Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Profil Moon Jae In, Eks Presiden Korea yang Jadi Tersangka Karena Carikan Jabatan untuk Menantu

Eks Presiden Korea Selatan Moon Jae In ditetapkan sebagai tersangka karena mencarikan menantunya jabatan.

2 September 2024 | 20.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un berjabat tangan di desa gencatan senjata Panmunjom di dalam zona demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea, Korea Selatan, 27 April 2018. [Kolam/Kolam Pers KTT Korea via Reuters]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Mantan Presiden Korea Selatan, Moon Jae in, ditetapkan sebagai tersangka oleh jaksa. Moon dituduh terlibat dalam penyuapan untuk mempermudah menantunya mendapatkan pekerjaan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mengutip laporan media Korea Hankyoreh, Moon diduga terlibat dalam nepotisme karena membantu menantunya mendapatkan posisi di maskapai penerbangan berbiaya rendah Thai Eastar Jet. Sebagai gantinya, pemerintah era Moon diduga mengatur penunjukan penting bagi seorang politisi Korea Selatan yang mendirikan maskapai tempat menantu Moon bekerja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Praktik suap ini diduga terjadi beberapa tahun lalu, namun penyelidikannya masih berlanjut. Hingga Ahad 1 September 2024, divisi hukum pidana ketiga Kantor Kejaksaan Distrik Jeonju sedang meninjau dasar hukum untuk mengajukan tuntutan penyuapan terhadap Moon.

Profil Moon Jae In

Moon Jae In merupakan Presiden Korea Selatan periode 2017-2022 dan pemimpin Partai Demokrat Korea yang liberal periode 2015–2016. Pria yang lahir pada 24 Januari 1953 di Pulau Geoje, provinsi Gyeongsang Selatan ini juga berprofesi sebagai seorang pengacara dan aktivis hak-hak sipil Korea Selatan. 

Dilansir dari Britannica, Moon adalah putra sulung dari ayah Moon Yong-hyung dan ibu Kang Han-ok dari lima bersaudara. Orang tua Moon melarikan diri dari Korea Utara menjelang serangan musim dingin Cina tahun 1950 selama Perang Korea. 

Pada 1972, Moon berkuliah di Universitas Kyung Hee, Seoul dan aktif dalam gerakan mahasiswa melawan rezim Presiden Park Chung-Hee. Namun ia dikeluarkan dari kampusnya dan sempat masuk penjara sebentar karena aktivismenya tersebut. 

Kemudian pada 1975, Moon direkrut menjadi tentara Korea Selatan dan bertugas sebagai komando pasukan khusus. Pada Agustus 1976, ia ikut serta dalam Operasi Paul Bunyan setelah dua perwira AS dibunuh oleh pasukan Korea Utara di zona demiliterisasi (DMZ). 

Setelah menyelesaikan dinas militernya pada 1978, Moon kembali berkuliah di Universitas Kyung Hee. Pada 1980 ia berhasil lulus dan memperoleh gelar sarjana hukum. 

Pada 1982, ia mendirikan praktik hukum di Busan bersama temannya, Roh Moo-Hyun. Mereka fokus pada hak sipil dan hak asasi manusia, membela serikat pekerja dan aktivis mahasiswa yang dianiaya oleh Presiden Chun Doo-Hwan. Setelah demokrasi dipulihkan pada 1987, Roh memasuki dunia politik, sementara Moon melanjutkan karier hukumnya.

Peran dalam pemerintahan Roh Moo-Hyun

Ketika Roh terpilih sebagai presiden pada Desember 2002, ia mengajak Moon bergabung dalam kabinetnya. Setelah Roh mulai menjabat pada Februari 2003, Moon diangkat menjadi sekretaris senior untuk urusan sipil. Peran penting Moon dalam pemerintahan membuatnya dijuluki "Bayangan Roh".

Pada Maret 2004, ketika Roh menghadapi mosi pemakzulan, Moon bergabung dalam tim hukum yang membela Roh di Mahkamah Konstitusi. Publik menentang pemakzulan tersebut dan pada Mei 2004, Mahkamah memutuskan mendukung Roh. 

Kemudian, Moon membantu mendirikan Kompleks Industri Kaesong, sebuah zona perdagangan bebas yang dikelola bersama oleh Korea Utara dan Korea Selatan, yang merupakan bagian dari strategi keterlibatan Roh dengan Korea Utara dan lanjutan dari kebijakan "sinar matahari" Kim Dae-Jung.

Menjadi Presiden Korea Selatan

Pada 2012, Moon pertama kali terjun ke politik elektoral dan memenangkan kursi di Majelis Nasional untuk distrik Sasang, Busan. Pada Desember tahun yang sama, ia menjadi kandidat Partai Demokrat Bersatu (DUP) dalam pemilihan presiden melawan Park Geun-Hye, putri Park Chung-Hee. Meskipun kalah tipis, Moon tetap aktif di politik nasional dan partai. 

Pada Februari 2015, ia menjadi ketua Aliansi Politik Baru untuk Demokrasi (NPAD), penerus DUP. Sehari setelahnya, pengadilan banding Korea Selatan mengungkap bahwa Badan Intelijen Nasional mengatur kampanye daring ilegal melawan lawan-lawan Park sebelum pemilihan 2012, meskipun tidak ada komentar tentang dampaknya pada hasil. Moon memutuskan tidak mencalonkan diri kembali untuk kursi Majelis Nasionalnya pada 2016.

Moon Jae-in terpilih sebagai Presiden Korea Selatan ke-12. Ia mulai menjabat pada bulan Mei 2017 setelah pemakzulan pendahulunya, Park Geun-hye.

Hanya dalam setahun setelah menjabat, Moon telah memimpin Olimpiade Musim Dingin di PyeongChang yang sukses dan memulai perundingan perdamaian dengan Korea Utara.

HANKYOREH | BRITANNICA

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus