang disodorkan wakil Kerajaan Inggris, MacMichael. Waktu itu, kata Tengku Ali, pemerintah kolonial Inggris berniat mendirikan negara Serikat Malaya. Maka, mereka pun menekan para sultan agar menyerahkan kekuasaan dengan meneken Perjanjian Uni Malaya. Dari sembilan sultan, hanya Tengku Ali yang tak bersedia menuruti perintah itu. ''Konstitusi Negeri Trengganu melarang raja menyerahkan kekuasaan kepada kekuasaan asing,'' katanya. Perjanjian Uni Malaya diberlakukan tak sampai setahun, karena mendapat tentangan kuat dari orang-orang Melayu, yang berhimpun di bawah panji United Malay National Organization (UMNO). Akibat desakan itu, pemerintah kolonial Inggris akhirnya merumuskan UUD baru Persekutuan Tanah Melayu, pengganti Uni Malaya. Tapi, mahkota Tengku Ali sudah telanjur dicopot pemerintah kolonial Inggris. Ia digantikan oleh pamannya, Tengku Ismail Nasiruddin Shah, ayah sultan Trengganu yang berkuasa sekarang. Sejak dimakzulkan, Tengku Ali hidup terlunta-lunta karena tak lagi mendapat tunjangan dari kerajaan. Untuk menutupi kebutuhan hidupnya, bekas sultan Trengganu itu bekerja sebagai sopir taksi, nelayan, dan pedagang kopi. Upaya menuntut kembali haknya sebagai kerabat kerajaan sebetulnya sudah dilakukan Tengku Ali lewat Mahkamah Tinggi Pahang di Kuantan. Februari 1992, lantaran tak cukup bukti dan saksi yang mendukungnya, Mahkamah Tinggi Pahang menganjurkan agar Tengku Ali memperkarakannya lewat Mahkamah Tinggi Trengganu. Diharapkan, di Trengganu akan banyak saksi yang mendukung pembuktiannya dalam sidang Maret nanti. DP dan Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini