Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintahan Joe Biden memasukkan Houthi, milisi yang berkuasa di sebagian besar negara Yaman, sebagai organisasi teroris global, Rabu, 17 Januari 2024. Alasannya, kelompok proksi Iran ini menyerang kapal-kalap sipil yang lewat Laut Merah menuju atau dari Israel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ini adalah kali kedua AS memberi stempel teroris pada Houthi. Sebelumnya, Presiden Donald Trump memasukkan kelompok ini sebagai teroris setelah pemberontakan yang menggulingkan pemerintahan Sunni pada 2012.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arab Saudi dan Uni Emirat Arab kemudian terlibat dalam perang saudara di Yaman untuk membantu pemerintahan yang sah. Perang ini menimbulkan krisis kemanusiaan parah, sehingga ketika dilantik menjadi Presiden, Biden langsung mencabut status teroris pada Houthi untuk membantu masyarakat sipil.
Siapa Houthi
Houthi adalah sekte Muslim Syiah yang sudah ada sejak berabad-abad lalu di Yaman. Penganut agama ini merupakan minoritas di Yaman, yang mayoritas penduduknya adalah Muslim Sunni. Namun jumlah mereka cukup besar, ratusan ribu dan merupakan sepertiga dari keseluruhan populasi.
Meskipun merupakan kelompok minoritas di negara tersebut, pada tahun 2012 pemberontak Houthi – yang jumlahnya hanya ribuan – berhasil memanfaatkan kerusuhan di Yaman untuk membangun pengikut setia di bagian utara negara tersebut. Pada tahun 2014, mereka merebut ibu kota Sanaa, yang memicu perang saudara dengan pemerintah yang didukung Barat dan Saudi.
Perang terus berlanjut, meskipun ada gencatan senjata terbatas. Sebuah laporan di Yemen Post pada tahun 2017, seperti dikutip CBS News, 12 Januari 2024, menyatakan bahwa jumlah milisi dan pemerintahan pemberontak, yang menyebut dirinya sebagai pemerintah Yaman, telah membengkak menjadi sekitar 100.000 orang.
Pada akhir tahun 1990-an, keluarga Houthi di ujung utara Yaman mendirikan gerakan kebangkitan agama untuk sekte Islam Syiah Zaydi, yang pernah memerintah Yaman tetapi wilayah utaranya menjadi miskin dan terpinggirkan.
Ketika perselisihan dengan pemerintah semakin meningkat, mereka melancarkan serangkaian perang gerilya dengan tentara nasional dan konflik perbatasan singkat dengan kelompok besar Sunni, Arab Saudi.
Sejarah Perang Yaman
Perang dimulai pada akhir tahun 2014 ketika Sanaa direbut oleh Houthi. Khawatir dengan semakin besarnya pengaruh Syiah Iran di sepanjang perbatasannya, Arab Saudi melakukan intervensi sebagai pemimpin koalisi yang didukung Barat pada bulan Maret 2015 untuk mendukung pemerintah yang didukung Saudi. Pemerintahan Presiden Donald Trump kemudian memasukkan milisi ini sebagai organisasi teroris.
Kelompok Houthi menguasai sebagian besar wilayah utara dan pusat populasi besar lainnya, sementara pemerintah yang diakui secara internasional bermarkas di Aden.
Yaman telah menikmati lebih dari satu tahun keadaan relatif tenang di tengah upaya perdamaian yang dipimpin PBB. Arab Saudi telah mengadakan pembicaraan dengan Houthi dalam upaya untuk keluar dari perang.
Namun serangan Houthi terhadap Israel telah meningkatkan risiko konflik bagi Arab Saudi.
Pemerintahan Houthi kini menguasai sebagian besar wilayah Yaman, termasuk ibu kota Sanaa dan pelabuhan utama Laut Merah, Hudaydah.
Pemerintah yang didukung Barat menyingkir ke kota pelabuhan Aden di bagian selatan, namun mereka juga menguasai bagian timur negara yang berpenduduk lebih sedikit.
Pencabutan Cap Teroris
Pemerintahan Biden telah mencoba mengambil garis tipis antara memberikan pengakuan kepada kelompok tersebut sebagai faksi politik yang sah, dengan harapan meredakan perang.
Utusan diplomatik yang ditugasi oleh Presiden Biden untuk menemukan solusi politik terhadap perang saudara di Yaman mengatakan untuk pertama kalinya pada tahun 2021 bahwa AS mengakui pemberontak Houthi “sebagai aktor yang sah,” karena Washington menerima bahwa kedua belah pihak dalam konflik tersebut memikul tanggung jawab atas kekerasan yang sedang berlangsung.
Pernyataan Tim Lenderking merupakan pernyataan yang jelas terhadap pemberontak Houthi.
“Tidak ada seorang pun yang bisa berharap mereka menjauh atau keluar dari konflik, jadi mari kita hadapi kenyataan yang ada di lapangan,” kata Lenderking, seraya menambahkan bahwa berdasarkan pengalamannya, kelompok Houthi telah “berbicara tentang komitmen terhadap perdamaian di Yaman."
Maka pada Januari 2021, Biden mencabut status teroris pada Houthi. Tensi di Yaman pelan-pelan menurun, setelah Saudi dan Iran dengan penengah Cina, bisa duduk di meja perundingan pada pertengahan 2023.
Serangan Laut Merah
Namun suasana tenang itu berubah setelah konflik Hamas-Israel yang dipicu serangan kelompok penguasa Gaza ini ke Israel pada 7 Oktober 2023, yang dibalas dengan serangan habis-habisan ke Gaza.
Houthi dengan alasan memberi peringatan ke Israel agar menghentikan serangan, mulai mengganggu kapal-kapal sipil yang menuju atau berasal dari Israel. Tindakan ini meresahkan sehingga AS dan Inggris mencoba mengamankan jalur vital tersebut.
Pemerintah AS memperkirakan bahwa hampir 10% produk minyak bumi dunia melewati Selat Bab al-Mandab pada tahun 2017, bersama dengan banyak barang lainnya. Dampak ancaman terhadap pelayaran di wilayah tersebut sudah sangat besar, mengganggu logistik beberapa jalur kargo laut dan perusahaan minyak terbesar di dunia.
Bukannya surut, Houthi malah meningkatkan serangan yang kemudian dibalas dengan serbuan udara ke markas milier Houthi di Yaman pada Kamis malam, 11 Januari 2024.
Tidak cukup menyerang fasilitas senjata Houthi, AS juga kembali memasukkan milisi yang secara resmi bernama Anshar Allah atau Penolong Allah sebagai organisasi teroris global.
REUTERS | CBS
Pilihan Editor Populasi Cina Turun 2,08 Juta pada 2023